Integrated Area Development (IAD), atau Pengembangan Wilayah Terpadu, adalah pendekatan pembangunan yang menggabungkan berbagai sektor, seperti ekonomi, sosial, dan infrastruktur, dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat serta kerja sama lintas sektor. Pendekatan ini menjadi sangat penting untuk mencapai pembangunan yang merata dan berkelanjutan.Â
Pemerintah telah menunjukkan komitmen serius terhadap pengelolaan perhutanan sosial melalui berbagai regulasi, seperti Peraturan Presiden (Perpres) No. 28 Tahun 2023 tentang Perencanaan Terpadu Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial. Regulasi ini menekankan pentingnya perencanaan yang menyeluruh, tidak hanya dari sisi lingkungan, tetapi juga ekonomi dan sosial. Di dalamnya, terdapat upaya penggabungan program dari berbagai kementerian dan lembaga, yang menjadi bukti nyata komitmen pemerintah untuk mencapai pengelolaan yang lebih efektif.
Selain itu, Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PERMENLHK) No. 9 Tahun 2021, Pasal 193, mengatur tentang perhutanan sosial berbasis IAD. Dengan konsep ini, pengelolaan kawasan perhutanan tidak hanya fokus pada pelestarian lingkungan, tetapi juga memprioritaskan pengembangan ekonomi berbasis masyarakat. Ini adalah langkah maju yang memungkinkan kolaborasi lintas sektor untuk mengembangkan potensi ekonomi di wilayah-wilayah perhutanan sosial. Kolaborasi ini akan memperkuat sinergi antar pihak terkait, memastikan kesejahteraan masyarakat setempat tetap terjaga seiring dengan upaya konservasi lingkungan.
Mengapa IAD Penting untuk Perdesaan Berbasis Perhutanan Sosial?
Perhutanan Sosial, sebagai program andalan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, memungkinkan masyarakat lokal mengelola hutan secara berkelanjutan. Program ini tidak hanya untuk melindungi lingkungan, tetapi juga bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendukung dinamika sosial budaya di daerah setempat. Namun, tantangan yang muncul, seperti kebingungan masyarakat dalam membangun usaha yang bisa meningkatkan kesejahteraan mereka, memerlukan dukungan lebih lanjut.
Komoditas yang dihasilkan dari perhutanan sosial sering kali berjalan sendiri tanpa dukungan yang memadai dari pemerintah daerah maupun desa. Oleh karena itu, kolaborasi pentahelix yang melibatkan pemerintah, swasta, akademisi, organisasi non-pemerintah (NGO), dan masyarakat menjadi kunci untuk memastikan komoditas perhutanan sosial bisa berkembang dan memberikan dampak positif bagi semua pihak yang terlibat.
Tantangan dan Harapan
Di Kabupaten Bulungan, tantangan besar yang dihadapi dalam implementasi IAD mencakup aksesibilitas yang terbatas, infrastruktur yang kurang memadai, serta kendala finansial dan administratif. Meskipun begitu, pemerintah desa terus berupaya memperbaiki kondisi ini dengan dukungan dari Dana Desa dan APBD. Namun, peningkatan tata kelola desa dan pengelolaan keuangan yang lebih baik masih menjadi prioritas penting agar program ini berjalan sukses.
Dengan komitmen bersama dan kolaborasi yang kuat, pembangunan kawasan perdesaan berbasis perhutanan sosial di wilayah Lanskap Kayan---yang melibatkan 18 desa dengan luas total 568.182 hektar---bisa menjadi contoh sukses implementasi IAD di Indonesia. Mari bersama-sama kita dorong pembangunan yang tidak hanya menguntungkan ekonomi, tetapi juga menjaga kelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Sekarang adalah saatnya untuk bersinergi, mengintegrasikan semua program, dan memastikan bahwa setiap langkah yang diambil menuju masa depan yang berkelanjutan dan inklusif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya