Telinga panjang adalah tradisi kuno yang menjadi bagian penting dari sejarah dan budaya suku Dayak. Tradisi ini kini hampir hilang dari warisan budaya kita.Â
Telinga panjang bukan hanya sekadar ciri fisik yang khas, tetapi juga simbol kekuatan, kecantikan, dan identitas sosial bagi komunitas yang mempraktikkannya.Â
Dalam upaya mendalami nilai-nilai dan makna di balik tradisi telinga panjang, berbagai pihak, termasuk penulis, peneliti, dan penggiat budaya, berusaha menemukan kembali jejak tradisi ini di seluruh penjuru Kalimantan.Â
Mereka mengumpulkan cerita-cerita lama, menelusuri sisa-sisa tradisi yang mulai pudar, dan berupaya memahami konteks sosial yang membentuknya. Kisah-kisah mengenai telinga panjang mengajak kita merenungkan bagaimana perubahan zaman dan pengaruh luar telah mengubah pola pikir dan praktik budaya di kalangan masyarakat suku Dayak.Â
Di tengah arus perubahan ini, masih ada mereka yang teguh mempertahankan tradisi, menjadi penjaga terakhir yang memastikan kebudayaan mereka tidak lenyap di tengah modernisasi yang kian pesat.
Sekilas Kampung Long Beliu
Long Beliu merupakan satu dari empat belas kampung yang terdapat di Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Kampung yang memiliki luas wilayah 109.065,57 ha ini dihuni 903 jiwa.Â
Long Beliu kerap berganti nama mulai dari Long Gie, Long Gie Duhung, hingga resmi secara administratif pada 2008 menjadi Long Beliu yang artinya "Ini Jadi."Â
Dahulunya, kampung ini dihuni oleh Suku Dayak Lepo Sun. Keberadaannya telah ada sejak tahun 1910. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, komunitas tersebut bercocok tanam dan berburu hewan di hutan. Namun, seiring berjalannya waktu, Suku Kenyah Lepo Sun semakin berkurang tanpa alasan yang jelas.