Untuk mencapai desa tersebut, penulis  menempuh perjalanan darat dari Tanjung Selor ke Sungai Urang selama 30 menit. Layaknya anak tiri, desa ini masih minim infrastruktur, salah satunya kondisi jalannya yang sangat memprihatinkan.
Perkenalan
Pintu rumah coklat berbahan kayu itu terbuka, terlihat seorang perempuan berambut lurus berkulit kuning langsat melempar senyuman kepada penulis.
"Permisi ibu, perkenalkan saya Okta, bolehkah saya mendokumentasikan "Telinga Panjang" informasi ini saya dapat dari Berlin," Ucap penulis.
Dengan ramah, perempuan berbaju merah (Iyung Uyang, anak Telinga Panjang) mempersilahkan penulis untuk masuk ke dalam rumahnya.
"Sebentar ya, mamak saya masih makan." Terangnya tuan rumah.
Sejumlah topi tradisional berwarna warni terpajang rapi pada dinding rumah tersebut. Topi yang mirip caping itu bernama Seraung/saung. Topi itu biasa digunakan sebagai pelindung kepala saat acara kebudayaan maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Tak lama berselang, "Telinga Panjang muncul dari bilik gorden, sebuah ikatan dari manik melingkar di kepalanya. Terlhat tatto memenuhi pergelangan kaki dan tangannya.
Seorang tamu yang juga kerabat dari "Telinga Panjang" berceletuk,