Penamaan Desa Tengkapak berasal dari pilhan kata "Sungai Kapak" yang memiliki arti tanah yang di lewati. Kala itu, Pemerintah Kabupaten Bulungan menganjurkan agar masyarakat Jelari Selor untuk membuka lahan perkebunan jangka panjang di Desa Tengkapak.
Kala itu, masyarakat bergotong royong mendirikan sebuah pondok berbahan kayu bulat dan daun nipah yang letaknya di pinggir sungai, yang kini merupakan RT 5.
Lantaran terkendala komunikasi dan jarak yang jauh dari Jelarai Selor, maka masyarakat berinisiatif untuk memutuskan mendirikan pemukiman di hamparan tanah Tengkapak.
Jika Ada Kemauan, Pasti Ada Jalan
Sebuah ukiran kayu berbentuk burung enggang di halaman Kantor Desa Tengkapak seakan menyapa penulis di tengah teriknya matahari siang itu.Â
Desa yang berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Selor ini didominasi oleh masyarakat suku dayak. Ornamen kayu dengan ukiran khas dayak menghiasi bangunan, maupun sebagaian rumah masayarakat.
Informasi keberadaan "Telinga Panjang" diperoleh dari seorang sahabat yang kebetulan warga Desa Tengkapak. Melalui pesan pribadi di media sosial, wanita berkulit kuning langsat itu menyarankan untuk mendatangi seorang lansia yang bernama Luhung Njau yang berada di RT 05.
Untuk mengetahui keberadaan rumah Luhung Njau, penulis singgah kesebuah rumah kayu, dimana terasnya memiliki sejumlah topi saung (Topi tradisional masyarakat dayak).
"Itu rumahnya, tu dia duduk di kaki lima rumahnya," ucap perempuan bersuara parah sambil menunjuk arah rumah. Terang salah satu warga.
RT 5 merupakan daerah terujung di sepanjang jalan Tengkapak. Untuk masuk ke rumah Luhung Njau, penulis harus melewati jalan tanah yang kala itu berdebu akibat terpapar sinar matahari.
Luhung Enjau kala itu sedang bersantai di teras rumahnya. Tanpa rasa ragu, penulis menaiki 3 tangga lalu memperkenalkan diri.