Kini hanya satu harapan yang tertanam dalam hatinya, ia ingin anak-anaknya memiliki kehidupan yang baik dan berbeda dengan kehidupan orang tuanya saat ini. Ia tidak tega melihat anak-anaknya hidup susah. Setiap orang tua, apalagi sebagai seorang ibu, nalurinya sangat tinggi untuk kebahagiaan sang anak. Dalam senyumnya yang ia pancarkan pada orang, tidak ada yang tahu kalau dirinya selalu menangis tiap malamnya ketika sang anak asyik terlelap tidur, ia tidak tega melihat wajah-wajah polos sang anak yang belum mengerti apa-apa, sepanjang malam tidurnya tidak pernah lelap memikirkan nasib anak-anaknya nanti, apalagi dengan kondisi tubuhnya yang makin tua, ia khawatir tidak mampu lagi untuk bekerja.
Ketika ia tidak mampu bekerja lagi nantinya, siapa yang akan merawat dirinya dan anak-anaknya. Sungguh hatinya merasa tersudutkan oleh kerasnya kehidupan. Namun demikian, begitulah kehidupan yang harus dijalaninya, ia tidak tau kepada siapa ia harus mengeluh, dan kepada siapa ia harus berbagi rasa ketika hatinya dipenuhi kegundahaan.
"Saya selalu menangis, kalau melihat anak-anak di setiap malamnya, kasian mereka, tidak tega saya, kenapa harus begini, saya ingin anak-anakku berbeda hidupnya dengan kami orang tuanya, saya tidak ingin mereka sengsara sama seperti orang tuanya, saya ingin juga mereka sukses, tapi mau di apa, saya tidak tau harus bagaimana, begini mi yang harus saya jalani, kita sabar saja mi," cetusnya.
Terhanyut saya mendengarkan kisah hidupnya, ternyata masih banyak saudara-saudara kita yang hidup susah di bawah garis kemiskinan, siapakah yang harus bertanggungjawab atas semua ini. Miris memang, ketika para pemimpin daerah mengejar prestasi untuk mencapai persentase masyarakat sejahtera pada atasannya dengan harapan mendapatkan pujian atas keberhasilan kinerjanya, namun kenyataannya masih banyak masyarakat yang harus berjuang keras untuk dapat bertahan hidup di daerahnya sendiri.
Bahkan yang lebih miris lagi, para pemimpin menutup mata dan berpura-pura tidak tahu serta menganggap pemulung hanyalah penambah beban daerah serta sebagai penyumbang terbesar terhadap meningkatnya persentase angka kemiskinan daerah, sungguh ironis daerah ini, visi misi yang dikumandangkan dengan platform menjadikan masyarakat sejahtera ternyata belum memihak pada rakyat akar rumput seperti mereka. Hanya kerja yang nyata, serta aksi yang pasti agar mereka mendapatkan sentuhan pemerintah, selama laporan fiktif di atas kertas masih menghiasi bangsa ini. Istilah yang kaya makin kaya dan yang miskin makin tertindas masih tetap berlaku buat mereka.
Kali ini, mungkin saya bukan seorang yang dermawan, mungkin terakhir kali menjadi seorang dermawan ketika saya masih kecil dulu ketika orang tua mengajarkan mengisi uang koin dalam celengan setiap jumat, namun karena kisah hiudpnya yang membuatku tersentuh kembali membangkitkan sikap dermawanku, kuberikan sedikit rupiah kepadanya untuk membantunya membeli beras malam ini.
"Terima kasih nak, sekali lagi terima kasih," ucap perempuan itu, menutup percakapan kami.
Kami berjabat tangan sambil saya berlalu pergi, meninggalkan mereka melanjutkan aktifitasnya sebagai pemulung.(***)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H