Mohon tunggu...
BaktiPuanId
BaktiPuanId Mohon Tunggu... Penulis - Komunitas Perempuan

Ruang Puan Berdaya Dan Bermanfaat #Belajar, Mengabdi, Dan Menginspirasi Bersama

Selanjutnya

Tutup

Book

Kebebasan yang Memenjara

24 April 2024   09:42 Diperbarui: 24 April 2024   09:46 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini terinspirasi dari buku Perempuan di Titik Nol.

Buku bersampul perempuan di sudut penjara ini mungkin sudah banyak dari temen-temen mengetahuinya. Buku karya Nawal El-Sadaawi, seorang feminis kelas internasional sekaligus dokter ini cukup menggugah hati dan pikiran pembacanya.

Sampulnya yang mencolok itu cukup untuk memberikan aksen keberanian serta kekelaman dari isi ceritanya. Bagaimana tidak, buku ini menyajikan cerita perjuangan seorang perempuan bernama Firdaus di tengah budaya patriarki yang memeluknya erat. Budaya patriarki ini berperan kuat membentuk serta membangun karakter diri perempuan tersebut, Firdaus.

Tapi tanpa disangka, walau harus melalui beberapa jalan terjal, akhirnya Firdaus dapat menemukan dirinya sendiri. Naasnya, penemuan Firdaus terhadap dirinya sendiri bukan ketika ia berhasil keluar dari rumah pamannya dan menikah dengan lelaki. Bukan pula ketika ia dapat meninggalkan suaminya, dan mencoba untuk mencari pekerjaan, menjadi perempuan mandiri. Bukan ketika ia dekat dengan lelaki bernama Bayoumi. Bahkan, bukan pula ketika ia sukses menjadi pelac**ur dan dapat membeli alat-alat solek semahal alat solek yang dimiliki istri-istri pejabat di negaranya.

Firdaus menemukan dirinya sendiri, ketika memang benar-benar hanya ada dirinya, atau mungkin dengan Tuhannya, saja. Yakni di penjara, ketika ia dengan bangga menunggu waktunya, untuk melakukan perjalanan yang menjadikan dirinya, tidak lagi diinjak, tidak lagi dianggap rendah, tidak lagi dijadikan tidak utuh. Ketika ia, akan melaksanakan hukuman matinya.

Penulis rasa, itulah maksud titik nol bagi perempuan itu, Firdaus.

Sebegitu mirisnya gambaran perempuan melawan budaya patriarki di Arab sana pada zaman itu. Bahwa seolah-olah memang perempuan tidak memiliki kesempatan yang murni diinginkannya. Seolah-olah, memang tidak ada ruang aman untuk perempuan agar menjadi dirinya sendiri.

Ada satu dialog yang penulis rasa, cukup membuat bimbang. Bahwa nilai perempuan itu, perempuan itulah sendiri yang memasangnya. Apakah bisa menaruh harga tinggi, atau hanya harga murah dan terima untuk diperlakukan hina. Dialog ini merupakan dialog antara Firdaus dengan Syarifa.

Penulis dibuat bimbang karena sepakat dengan pemikiran Syarifa itu. Namun sangat tidak sampai hati, karena maksud dari Syarifa, memasang harga ialah sebagai pelac**ur.

Kita sebagai perempuan, memang harus memasang tinggi nilai kita. Namun berbeda cara dengan kemirisan yang terjadi di buku itu. Kita bisa lakukan berbagai hal yang dapat mengangkat nilai kita sebagai perempuan. Tidak hanya dengan penampilan, tidak hanya oleh isi dompet, tidak hanya dengan nasab, tapi juga dengan keindahan pikiran yang dapat terus memajukan diri kita, dan orang banyak di luar sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun