"Tak perlu satu sama lain untuk mencintai."
-- Eka Kurniawan
ORANG bilang memendam perasaan adalah rutinitas seorang introvert yang identik dengan pemalu. Apakah itu benar? Menurut gua ini masalah universal, kalau kata Dee, "Hidup tidak membiarkan satu orang pun lolos untuk jadi penonton. Semua harus mencicipi ombak."
Kenyataannya teman gua yang ekstrovert bahkan terkenal punya banyak mantan aja, memiliki seseorang yang ia lambangkan sebagai mentari. Ya, cukup menyinari. Gua sendiri menyebut kejadian ini dengan istilah Ekstrovert Agape.
Tetaplah di istanamu langit yang biru kelabu biarkan rinduku, kusimpan bersama mimpiku. Mungkin ini salah satu penggalan lirik dari Rumahsakit yang pas untuk menggambarkan semua kejadian ini. Beginilah kisahnya.
A adalah lelaki yang bisa dibilang nggak cakep-cakep amat si, tingginya juga kaya lelaki Indonesia kebayakan +- 165cm. Cuma gua akuin dia kalau ke cewe gimana gitu--bisa bikin klepek-klepek kaya lele dikasih garam--dan ia juga jago main futsal, mungkin itu yang membuat tinggi pesonanya (Atau mungkin A masang  wiba tinggi di Banten, malah susuk kali ya).
Jangan ditanya isi WAnya, cewenya--yang entah cewenya yang ke berapa, haha--sampai capek berurusan dengan cewe yang di belakang mempunyai hubungan dengan A. Walaupun capek ia tetap masih bertahan hingga cerita ini dibuat. Salut. Gua sampai bosen dengar gosip putus-nyambungnya. Kok kesannyaa kaya gibah, ya? Haha.
Nah ini yang dicari-cari di Google nggak ketemu, ketemunya malah di Yandex. Si B. Dia memiliki tabiat hampir serupa dengan A. Mereka pernah sekelas waktu kelas 10. Ya biarpun, kelas 11 dan 12 nggak sekelas, mereka tetap main bersama. Mereka  anak basis co. Beda sama gua yang ke kantin aja takut. Haha cupu banget gua.
Suatu waktu, ketika mereka sedang dirundung urusan masing-masing--menjadi mahasiswa/i akhir di sebuah PTN favorit di pulau Jawa. B curhat di salah satu platform blog. Ia mengangkat cerita rahasia terdalam hatinya dengan memakai nama samaran.
Hebatnya A, yang memakai nama samaran juga membaca curhat itu. Karena merasa senasib, A komen, dan memutuskan untuk berbalas chat. Terasa aneh, dua manusia yang selama ini dikenal ekspresif, sekarang begitu terbebani mengungkapkan perasaan hatinya sendiri. Segala pakai nama samaran lagi.
Hari berlanjut. A meminta saran yang apa harus ia lakukan. Saran yang kemudian hari menjadi bumerang, yang mengenai serat halus di hatinya. B menjawab dengan asal, karena dia sendiri juga bingung sama dilema hidupnya. "Kasih aja kado favoritnya, siapa tahu yuhuu. :D :P" B menulis itu karena ia sering berkhayal mendapatkan kado spesial dari seseorang yang tinggal di ruang mungil dalam dadanya itu. (Siapa lagi kalau bukan temen gua, A)
Dan terjadilah hari yang.... Kala B dirundung kesibukan skripsinya. Datang sebuah paket tanpa nama pengirim untuk dirinya. Betapa terkejutnya ia setelah tahu isi kado tersebut. Tanpa rasa curiga, ia malah berpikir itu kado dari pacarnya. Sebenarnya si B ingin mengucapkan terima kasih ke pacarnya via WA (kalau buat snapgram nggak mungkin, udah bukan waktunya lagi) yang romantis juga--dalam pikirannya.