Mohon tunggu...
Bakaruddin Is
Bakaruddin Is Mohon Tunggu... -

Saya pensiunan PNS di Departemen Pertanian, pendidikan terakhir Faculty of Agriculture and Forestry, Univesity of Melbourne, Australia. Saat ini giat dalam kegiatan Dakwah dan Tabligh serta menjalankan bisnis Air Oxy http://www.my-oxy.com/?id=rudinis dan kalung/ gelang biomagnet http://www.biomagwolrd.com 0815 910 5151

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Kasus Miranda-Nunun: Aneh Tapi Nyata

10 Februari 2011   02:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:44 2897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nunun Nurbaeti Kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS-BI) kini mencapai babak baru. Sebanyak 19 dari 26 tersangka kini sudah masuk tahanan. Namun kasus tersebut masih penuh misteri dan terjadi banyak keanehan dan kejanggalan. Walaupun sudah ditetapkan 26 tersangka, 19 di antaranya sudah ditahan, dan beberapa orang sudah diadili dan divonis bersalah, tapi dugaan pelaku penyuapnya, Nunun Nurbaeti, istri mantan Kapolri Adang Daradjatun sampai saat ini tidak tersentuh hukum, malah tidak diketahui pasti dimana keberadaannya. Sudah beberapa kali KPK memanggil Nunun untuk diperiksa, tapi belum pernah berhasil. Pada 4 Februari lalu di Gedung KPK, Fahmi Idriis, politisi Golkar, atas nama Laskar Ampera 66 mempertanyakan status hukum Miranda S. Goeltom yang dalam kasus suap cek pelawat masih ditetapkan KPK berstatus saksi. Fahmi juga mempertanyakan soal Nunun yang tak bisa disentuh KPK dengan alasan sakit lupa ingatan akut. Nunun diduga adalah orang yang membagikan uang suap kepada para politisi itu. "Kata teman-teman saya yang melihat Nunun di Bangkok, dia tidak sakit," katanya. Bahkan, Fahmi mengklaim punya bukti soal kondisi Nunun. Seorang pemirsa TV menelpon ke TVOne yang sedang menayangkan wawancara dengan Fahmi , menyatakan bahwa dia pernah melihat Miranda dan Nunun sedang berbelanja di sebuah toko sawalayan di Singapura. Nunun tampak sehat. Inilah anehnya Indonesia, suatu bukti lagi bahwa hukum di negara ini masih tebang pilih. Sementara puluhan anggota DPR dituduh menerima suap, tapi yang dituduh menyuap sendiri belum tersentuh hukum, malah dengan santai jalan-jalan ke luar negeri seperti Gayus, dengan alasan sakit "lupa ingatan", dan sedang berobat di Singapura. Kronologis Kasus Suap Pemilihan DGS-BI Miranda Gultom

1297304996102571967
1297304996102571967
Miranda Gultom Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Dari laporan yang dapat dibaca di Koran dan Internet serta siaran TV, selama ini, secara kronologis kasus pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS-BI), Miranda Gultom, Inilah.Com membuat kronologisnya sebagai berikut:
  • Kasus ini terjadi pada 2004, ketika dilakukan pemilihan deputi gubernur senior Bank Indonesia yang kemudian memilih Miranda Swaray Goeltom. Dalam kasus ini, KPK menetapkan 26 mantan anggota Komisi IX DPR sebagai tersangka. Hingga hari ini, terdapat 19 mantan anggota Komisi IX DPR yang ditahan KPK.
  • Pengungkapan kasus ini berawal dari pengakuan politisi PDIP Agus Tjondro Prayitno pada 4 Juni 2008. Ia mengaku menerima suap dalam bentuk cek perjalanan. Ia juga menyatakan ada anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 yang juga menerima suap.
  • Menindak-lanjuti itu, pada 9 September 2008, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan adanya aliran 480 lembar cek pelawat ke 41 dari 56 anggota Komisi XI DPR Periode 2004-2009 dari Arie Malangjudo, seorang asisten Nunun Nurbaeti, istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun.
  • Kasus ini kemudian diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pada 9 Juni 2009, KPK mengumumkan emnpat anggota Komisi XI DPR sebagai tersangka perdana. Mereka adalah Dudhie Makmun Murod (PDIP), Endin AJ. Soefihara (PPP), Hamka Yandhu (PBR), dan Udju Djuhaeri (TNI/Polri).
  • Dudhie, Hamka, Endin, dan Udju kemudian divonis bersalah pada 17 Mei 2010. Dari pengakuan mereka.
  • KPK mengembangkan kasus tersebut dan pada 1 September 2010 menetapkan 26 anggota Komisi XI DPR sebaga tersangka baru lainnya.
  • Namun hingga saat ini publik masih bertanya-tanya. Sebab, Miranda Goeltom sebagai pemicu terjadinya penyuapan masih bebas.
  • Begitu pula dengan Nunun Nurbaeti dan Arie Malangjudo yang berperan dalam penyediaan cek pelawat (travel cheque) tersebut masih bebas. Bahkan Nunun saat ini berada di Singapura, dan mengaku mengidap penyakit amnesia akut, sehingga sulit untuk diselidiki perannya.

19 Tersangka Yang Telah Ditahan KPK akhirnya menahan 19 tersangka kasus dugaan suap pemilihan mantan DGS BI Miranda S Goeltom. Mereka dikirim ke sejumlah lokasi penahanan yakni LP Cipinang, Rutan Salemba, Rutan Pondok Bambu, dan Polda Metro Jaya. "Berdasarkan hasil penyidikan, ditemukan bahwa para tersangka diduga menerima suap terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia dalam bentuk TravellersCheque," kata juru bicara KPK, Johan Budi di KPK, Jl Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Jumat (28/1/2011). Para tersangka tersebut adalah: 1. Ni Luh Mariani (PDIP, diduga menerima 500 juta) 2. Engelina Patiasina PDIP, diduga menerima 500 juta 3. Soewarno (PDIP, diduga menerima 500 juta) 4. Panda Nababan (PDIP, diduga menerima 1,45 miliar) 5. Max Moein (PDIP, diduga menerima 500 juta) 6. Sutanto Pranoto (PDIP, diduga menerima 600 juta) 7. Poltak Sitorus (PDIP, diduga menerima 500 juta) 8. Matheos Pormes (PDIP, diduga menerima 350 juta) 9. M Iqbal (PDIP, diduga menerima 500 juta) 10. Agus Condro Prayitno (PDIP, diduga menerima 500 juta) 11. Baharuddin Aritonang (Golkar, diduga menerima 350 juta) 12. TM Nurlif (Golkar, diduga menerima 550 juta) 13. Reza Kamarullah (Golkar, diduga menerima 500 juta) 14. Asep Ruchimat (Golkar, diduga menerima 150 juta) 15. Paskah Suzetta (Golkar, diduga menerima 600 juta) 16. Marthin Bria Seran (Golkar, diduga menerima 250 juta) 17. Ahmad Hafiz Zawawi (Golkar, diduga menerima 600 juta) 18. Daniel Tandjung (PPP, diduga menerima 500 juta) 19. Sofyan Usman (PPP, diduga menerima 250 juta) Dari 26 mantan anggota Komisi IX yang menjadi tersangka, sebanyak lima orang belum ditahan. Mereka yang merupakan Kader Golkar adalah Boby Suhardiman, dan Hengky Baramuli. Sedangkan, kader PDIP yang belum ditahan adalah Williem Tutuarima, Budiningsih, Rusman Lumban Toruan. Dua orang lainnya tidak termasuk dalam penahanan karena berbagai alasan. Antony Zeidra Abidin, dari Partai Golkar, kini tengah menjalani hukuman penjara lima tahun karena kasus aliran dana Bank Indonesia. Sedangkan Jeffrey Tongas Lumban, dari PDIP, sudah meninggal dunia. Keterlibatan Nunun Terungkap Dalam Sidang Pada Senin 8 Juni 2009, KPK menetapkan empat anggota Komisi Keuangan DPR periode 1999-2004 sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Dhudie Makmum Murod, Udju Juhaeri, Endin AJ Soefihara, dan Hamka Yandhu. Mereka diduga menerima cek pelawat usai pemilihan yang saat itu dimenangkan Miranda. Keterlibatan Nunun dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia ini beberapa kali disebut dalam persidangan Dudhie Makmun cs. Dalam persidangan terungkap bahwa cek pelawat yang diterima Dudhie cs berasal dari Nunun melalui Arie Malangjudo. Hakim kemudian memerintahkan untuk menghadirkan Nunun dalam persidangan. Namun hingga panggilan ketiga, jaksa KPK tidak dapat menghadirkan Nunun dalam persidangan dengan alasan sakit. Bahkan jaksa pun tidak pernah membacakan keterangan Nunun dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, menyatakan Dudhie cs terbukti menerima cek pelawat. Hakim menegaskan bahwa cek pelawat yang diterima Dudhie Makmun Murod cs berasal dari Komisaris PT Wahana Esa Sejati, Nunun Nurbaeti Daradjatun. Usai putusan terhadap Dudhie cs, KPK juga sudah berulang kali memanggil Nunun. Namun, lagi-lagi Nunun tidak dapat hadir dalam pemanggilan KPK dengan alasan sakit dan dirawat di RS Mount Elizabeth, Singapura. Kalau dijumlahkan, total uang yang diserahkan Nunun lebih dari 10 miliar rupiah. Dimana Nunun Berada? Dari laporan Vivanews com, 4 Februari lau, politisi senior Golkar Fahmi Idris menyatakan bahwa Nunun kini tinggal di Bangkok, Thailand, dalam keadaan sehat walafiat. Namun suami Nunun, mantan Wakapolri Komjen Pol (purn) Adang Daradjatun, dan dokter pribadi, Andreas Harry, menolak mengkonfirmasi keberadaan yang bersangkutan. Andreas hanya mengatakan, Nunun masih menderita lupa akut sehingga dianjurkan untuk beraktivitas. Sementara itu, Miranda menolak berkomentar tentang kasus suap itu. Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPR, Pramono Anung, meminta KPK bertindak tegas dan segera memeriksa Nunun dan Miranda. Menurutnya, tidak mungkin KPK tidak tahu apa-apa. "Dan tidak mungkin Nunun tiba-tiba lupa." Praktisi hukum Bambang Widjojanto berpendapat ada pengusaha yang turut bermain di balik saksi kunci kasus suap DGS BI Nunun Nurbaeti. Ia meminta KPK mengusutnya. Bambang mengatakan KPK harus mengusut hubungan antara Nunun dengan pihak lain, selain dengan Miranda. Menurut Bambang, KPK sangat sulit menjerat penyuap dalam kasus DGS BI ini apabila keterangan dari Nunun tidak dapat dikorek. DPR: KPK Harus Periksa Nunun dan Miranda Gayus Lumbun, Anggota Komisi Hukum DPR kepada Vivanews.com menyatakan: "Tindakan KPK menahan sejumlah politisi prematur, karena penyuapnya belum ditemukan." Gayus Lumbuun, kembali mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa Nunun Nurbaeti dan Miranda Swaray Goeltom. Keterangan keduanya dinilai penting dalam kasus aliran cek pelawat  saat pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia yang dimenangi Miranda pada tahun 2004. "KPK jangan tebang pilih. Ibu Nunun dan Miranda harus diperiksa dan dimintai keterangan supaya ada kejelasan, apakah benar ada pemberian suap atau tidak," kata Gayus Selasa 8 Februari 2011. Status Hukum Miranda Gultom Dipertanyakan Vivanews.com juga menulis, pada 4 Februari lalu di Gedung KPK, Fahmi Idriis, politisi Golkar, atas nama Laskar Ampera 66 mempertanyakan status hukum Miranda S. Goeltom yang dalam kasus suap cek pelawat masih ditetapkan KPK berstatus saksi. Fahmi melihat ada keanehan dalam pasal yang digunakan untuk menjerat para tersangka yang di antaranya adalah politisi Partai Golkar, PDIP dan PPP. Menurut Fahmi, penahanan 25 politisi itu seharusnya merupakan bukti kuat untuk menetapkan Miranda sebagai tersangka. Miranda sendiri berulang kali membantah keterlibatannya dalam kasus ini. Fahmi juga mempertanyakan soal Nunun yang seolah-olah tak bisa disentuh KPK dengan alasan sakit lupa ingatan akut. "Kata teman-teman saya yang melihat Nunun di Bangkok, dia tidak sakit," katanya. Bahkan, Fahmi mengklaim punya bukti soal kondisi Nunun. Gaji Gubernur dan Deputi Gubernur BI Sekedar informasi, betapa menggiurkan gaji dan apenghasilan pejabat di Bank Indonesia, mari kita lihat, dari laporan Tempo Interaktif, bahwa penghasilan Gubernur Bank Indonesia pada 2006 sebesar Rp 265 juta per bulan. Dalam setahun, Gubernur Bank Indonesia bisa mengantungi rupiah hingga Rp 3,18 miliar Deputi Gubernur dengan nilai tengah gaji pokok Rp 31,9 juta dan tunjangan fungsional Rp 60,6-91 juta, Deputi Gubernur Senior (seperti Miranda Gultom) dengan nilai tengah gaji pokok Rp 35 juta dan tunjangan fungsional Rp 68,6-103,2 juta, sehingga total penghasilan sebulan dapat mencapai Rp.200 juta atau Rp.2,4 miliar per tahun. Dalam setahun, pegawai Bank Indonesia mendapat gaji 16 kali. Rinciannya gaji reguler 12 bulan, Tunjangan Hari Raya satu kali gaji, dan insentif tiga kali gaji. Selain itu ditambah lagi gaji untuk  cuti satu bulan dalam setahun. Kasus Miranda- Nunun Aneh Tapi Nyata Inilah keanehan-keanehan kasus Miranda dan Nunun yang menyebabkan 26 Anggota DPR Periode 2004-2009 ditetapkan sebagai tersangka penerima traveler cheque tersebut: 1. Miranda Gultom terpilih sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS-BI) pada tahun 2004 2. Ternyata terpilihnya Miranda Gultom karena ada suap berupa travel cheque atau cek perjalanan kepada 26 orang agnggota DPR. Totalnya lebih dari 10 miliar rupiah. 3. Cek itu diserahkan oleh Nunun atau stafnya. Nunun adalah seorang wanita pengusaha, sekaligus sebagai istri mantan Wakapolri Adang Dorodjatun, yang pernah mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI bersaing dengan Fauzi Bowo., tapi kalah suara 4. Sudah ditetapkan 26  anggota DPR sebagai tersangka, beberapa di antranya sudah lama diadili dan sudah terbukti bersalah. 5. Nunun Nurbaeti yang diduga sebagai pemyuap, sampai saat ini tidak diketahui pasti keberadaannya, padahal KPK punya alat untuk menyadap percakapan telepon Nunun dan suaminya Adang atau pengacaranya, sebagaimana yang dulu pernah dilakukan saat kasus "Cicak dan Buaya" dengan Susno Duadji dan kasus Anggodo. 6. Miranda Gultom sampai saat ini belum ditetapkan sebagai tersangka, padahal suap-menyuap ini terkait dengan pemilihan dirinya sebagai DGSBI. 7. KPK sudah menetapkan 26 tersangka penerima suap, dan terbukti di sidang pengadilan bahwa memang suap meyuap itu ada, tetapi yang menyuap belum ditetapkan sebagai tersangka, padahal mestinya yang menyuap itu yang harus diadili terlebih dahulu. 8. Pertanyaannya adalah: Untuk apa Nunun menyuap para anggota DPR tersebut, dan apa untungnya bagi pengusaha seperti Nunun kalau Miranda Gultom terpilih sebagai DGSBI, karena total uang untuk menyuap itu lebih dari 10 miliar. 9. Apakah Miranda Gultom dapat mengeluarkan suatu kebijakan Bank Indonesia yang dapat menguntungkan Nunun Nurbaeti dan para pengusaha yang diduga ikut mendanai suap menyuap itu? Ini semua akan lebih jelas dan terang-benderang bila Nunun Nurbaeti dan Miranda Gultom juga ditetapakan sebagai tersangka, dan segera diadili. Langkah pertama adalah cegah Miranda Gultom untuk lari ke LN dan segera lacak keberadaan Nunun melalui suaminya Adang. Kalau memang Nunun ada di Singapura untuk berobat, harus diteliti apakah Nunun benar-benar sakit ingatan atau sudah gila, melalui dokter independent, yaitu dokter dari Kepolisian atau instansi lain yang berwenang. Semoga KPK segera menindak-lanjuti kasus Nunun dan Miranda ini, sebagai salah satu prioritas utama, disamping kasus Bank Century dan kasus Gayus Tambunan yang harus segera dituntaskan. Sumber data: Vivanews.com dan sumber lain

Depok, Kamis, 10 Februari 2011

Bakaruddin Is

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun