Bagian Pertama dari Dua Tulisan
Setiap menjelang tanggal 25 Desember, kita umat Islam sering menghadapi pertanyaan seperti di atas. Tanpa mengurangi rasa hormat kita kepada saudara-saudara kita umat Kristiani, sebagai seorang Muslim saya wajib mengingatkan bagi sesama Muslim dan Muslimah bagaimana seharusnya kita beriskap pada saat umat Kristiani merayakan hari keagamaan mereka.
Artikel ini khusus saya tujukan kepada sesama Muslim, dan yang akan saya undang ke artikel ini hanya yang jelas ke-Islaman-nya. Bila “undangan” saya salah sasaran, karena mereka tidak menggunakan nama baptis, dan tiba-tiba “nyelonong” ke lapak anda, harap abaikan saja dan tak perlu dibaca. Tapi bila anda ingin tau alasan mengapa saya dan teman-teman yang sepaham TIDAK MENGUCAPKAN “Selamat Natal”, maka artikel ini dapat dipakai sebagaijawabannya.
Bagi saudara-saudara saya sesama Muslim, tapi mempunyai pandangan yang berbeda, dalam arti bahwa hanya sekedar mengucapkan “Sekamat Natal” tidak apa-apa, seperti pendapat teman-teman dari Jemaah Islam Liberal (JIL) dan kelompok yang sepaham dengan itu, termasuk Din Syamsyuddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah, silahkan saja. Perlu diketahui bahwa tidak semua anggota Muhamamdiyah sependapat dengan Ketua Umum mereka.
Karena kita bukan ahlinya, lebih baik kita merujuk pendapat ulama. Berikut adalah penadapat seorang ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah, dari kumpulan risalah (tulisan) dan fatwa beliau (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin), 3/28-29, no. 404.
Mengucapkan “Selamat Natal”
Beliau rahimahullah pernah ditanya,
“Apa hukum mengucapkan selamat natal (Merry Christmas) pada orang kafir (Nashrani) dan bagaimana membalas ucapan mereka? Bolehkah kami menghadiri acara perayaan mereka (perayaan Natal)? Apakah seseorang berdosa jika dia melakukan hal-hal yang dimaksudkan tadi, tanpa maksud apa-apa? Orang tersebut melakukannya karena ingin bersikap ramah, karena malu, karena kondisi tertekan, atau karena berbagai alasan lainnya. Bolehkah kita tasyabbuh (menyerupai) mereka dalam perayaan ini?”
Beliau rahimahullah menjawab :
Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca : ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya ‘Ahkamu Ahlidz Dzimmah’. Beliau rahimahullah.
“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.
Dari penjelasan di atas, maka dapat kita katakan bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar [39] : 7)
Allah Ta’ala juga berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al Maidah [5] : 3)
Menghadiri “Perayaan Natal”
Adapun seorang muslim memenuhi undangan perayaan hari raya mereka, maka ini diharamkan. Karena perbuatan semacam ini tentu saja lebih parah daripada cuma sekedar memberi ucapan selamat terhadap hari raya mereka. Menghadiri perayaan mereka juga bisa jadi menunjukkan bahwa kita ikut berserikat dalam mengadakan perayaan tersebut.
Bagaimana Hukum Menyerupai Orang Nashrani dalam Merayakan Natal?
Begitu pula diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan (yang disimbolkan dengan ‘santa clause’ yang berseragam merah-putih, lalu membagi-bagikan hadiah, pen) atau sengaja meliburkan kerja (karena bertepatan dengan hari natal). Alasannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim mengatakan,
“Menyerupai orang kafir dalam sebagian hari raya mereka bisa menyebabkan hati mereka merasa senang atas kebatilan yang mereka lakukan. Bisa jadi hal itu akan mendatangkan keuntungan pada mereka karena ini berarti memberi kesempatan pada mereka untuk menghinakan kaum muslimin.” -Demikian perkataan Syaikhul Islam-
Barangsiapa yang melakukan sebagian dari hal ini maka dia berdosa, baik dia melakukannya karena alasan ingin ramah dengan mereka, atau supaya ingin mengikat persahabatan, atau karena malu atau sebab lainnya. Perbuatan seperti ini termasuk cari muka (menjilat), namun agama Allah yang jadi korban. Ini juga akan menyebabkan hati orang kafir semakin kuat dan mereka akan semakin bangga dengan agama mereka.
Allah-lah tempat kita meminta. Semoga Allah memuliakan kaum muslimin dengan agama mereka. Semoga Allah memberikan keistiqomahan pada kita dalam agama ini. Semoga Allah menolong kaum muslimin atas musuh-musuh mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Kuat lagi Maha Mulia.
Merayakan “Natal Bersama”
Fatwa berikut adalah fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi) no. 8848.
Pertanyaan : Apakah seorang muslim diperbolehkan bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam perayaan Natal yang biasa dilaksanakan pada akhir bulan Desember? Di sekitar kami ada sebagian orang yang menyandarkan pada orang-orang yang dianggap berilmu bahwa mereka duduk di majelis orang Nashrani dalam perayaan mereka. Mereka mengatakan bahwa hal ini boleh-boleh saja. Apakah perkataan mereka semacam ini benar? Apakah ada dalil syar’i yang membolehkan hal ini?
Jawab :
Tidak boleh bagi kita bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam melaksanakan hari raya mereka, walaupun ada sebagian orang yang dikatakan berilmu melakukan semacam ini. Hal ini diharamkan karena dapat membuat mereka semakin bangga dengan jumlah mereka yang banyak. Di samping itu pula, hal ini termasuk bentuk tolong menolong dalam berbuat dosa. Padahal Allah berfirman,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al Maidah [5] : 2)
Semoga Allah memberi taufik pada kita. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, pengikut dan sahabatnya.
Ketua Al Lajnah Ad Da’imah : Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, kita dapat menarik beberapa kesimpulan :
Pertama, Kita –kaum muslimin- diharamkan menghadiri perayaan orang kafir termasuk di dalamnya adalah perayaan Natal. Bahkan mengenai hal ini telah dinyatakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia sebagaimana dapat dilihat dalam fatwa MUI yang dikeluarkan pada tanggal 7 Maret 1981.
Kedua, Kaum muslimin juga diharamkan mengucapkan ‘selamat natal’ kepada orang Nashrani dan ini berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim. Jadi, cukup ijma’ kaum muslimin ini sebagai dalil terlarangnya hal ini. Yang menyelisihi ijma’ ini akan mendapat ancaman yang keras sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”(QS. An Nisa’ [4] : 115). Jalan orang-orang mukmin inilah ijma’ (kesepakatan) mereka.
Oleh karena itu, yang mengatakan bahwa Al Qur’an dan Hadits tidak melarang mengucapkan selamat hari raya pada orang kafir, maka ini pendapat yang keliru. Karena ijma’ kaum muslimin menunjukkan terlarangnya hal ini. Dan ijma’ adalah sumber hukum Islam, sama dengan Al Qur’an dan Al Hadits. Ijma’ juga wajib diikuti sebagaimana disebutkan dalam surat An Nisa ayat 115 di atas karena adanya ancaman kesesatan jika menyelisihinya.
Ketiga, tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir untuk mengucapkan selamat hari raya.
Keempat, membantu orang Nashrani dalam merayakan Natal juga tidak diperbolehkan karena ini termasuk tolong menolong dalam berbuat dosa.
Kelima, diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan dalam rangka mengikuti orang kafir pada hari tersebut.
Demikianlah beberapa fatwa ulama mengenai hal ini. Semoga kaum muslimin diberi taufik oleh Allah untuk menghindari hal-hal yang terlarang ini. Semoga Allah selalu menunjuki kita ke jalan yang lurus dan menghindarkan kita dari berbagai penyimpangan. Hanya Allah-lah yang dapat memberi taufik.
Bagaimana caranya menghindari “rasa tidak enak” kepada teman-teman Kristiani tanpa mengucapkan “Selamat Natal”?. Sebaiknya kita istirahat saja di rumah. Tidak perlu ke luar rumah. Penulis ingat ketika masih kuliah di Australia selama dua tahun untuk menghindari mengucapakan “Mary Christmas”,. yaitu bersama teman-teman Muslim dari Malaysia, kami jalan ke luar kota, sekalian rekreasi. Kalau tanggal 25 Desember telah berlalu, kan semua beres?
Wallahu’alam. Hanya Allah yang tahu. Semoga Allah meredhoinya. Amin.
Depok, 23 Desember 2010
Bakaruddin Is
Dari berbagai sumber di internet
Baca Bagian Kedua dari Dua Tulisan:
Beda Pendapat tentang Ucapkan Selamat Natal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H