Mohon tunggu...
Bakaruddin Is
Bakaruddin Is Mohon Tunggu... -

Saya pensiunan PNS di Departemen Pertanian, pendidikan terakhir Faculty of Agriculture and Forestry, Univesity of Melbourne, Australia. Saat ini giat dalam kegiatan Dakwah dan Tabligh serta menjalankan bisnis Air Oxy http://www.my-oxy.com/?id=rudinis dan kalung/ gelang biomagnet http://www.biomagwolrd.com 0815 910 5151

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hubungan Indonesia-Malaysia: Benci tapi Rindu

24 September 2010   01:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:01 2399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hubungan antara Indonesia dengan Malaysia bagaikan judul sebuah lagu yang dicipatkan oleh Rintho Harahap yang pernah popular beberapa tahun yang lalu, yaitu “Benci Tapi Rindu”. Di satu saat terkadang saling membenci, tapi di lain saat kedua Negara saling merindukan karena saling membutuhkan.

Indonesia dan Malaysia Sesungguhnya Bersaudara

Ya, memang begitulah kenyataannya, hubungan antara dua “Negara Melayu”, yang sebenarnya masih bersaudara ini “naik turun”. Dari segi darah, khususnya etnis Melayu, banyak warga Malaysia adalah keturunan dari Indonesia, baik dari Sumatera, Jawa, Kalimantan maupun Sulawesi). Sebagai contoh di Negeri Sembilan, salah satu Negara bagian Malaysia, banyak sekali warganya yang keturunan Sumatera Barat.

Namun hubungan tersebut sering terjadi pasang dan surut. Terkadang baik, namun tidak jarang pula terjadi ketegangan-ketegangan. Penyebab utama ketegangan tersebut antara lain, masalah komplain perbatasan, masalah tenaga kerja, masalah hak cipta, dan lain sebagainya.

Indonesia yang memperoleh kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 melalui suatu Proklamasi Kemerdekaan melawan penjajah Belanda oleh Soekarno-Hatta, dengan jumlah penduduk yang jauh lebih banyak dengan luas wialayah yang jauh lebih luas dibanding dengan Malaysia, selama ini dianggap sebagai “kakak” atau saudara tua. Sementara itu Malaysia, yang merdeka lebih belakangan setelah menerima “hadiah” kemerdekaan dari Inggris pada 15 Agustus 1947, dianggap sebagai “adik” atau saudara muda.

Namun sejarah membuktikan, bahwa Malaysia yang awalnya serba nomor dua dibandingkan dengan Indonesia, termasuk dalam bidang pendidikan, ekonomi dan pembangunan, tiba-tiba melejit melampaui Indonesia. Selama 20 tahun Indonesia dipimpin oleh Soekarno, lalu 32 tahun dipimpin oleh Soeharto, yang disususl oleh Habibie, Gus Dur, Megawaty dan SBY, kemajuan pendidikan dan ekonominya bagaikan “jalan di tempat”, sedangkan Malaysia maju dengan pesat, bahkan Malaysia telah mentargetkan bahwa tahun 2020 akan menjadi Negara maju dengan income per capita per tahun US $ 15.000.

Kemajuan ekonomi ini memacu pembangunan yang luar biasa di Malaysia yang dapat dilihat dari pembangunan Gedung Kembar Petronas di Kuala Lumpur, yang merupakan salah satu dari Gedung Pencakar Langit tertinggi di dunia, sementara Pertamina tidak punya apa-apa. Sekarang Indonesia sudah net importer dalam minyak bumi, tak mampu bersaing dengan Petronas, perusahaan minyak Malaysia.

Begitu juga dengan pembangunan sarana dan prasana seperti jalan, jembatan, airport, Indonesia tertinngal jauh dari Malaysia. Dalam bidang industri dan peradagangan pun Indoensia kalah dari Malaysia.

Dalam bidang pendidikan-pun Indonesia juga ketinggalan dari Malaysia. Saat ini lebih banyak mahasisiswa dan pelajar yang kuliah dan belajar di Malaysia, kecuali pesantren, Indonesia masih uanggul, dan masih banyak santri Malaysia yang “mondok” di pesantren-pesantren Indonesia. Tapi mungkin beberapa tahun lagi, santri-santri Indonesia juga akan belajar ke Malaysia. Padahal dahulu, di era tahun 1980-an, banyak sekali mahasiswa Malaysia yang belajar di Indonesia seperti di Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Bandung (ITB), dlsb. Saat ini keadaan menjadi terbalik, jistru Malaysia yang “mengajari” Indonesia. “How come?”. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?.

Ini semua tidak lain karena kepemimpinan di Indonesia yang buruk, korup, haus kekuasaan, hanya mementingkan diri sendiri dan golongan. Soekarno selama puluhan tahun berkuasa dari tahun 1945 s/d 1965, hanya mementingkan politik luar negeri. Kita masih ingat bagaiamana Soekarno berkonfrontasi dengan Amerika dengan membentuk aliansi dengan Uni Sovyet atau Rusia, pernah mendirikan The New Emerging Forces untuk meyaingi PBB, bahkan Indonesia dibawah Soekarno pernah keluar dari PBB. Indonesia juga pernah mmbuat Olimpiade tandingan dengan nama Ganefo (Games of the New Emerging Forces) yang diselenggrakan di Jakarta tahun 1964. Itu semua sangat menguras potensi ekonomi Indonesia.

Setelah lepas dari “harimau”, Indonesia masuk dalam perangkap “buaya”. Dimulai dengan meletusnya G-30-S PKI, Soeharto mengambil alih kekuasaan. Soeharto yang di awal kekuasaannya tampak baik dan menjanjjikan pertumbuhan ekonomi yang baik bagi Indonesia, ternyata selama 32 tahun, tidak melakukan apa-apa terhadap kesejahteraan rakyat Indonesia. Dia hanya membangun kerajaan bisnis keluarga dan kroni-kroninya saja.

Bayangkan selama lebih dari setengah abad, Indonesia hanya mempunyai dua orang Presiden, Soekarno dan Soeharto, dan hampir tidak melakukan apa-apa untuk meningkatkan penghasilan dan kesejahtrean rakyat banyak. Tak heran, bila akhirnya Indonesia “disalib” oleh Malaysia dalam segala bidang kehidupan, termasuk dalam bidang ekonomi dan pembangunan.

Setelah kejatuhan Soeharto 1998, yang akhirnya menjadikan Indonesia sebagai salah satu Negara Demokratis terbesar di dunia dengan jumlah pendudk lebih 238 juta jiwa, keadaan ekonomi Indonesia tidak membaik secara cukup signifikan. Sudah beberapa kali ganti presiden, mulai Habibi, Gus Dur, Megawati dan SBY yang yang dipilih langsung oleh rakyat, Indonesia masih “jalan di tempat”.

Hutang luar negeri Indonesia makin banyak, teringgi sepanjang sejarah, dan tahun 2010 sudah mendekati Rp.2.000 triluan atau Rp. 2.000.000.000.000.000 atau US $ 174.041 miliar (Kompas, 16 April 2010), atau setiap orang Indonesia mempunyai hutang luar negeri lebih Rp.8,5 juta per kepala.

Malaysia Ingin Menjadi Saudara Tua

Setelah Malaysia mencapai kemajuan pembangunan terutama dalam bidang ekonomi yang jauh melampaui Indonesia, maka Malaysia ingin menunjukkan kepada dunia bahwa mereka lebih baik daripada Indonesia. Dengan income per kapita yang lebih tinggi dari Indonesia, Malaysia mulai membanguan kekuatan senjata yang lebih canggih dan kuat, yang disebut Tentara Diraja Malaysia. Walaupun belum pernah terbukti, dapat mengungguli TNI, tapi dengan peralatan dan persenjataan yang lebih kuiat dan canggih, Malaysia mulia berani “bermain-main” dengan Indonesia.

Berkali-kali Angkatan Laut Diraja Malaysia melakukan pelanggran batas teritorial Indonesia. Indonesia masih menahan diri, tidak jelas apa alasannya, apakah diplomasi damai atau karena takut karena sadar akan kekuatan persenjataan-nya, Indonesia selalu berusaha menghindar berhadapan langsung secara fisik dengan Tentara Diraja Malaysia.

Tapi apakah hal ini akan dibiarkan terus? Rakyat Indonesia sudah tidak sabar. Setiap kali ada ketegangan antara Malaysia dan Indonesia, ribuan sukarelawan sudah mendaftar untuk diberangkatkan ke Malaysia. Rakyat Indonesia yang dengan gigih merebut kemerdekaannya dari Belanda yang menjajah Indonesia selama 350 tahun, dan penjajahan Jepang yang dengan sangat kejam menguasai Indonesai lebih dari 3 tahun, merasa tidak mungkin kalah dari Malaysia, walupun peralatan perang Malaysis lebih canggih.

Hanya saja, yang perlu dipertimbangkan oleh Indonesia, bila berperang dengan Malaysia adalah kekuatan Negara-negara Persemakmuran yang dipimpin oleh Inggris yang dikenal sebagai Negara-negara Commonweatth (Negara Persemakmuran). Indonesia bukan hanya akan menghadapi Malaysia, tapi juga Singapura, Brunei, Australia, Selandia Baru dan puluhan Negara Commonwealth lainnya, karena mereka tergabung dalam suatu fakta pertahanan bersama, sedangkan Indonesia sebagai bekas jajahan Belanda akan berjuang sendirian. Hanya PBB yang dapat membantu Indonesia.

Mungkin itulah pertimbangannya, mengapa SBY tampak “loyo”, yak bisa berbuat apa-apa terhadap provokasi Malaysia dengan melanggar batas territorial Indonesia baik di darat maupun di laut. Tapi apakah rakyat Indonesia yang dengan gagah berani telah merebut dan mempertahnakan kemerdekaan negara tercinta ini dengan darah dan nyawa akan diam saja? Rasanya tidak, lebih baik kita mati dalam kemuliaan, daripada hidup dalam kehinaan.

Saling Membutuhkan

Sebenranya kedua Negara Indonesia dan Malaysia saling membutuhkan, terutama dalam bidang ekonomi dan tenaga kerja. Malaysia yang pertumbuhan ekonominya salah satu yang teringgi di dunia, dimana Malaysia telah mentargetkan akan menjadi Negara baju pada tahun 2020, membutuhkan tenaga kerja yang banyak dari Indonesia yang lebih murah dan lebih patuh dari pekerja dari Negara lain, baik tenaga terampil dalam berbagai industri, maupun sebagai pembantu rumah tangga (PRT).

Di lain pihak, Indonesia dengan penduduk lebih 230 juta jiwa, karena pemerintah Indonesia belum mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup bagi rakyatnya, maka kesempatan untuk bekerja di luar negeri, merupakan salah satu solusi untuk mengatasi atau setidaknya mengurangi angka pengangguran.

Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja, jumlah TKI dan TKW, lebih dari tiga juta orang bekerja di luar negeri pada tahun 2009, yang dapat memasukkan devisa Negara sebesar US $ 6, 6 miliar. Jumlah terbesar TKI atau 1,2 juta orang berada di Malaysia. Jumlah pekerja Indonesia di Malaysia mungkin jauh lebih besar lagi, bisa mencapai 2 juta orang, karena banyak pekerja Indonesia merupakan pendatang “haram” di Malaysia, yang tidak tercatat resmi baik di kedutaan maupun di Kementerina Tenaga Kerja.

Pengusaha Malaysia memang senang mempekerjakan TKI dan TKW, karena disamping mereka cukup terampil, juga lebih penurut dan tidak “hitung-hitungan” dalam bekerja, terutama sebagai pembantu rumah tangga. Sangat berbeda dengan tenaga dari Negara lain seperti Filipina, yang tidak mau melakukan tugas ekstra diluar “job” yang telah dicantumkan dalam perjanjian kerja.

Disamping itu tenaga kerja Indonesia mau dibayar lebih rendah daripada upah buruh Negara-negara lain. Maklum, tingkat upah di Indonesia sangat rendah, sehingga mereka merasa senang mendapat upah yang lebih tinggi di luar negeri, walaupun hal itu biaya hidup di Malaysia juga lebih tinggi dibanding dengan di Indonesia.

Namun demikian, karena banyak TKI dan TKW yang masuk ke Malaysia secara “haram” (istilah Malaysia untuk tenaga kerja illegal), maka banyak terjadi eksploitasi tenaga kerja Indonesia di sana, karena mereka dikejar-kejar pihak Imigrasi dan Kepolisian Malaysia, sehgingga mereka mau dibayar rendah, bahkan banyak yang tidak digaji, hanya mendapat jatah makan saja.

Ada praktek lain, yang menyebabkan banyak tenaga kerja Indonesia, yang menyebabkan mereka menjadi tenaga kerja haram, walaupun saat masuk ke Malaysia, mereka adalah tenaga kerja resmi dengan dokumen lengkap. Saat mereka tiba di Malaysia, semua paspor dan visa dipegang oleh agent atau majikan. Bila mereka tidak betah karena upah yang rendah atau tidak digaji atau karena disiksa atau karena sebab lain, bila mereka melarikan diri tentu saja tanpa dokumen, sehingga mereka menjadi tenaga kerja haram.

Keadaan seperti ini memaksa para TKI dan TKW tersebut, mereka mau bekerja di mana saja dengan upah sangat rendah, termasuk dalam Perkebunan Kelapa Sawit atau sebagai buruh bangunan atau pembantu rumah tangga. Walaupun sudah bekerja di Malaysia puluhan tahun, para pekerja seperti ini tentu tidak akan mampu mengumpulkan uang untuk dibawa ke tanah air, sebagaimana cita-cita mereka untuk memperbaiki taraf hidup, sebelum berangkat ke Malaysia sebagai TKI atau TKW. Sungguh sangat menyedihkan.

TKI dan TKW yang tanpa dokumen ini sangat disukai oleh para pengusaha Malaysia, karena para TKi dan TKW mau dan harus mau dibayar dengan upah yang sangat rendah, sehingga lebih menguntungkan para pengusaha Malaysia yang rakus dan kejam itu.

Hal ini sebenarnya sudah lama diketahui oleh pemerintah Indonesia dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Malaysia, namun mereka diam, bisu dan tuli, tidak peduli dengan nasib warganya yang teraniaya dan terhina di negeri orang, sementara mereka (Duta Besar dan stafnya) tetap menikmati gaji dan tunjangan yang tinggi dari Pemerintah. Sungguh menyedihkan dan meyebalkan bukan?.

Kerjasama Dalam Industri Kelapa Sawit

Indonesia dan Malaysia adalah dua Negara penghasil minyak Kelapa Sawit terbesar di dunia. Kalau tidak salah, lebih dari 90 persen produksi minyak Kelapa Sawit dihasilkan oleh kedua Negara jiran ini.

Kelapa Sawit bermula dan berasal dari Indonesia. Tapi lagi-lagi, karena kepiawaian Malaysia dan reseach dan teknologi termasuk dalam indisurti Kelapa Sawit, maka saat ini industri Kelapa sawit Malaysia sedikit lebih maju daripada Indonesia, terutama dalam produktivitas per hektar-nya, karena Malaysia telah berhasil “menciptakan” benih yang lebih unggul daripada yang dihasilkan Indonesia melalui Pusat Penelitian Kelapa Sawit yang berpusat di Medan, Sumatera Utara.

Namun demikian, kerjasama antara kedua Negara dalam indsutri Kelapa Sawit masih sangat terbuka, terutama dalam menghadapi pihak Barat termasuk Amrerka Serikat dan sebagian Negara-negara Eropa, yang melakukan “black campagn”, bahwa industri Kelapa Sawit menyebabkan kerusakan lingkungan hidup (merusak hutan tropis) dan menyatakan bahwa minyak kelapa sawit kurang sehat dibanding minyak kedelai (Maklum Amerika Serikat adalah produsen minyak kedelai terbesar dunia-takut tersaingi dengan minyak sawit yang lebih murah)

Dari segi pekerja di kebun-kebun Kelapa Sawit, para pengusaha Malaysia sangay membutuhkan para pekerja Indonesia karena menurut informasi yang penulis penulis, warga Malaysia enggan bekerja di perkebunanan Kelapa Sawit, terutama untuk pekerjaan-pekerjaan "kasar". Para pekerja Indonesia, disampning mau dibayar dengan upah yang jau lebih murah (apalagi pendatang haram), mereka juga rajin bekerja.

Di samping itu, karena lahan di Malatsia sudah sangta terbatas untuk membuka perkebunan baru, maka banyak pengusaha Malaysia yang telah membuka perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia, terutama di Sumatera dan Kalimantan.

Indonesia Sebagai Pasar Yang Besar bagi Malaysia

Dengan jumlah penduduk di atas 230 juta jiwa, maka Indonesia merupakan pasar yang sangat besar bagi produk-produk Malaysia, termasuk mobil nasional mereka, Proton yang sudah masuk ke Indonesia. Malaysia juga sudah mulai memasarkan BBM-nya di Indonesia, walaupun saat ini masih terhambat oleh sistem subsidi BBM di Indonesia.

Dengan begitu dekatnya jarak Indonesia-Malaysia, apalagi di perbatasan Kalimantan, tentu saja lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak untuk melakukan perdagangan secara bilateral, karena biaya transportasi pasti lebih murah disbanding dengan Negara lain. Di perbatasan di Kalimantan, barang-barang tersebut dapat diangkut dengan jalan darat.

Bidang Pendidikan

Disamping itu, Malaysia membuka seluas-luasnya kesempatan belajar bagi pelajar dan mahasiswa Indonesia. Hal ini sangat potensial dan sudah terbukti begitu banyak pelajar dan mahasiswa Indonesia saat ini yang sedang menuntut ilmu di Malaysia.

Dengan terbatasnya daya tampung perguruan tinggi negeri di Indonesia, maaka banyak mahasiswa yang “lari” ke Malaysia, karena biaya kuliah di Perguruan Swasta bermutu di Indonesia tidak berbeda atau bisa lebih mahal daripada di Malaysia.

Masalah lain yang sering dihadapi pelajar dan mahasiswa Indonesia di luar negeri biasanya adalah soal makanan. Dengan Malaysia yang budayanya hampir sama dengan Indonesia, khususnya masakan Melayu, tentu saja menjadi factor yang sangat menguntungkan bagi pelajar dan mahasiswa Indonseia.Penulis ingat, betapa sulitnya mencari restoran yang menjual masakan Indonesia saat kuliah di Australia dan “short course” di India saat masih kuliah dan masih berdinas dulu.

Masalah bahasa juga sangat menguntungkan, karena Bahasa Indonesia hampir sama dengan Bahasa Malaysia, tidak perlu kursus Bahasa Inggris dulu seperti halnya belajar di Negara lain.

Tak Kenal Maka Tak Benci

Pada bagian akhir artikel ini, saya sampaikan penuturan mantan seorang TKI di Malaysia yang penulis dapatkan beberapa tahun yang lalu. Inilah kisah lengkapnya dengan penyempurnaan bahasa dari saya:

“Biasanya, kita sering denger kata-kata: “Tak kenal maka tak saying”, karena sesuatu yang layak untuk disayang kadang-kadang tidak tereksplore karena tak dikenal. Begitu juga sebaliknya, menurut saya, kadang-kadang sesuatu yang patut dibenci tidak dibenci karena tidak dikenali. Maksudnya adalah, kalau tidak cukup kenal maka pasti tidak dibenci.

Begini ceritanya:

11 Juli 2006

Pertama kali saya datang ke Malaysia, begitu terpukau dengan infrastruktur yang megah, mulai dari airport-nya saja Kuala Lumpur International Airport (KLIA) sudah Wah… Shuttle train yang menghubungkan antar terminal, begitu spektakuler, jauh dari bayangan saya, kok Malaysia bisa ya??.

Timbul rasa sedih mengapa Indonesia tidak bisa seperti Malaysia. Saya kagum dengan negara tetangga itu. Ternyata bisa juga, dan saya yakin kalau Malaysia bisa, Indonesia pasti juga bisa, tinggal tunggu waktu. Kekaguman saya tidak berhenti sampai saya meninggalkan KLIA. Setelah itupun decak kagum terus menerus saya lontrakan. Segala sesuatunya yakni dari mulai transportasi publik, jalanan, gedung, dll sudah sangat rapi. Saya ingin kembali!!!! Balik dan bekerja di Malaysia (dasar TKW!!!)

14 Agustus 2006.

Senangnya saya bisa kembali ke Malaysia untuk bekerja. Saya yakin hidup akan menyenangkan disini. Negara tetangga, ras serumpun, kota yang relatif rapih dan bersih, begitu menyenangkan dalam angan-angan dan harapan saya!!!

Kanyataannya… ternyata jauh dari bayangan yang ada di benak saya. Hari demi hari saya makin mengenal negara dan kota ini. Semakin saya mengenalnya, semakin saya membencinya. Dari mengawali hari-hari, seringkali rasa sakit hati yang muncul.

Misalnya ketika menunggu bus, dan karena pada awalnya layaknya orang baru, pastilah saya akan bertanya tentang informasi transportasi. Ketika bertanya dengan supir bus, pertama saya kaget sekali, dia tiba-tiba membentak saya, marah-marah dan tidak menjawab, lalu langsung menutup pintu busnya!

Anjing gak sopan! supir metro Batak saja yak pernah gituin guwe!!!! Dan hari-kehari saya semakin tahu, entah hobi, entah karakter mereka memang tidak ramah dan tidak sopan.

Bukan itu saja, perilaku ini juga menjadi kebiasaan bagi supir taksi di Malaysia. Sudah 1000 juta kali saya dimaki-maki, diturunkan supir taksi di tengah-tengah antah berantah, ditanya hal-hal jorok, pokoknya Gilaaaaaaa! !! Tidak akan ada
habisnya menceritakan supir-supir taksi yang sakit jiwa itu. Dan mereka juga seneng banget nggak pake argo!!

Hal lainnya adalah Stereotiping orang INDON. Sudah 1000 juta kali percakapan dengan orang Malaysia, mereka menduga saya orang Sabahatau Filipina. Karena dialeknya aneh, tapi pakaian saya tidak seperti orang Indon (mereka menstereotipekannya dengan pembantu rumah tangga, buruh, dan pekerja sektor informal lainnya).

Lantas kalaupun iya, apa salahnya??? Kenapa mereka begitu merendahkan orang Indonesia? Seolah-olah kalaupun iya, TKI itu hal yang najis. Padahal demand pekerja disektor ini begitu besar! Dan pekerja disektor ini juga banyak dari Bangladesh, India dan sebagian kecil Vietnam. Lantas kenapa dengan Indonesia ??? Apa salahnya??? Kenapa mereka begitu underestimated? ?Begitu jijik?? Begitu merendahkan orang Indonesia? ?

Bagi mereka yang tinggal cukup lama di Malaysia, pasti benci dengan negara ini. Selama ini belum pernah saya menemukan ada orang Indonesia yang tinggal di Malaysia dan cinta Malayasia. Bahkan begitu juga dengan teman-teman saya yang menikah dan memiliki anak warga negara Malaysia. Mereka memiliki perasaan yang sama, yakni benci dengan karakter orang Malaysia ( Bukan benci anaknya lho)

Tulisan ini bukan untuk menyebarkan kebencian, tapi sekedar black campaign untuk orang-orang Indonesia yang gemar belanja Vincci ke sini. Stop berikan income pada Malaysia. Mereka hanyalah bisa memandang Indonesia dengan sebelah mata dan memicingkannya serta mengrenyitkan dahi sambil berfikir “bodohnya orang Indon!!.

Saya ingin menceritakan banyaknya perlakuan ketidak-adilan dan hal-hal yang sangat merendahkan orang Indonesia oleh rakyat Malaysia, tapi apalah daya. Pokoknya indikatornya adalah, Indonesia telah diangkat sebagai Dewan HAM pada 2007, sedangkan Malaysia telah di black List oleh PBB karena ketidak-seriusannya menangani migrant worker dan pelanggaran HAM terhadap buruh migran (Orang-orang Indonesia yang ada di Malaysia).

Pemerintahnya pun, melalui sensor media (berita-berita yang dikontrol pemerintah di Malaysia) terlihat sekali pemerintah Malaysia membenci Indonesia. maka pandangan rakyatnya terbentuk melalui berita-berita media itu, yang isinya tidak jauh dari, Indon Rampok, pekerja seks, dllllllllll. SETIAP HARI!!!! Tidak berdasarkan FAKTA HANYA DUGAAN, Contoh, jika terjadi kriminalitas seringkali ada kata-kata “diduga orang indon”. Padahal baru dugaan, dan katanya mirip orang Indon, emangnya mereka bukan dari ras Melayu?? Gimana membedakannya???

Selain itu rakyat Indonesia yang datang pada tahun 60-an untuk membantu Malaysia membangun kotanya Kuala Lumpur, kini banyak yang stateless. Mereka yang diterima dengan tangan terbuka tanpa dokumen, diberikan SAP, surat akuan paspor dan diberikan IC merah tapi banyak yang meminta kewarganegaraan ditolak.

Setelah Malaysia maju, mereka semua yang memiliki IC merah, bisa memperpanjang IC-nya jika memiliki paspor (buka SAP), Lantas bagaimana bisa, mereka sudah diberikan SAP, sudah lebih dari 5 tahun tidak memiliki paspor di luarnegeri, maka kewarganegaraan Indonesianya telah hilang, tidak bisa bikin paspor Indonesia lagi, dan Malaysia menuntut mereka harus memiliki paspor untuk memperpanjang IC. Bukankah itu tindakan yang luarbiasa jahat dari pemerintah MALAYSIA, setelah mereka membantu Malaysia membangun???

Selain itu seringkali saya mengalami kejadian aneh. Bagi anak-anak TKI jika ingin bersekolah di sekolah Malaysia harus mengisi formulir bukan warganegara. Lucunya ini juga sering terjadi bagi anak-anak TKI yang telah memiliki kewarganegaraan Malaysia. Mereka disuruh mengisi formulir bukan warganegara dan meminta surat dari kedutaan yang menyatakan mereka warganegara Indonesia, padahal mereka berpaspor merah.

Sering saya tekankan pada orang tuanya bahwa anaknya itu warga negara Malayusia, prosedurnya harus sama dengan warganegara lainnya. Saya minta gurunya membaca formulir itu, sambil saya garis bawahi tulisan FORMULIR BUKAN WARGANEGARA. Kata mereka, mereka telah mempertanyakan itu pada pihak sekolah, tetapi mereka dimarahi dan disuruh ikuti prosedur. ANEH!!!! GAk bisa baca apa?.Emang jahat banget sih!!!

(Bagian yang biru ditulis oleh seorang WNI yang pernah kerja di Malaysia tanpa mencantumlan nama, dikutip oleh Satrio Arismunandar di milist jurnalisme)

Catatan Akhir:

Melihat begitu saling ketergantungan antara kedua negara, Indonesia dan Malaysia, penulis yakin bahwa, seburuk apapun hubungan antara kedua negara, tidak akan pernah terjadi perang secara terbuka, karena akan lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya.

Dan faktor lain adalah, bila terjadi perang terbuka antara kedua negara, makalebih menyedihkan lagi, karena sebagian warga kedua negara masih ada hubungan keluarga dan kekerabatan yang kuat dan kental baik karena keturunan maupun karena pernikahan.

Semoga Allah selalu memberikan bimbingan kepada para pemimpin kedua Negara agar lebih bijak dalam membuat keputusan, dan warga Negara dari kedua Negara dapat lebih saling menghoramati dan menghargai sebagai makhluk Allah. Jangan pernah ada lagi tindakan-tindakan yang zolim di antara kita. Lebih baik bersahabat dan bersaudara daripada bermusuhan.

Peace

Semoga.

Depok, 24  September 2010

Bakaruddin Is

Baca juga artikel sebelumnya:

Malaysia Makin Merajalela Melecehkan dan Menghina Indonesia

http://politik.kompasiana.com/2010/09/22/malaysia-makin-merajalela-melecehkan-dan-menghina-indonesia/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun