Vonis terhadap Antasari Azhar, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, telah dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yaitu 18 tahun penjara pada hari Kamis, 11 Februari.
Keputusan ini tentu saja membuat Keluarga Antasari sedikit “lega”, walaupun tidak puas. Mereka mengharapkan Antasari bebas tentu saja. Tapi vonis ini jauh ”lebih ringan” daripada tuntutan Jaksa, yakni hukuman mati. Setidak-tidaknya, Antasari untuk sementara luput dari maut. Masalahnya pihak Jaksa masih mengajukan banding. Begitu juga pihak Antasari.
Sementara itu, di pihak lain, keluarga Nasruddin, juga sangat tidak puas. Hal ini bisa dilihat dari tayangan langsung Metro TV, yang menggambarkan betapa kecewanya mereka, baik ibu kandung Nasruddin, istri, adik-adik dan anaknya. Mereka menginginkan agar Antasari dihukum seberat-beratanya, hukuman mati
Peristiwa pembacaan vonis Antasari bersama tiga tersangka lain dalam sidang yang berbeda di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu, menadapat perhatian yang sangat luar biasa dari masyarakat, media, baik media elektronik maupun media cetak. Masalahnya, ini merupakan salah satu kasus terbesar di tanah air, yang menyita banyak perhatian publik. Bagaimana tidak?. Seorang Antasari, mantan Ketua KPK yang selama ini sangat terkenal karena ”gebrakan-gebrakannya” yang menggemparkan dalam memberantas korupsi yang sudah sangat kronis di negeri tercinta ini, tiba-tiba diadili karena dakwaan pembunuhan berencana.
Masyarakat ingin tahu, apakah pembunuhan berencana Nasruddin ini, memang ada rekayasa untuk ”mematikan” KPK oleh pihak-pihak tertentu, para koruptor kelas kakap tentu saja, dan mungkin juga para oknum penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, mafia peradilan), yang selama ini banyak ”diuntungkan” dengan banyaknya kasus korupsi kelas berat di tanah air. Kita masih ingat tentang kasus ”Cicak versus Buaya”, kasus Bibit dan Chandra, kasus Bank Century, kasus Anggoro dan Anggodo, kasus Seno Aji, dlsb, yangsebenarnya ada keterkaitan satu sama lain, baik langsung atau tidak langsung, baik diakui ataupun tidak..
Kita sebagai rakyat, Cuma bisa ”bengong”, yang benar itu siapa dan yang salah itu siapa? Yang jujur itu siapa, yang bohong siapa?. Yang jelas dan pasti adalah, Nasruddin telah meninggal dunia, ditembak oleh seseorang atau sekelompak orang yang profesioanl. Keluarganya meradang, ingin agar para pelaku pembunuhan dan yang ”menyuruh” membunuh, harus mati juga. Dan ini wajar, hukum Qisas (nyawa bayar nyawa). Tapi masalahnya, siapa pelaku pembunuhan itu dan siapa ”arsitek” yang sebenarnya?. Ini yang masih sangat gelap. Hanya Allah, Tuhan dan si pelaku itu sendiri yang tahu.
Kita hanya berharap agar pihak pengadilan, yang sesuai dengan ”namanya”, harus benar-benar berbuat adil, jangan memihak, apalagi ”menerima order” dari seseorang atau pihak/ tertentu untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Ingat, apabila anda orang yang percaya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, maka takutlah kepada-Nya. Takutlah pada suatu hari, dimana tidak ada lagi rekayasa, tidak ada lagi kebohongan, tidak ada lagi fitnah. Yang ada hanya kejujuran. Pada saat itu mulut kita sudah tidak bisa bicara lagi. Yang bisa bicara dan menjadi saksi yang jujur adalah anggota badan kita...
Tangan kita akan mengaku, apa yang telah diperbuatnya, termasuk perbuatan maksiat dan jahat. Kaki akan bicara, kemana dia melangkah. Mata akan bicara, apa yang dia saksikan. Telinga akan bicara, apa yang dia dengar. Otak akan bicara, apa yang dia pikirkan saat itu. Hati akan bicara, apa yang dia rasakan saat berbuat maksiat atau berbuat jahat. Perut akan bicara, makanan haram darihasil korupsi yang telah ditelannya. Kemaluan akan bicara, apakah dia hanya digunakan untuk suami atau istri syah-nya atau untuk selingkuhan? Dan lain sebagainya. Itulah ”Pengadilan Ilahi”, bukan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi. Dan Allah adalah sebaik-baik Hakim.
Marilah kita jujur pada diri sendiri, jujur kepada oang lain dan yang lebih penting adalah jujur kepada Allah yang telah Menciptakan kita, yang Menghidupkan kita, yang Memelihara kita, dan yang masih Memberi kesempatan kita untuk berbuat sesuatu baik sampai saat ini.... Semoga dunia ini tidak dipenuhi oleh orang-orang yang selalu bermain sandiwara sebagaimana lagu Achmad Albar, Panggung Sandiwara. Amin
Depok, 12 Februari 2010
Bakaruddin Is
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H