Mohon tunggu...
Baizul Zaman
Baizul Zaman Mohon Tunggu... Dosen - -

lahir di pulau Muna, Desa Pure, Kelurahan Labunia, Tahun 1988. Setelah tamat Sekolah di SMA 2 RAHA, saya melanjutkan kuliah di STMIK Dipanegara Makassar sampai tahun 2010. Tahun 2013 melanjutkan Studi S2 Bidang Teknik Informatika Universitas Hasanuddin.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Surat Miskin Tidak Sesuai Realitas, Siapa Harus Disalahkan?

2 Agustus 2018   15:22 Diperbarui: 2 Agustus 2018   15:36 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adanya aturan yang mengharuskan sekolah untuk menyediakan kuota khusus bagi calon siswa yang berasal dari keluarga miskin tentu sangat perlu untuk kita apresiasi. Pasalnya, selain bisa berdampak pada menurunya jumlah anak yang putus sekolah, hal ini menjadi sangat penting karena dapat melahirkan rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Aturan penerapan kuota khusus bagi keluarga miskin ini bukanlah hal baru dalam dunia pendidikan kita. Sudah sejak lama hal ini diimplementasikan dalam proses penerimaan siswa baru. Dalam hal ini, mengacu pada permendikbud Pasal 16 nomor 17 tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan atau bentuk lain yang sederajat.

Dalam Permendikbud ini dijelaskan, hanya dengan membawa surat miskin dari pemerintah setempat, maka siapa saja berhak untuk mendapatkan satu tempat di sekolah yang ditujui selama kuotanya belum terpenuhi. Selain itu, di sini juga dijelaskan dengan gamblang mengenai aturan main tentang tentang proses penerimaan siswa baru dari keluarga miskin. 

Termasuk sanksi yang akan diterima oleh mereka yang ternyata memalsukan statusnya sebagai orang miskin. Hanya saja, meskipun aturan sudah menjelaskan seperti itu, ternyata masih ada juga oknum yang berani membuat surat keterangan miskin dari pemerintah setempat meskipun pada kenyataanya ia berasal dari keluarga mampu. Pertanyaan, bagaimana menyikapi persoalan ini?

Saya pribadi menilai, bahwa dalam permasalahan ini tentu saja kita tidak bisa serta merta menyalahkan oknum yang mengubah statusnya menjadi orang miskin demi memperjuangkan anaknya untuk mendapatkan tempat disekolah negeri favorit. 

Meskipun pada dasarnya sikap seperti ini sangatlah tidak etis untuk dilakukan. Kita juga tidak boleh menyalahkan pihak sekolah karena menerima anak orang miskin palsu.

Jika kita mencari pihak yang paling bertanggung jawab atas persoalan terbitnya surat miskin untuk orang mampu, maka tidak lain adalah pemerintah setempat. Kenapa, karena mereka yang seharunya mengetahui betul kondisi masyarakatnya.

Sangat lucu tentunya jika ada seorang bupati, camat, lurah atau RT yang tidak mengetahui dengan pasti bagaimana kondisi warganya. Siapa yang miskin, siapa yang kaya, siapa yang lagi butuh bantuan atau siapa yang tidak perlu untuk dibantu.

Untuk itu, agar persoalan yang sama tidak terulang kembali di masa-masa yang akan datang, maka menjadi tanggung jawab pemerintah setempat mulai hari ini agar memperbaiki sistem database kependudukanya. Jika hal ini diabaikan maka bukan tidak mungkin persoalan-persoalan lain yang lebih parah dari surat keterangan miskin ini akan bermunculan di masa yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun