Mohon tunggu...
Bai Ruindra
Bai Ruindra Mohon Tunggu... Guru Blogger

Teacher Blogger and Gadget Reviewer | Penulis Fiksi dan Penggemar Drama Korea | Pemenang Writingthon Asian Games 2018 oleh Kominfo dan Bitread | http://www.bairuindra.com/ | Kerjasama: bairuindra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Ramadan 2020 dan Harapan Penderita Sakit Lambung yang Tak Usai

27 April 2020   17:56 Diperbarui: 27 April 2020   17:59 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: timeanddate.com

Awal Ramadan 1441 H, dimulai dengan kalimat pembuka yang mendera jiwa. Mau berbalik badan juga tidak mungkin. Ingin mengeluh saya kira itu telah mengkhianati rasa syukur yang Tuhan berikan. Berdiam diri juga sama sekali bukan jawaban dari sebuah rasa sakit.

Saya menjadi salah seorang yang abai soal pandemi Covid-19 selama Ramadan tahun ini. Bukan saya tidak mau terlarut dalam situasi ini, tetapi tepatnya saya ingin melupakan sebuah ‘rasa’ yang membuat hati gundah; dan sakit menyalak tajam.

Kalimat pembuka yang saya maksud, ucapan salam dari penyakit lambung yang ingin saya lupakan sebagaimana mestinya. Memang, tidak mudah untuk berkata, saya telah sembuh manakala rasa perih kian mendera. Dalam keseharian bukan di bulan puasa, perih di perut, panas sampai ke dada, mual tak tentu, salah makan langsung berdampak sakit perut, menjadi kebiasaan yang tak kunjung usai.

Saya telah berobat ke mana-mana, rileksasi juga dilakukan agar kondisi benar-benar aman selama puasa. Namun, situasi yang membuat kalut, keadaan yang mengharuskan, kenangan yang tak bisa dihapus, kehilangan yang kentara sekali, membuat asam lambung naik ke ubun-ubun; langsung di hari pertama puasa.

Harapan Saya Tak Lain Sakit Lambung Segera Usai

Saya pikir, tak ada harapan orang penderita sakit lambung selama puasa Ramadan, selain bisa berpuasa dengan baik-baik saja. Sebelum saya mau melangkah jauh, izinkan saya bercerita tentang Ramadan tahun 2015 dan 2016.

Saya berpuasa sebagaimana mestinya di dua tahun itu. Saya bertarawih sebagaimana layaknya orang-orang. Namun, di tahun 2015, tepatnya sepuluh pertama, saya mulai merasakan ada yang aneh setelah berbuka dan makan sahur.

Menu berbuka tak ada yang salah. Waktu berbuka juga sesuai dengan imsakiyah. Tetapi, saya langsung mual dan muntah-muntah meskipun makan sedikit saja. Saya istirahat sebentar, salat magrib, makan lagi sedikit, muntah juga tak keruan. Yang terjadi setelah itu adalah badan lemas dan tidak sangguh lagi untuk ke masjid.

Saya berpikir, mungkin efek puasa. Namun tidak demikian saat muntah terjadi juga ketika sahur. Saya makan sedikit, muntah banyak. Saya tak makan, perut terasa berangin. Makan lagi, muntah lagi. Begitu seterusnya sampai akhirnya saya menyerah.

Sepuluh paruh kedua Ramadan di tahun 2015, saya masih sanggup berpuasa dengan bibir pucat, tiap buka dan sahur muntah sejadi-jadinya. Sepuluh paruh ketiga, ibu tidak mengizinkan lagi saya berpuasa karena katanya, “Kamu sudah seperti mayat hidup!”

Apa yang saya makan di siang hari juga ikut keluar - muntah lagi. Meskipun tidak puasa, muntah dan mual masih sejadi-jadinya. Perut yang kosong terasa seperti ada angin menyalak di dalamnya. Minum air rasanya pahit. Makan biar perut tidak kosong, langsung muntah lagi. Begitu terus terjadi sampai badan benar-benar lemas sekali.

Tak ada lagi harapan untuk puasa sampai ke idulfitri. Obat-obatan begitu banyak di dalam kamar, tetapi tidak satupun yang membawa hasil. Wajah kian pucat. Bibir pecah-pecah. Puasa tidak ada tetapi mirip orang sedang berpuasa.

Anjuran dari tetangga untuk pergi ke seorang tabib tetangga kampung. Saya ke sana untuk berobat tradisional. Ikhtiar namanya. Usaha tak ada salah. Pertama ketemu tabib wanita itu, beberapa hari sebelum lebaran,”Lambung kamu sudah parah sekali, Nak!” ujarnya.

“Tenangkan pikiran, baca doa-doa yang panjang, dan makanlah pisang awak ini,” selama berobat, saya rutin makan pisang awak. Pagi dimakan dengan cara dihaluskan kemudian dicampur dengan nasi, malam sebelum tidur juga demikian. Di siang hari, sekitar pukul 10 dan pukul 2 siang, saya juga makan pisang awak sebagai cemilan.


Lebaran tiba. Sakit saya belum sembuh total. Saya sama seperti orang lain, bebas bergerak ke mana-mana tetapi tidak untuk makan sesuatu. Salah makan seperti asam dan pedas, perut langsung sakit. Lebaran yang sangat tidak bersahabat dengan saya, di mana silaturahmi ke mana-mana selalu tahan untuk makan apapun.

Kehidupan saya berjalan normal kemudian. Tetapi tidak dengan Ramadan di tahun 2016. Saya kira, telah tertinggal sakit lambung setelah berobat lama. Hari-hari pertama puasa, saya masih sanggup. Saya tidak mengonsumsi obat-obat pereda nyeri di perut, maupun makan pisang awak. Saya telah aman untuk puasa sebelum penuh.

Tidak demikian setelah 10 hari pertama. Mual mulai terasa, tetapi saya abaikan. Mau muntah, juga saya abaikan. Lemas badan habis berbuka saya anggap tak ada. Tepatnya, usai berbuka di 15 Ramadan, saya muntah sejadi-jadinya. Semua yang dimakan keluar habis, angin di perut meluncur deras, seisi perut kosonglah sudah. Air mata menari-nari entah karena apa.

Yang pasti, dalam sadar dan tidak, saya dipapah Ayah ke kamar. Entah waktu itu saya dikasih obat atau tidak, saya telah tertidur dengan sendirinya. Dan, setengah Ramadan tahun 2016 tidak saya tunaikan.

Ingat itu tentu sedih. Lebaran saya tidak sama dengan orang lain. Sepanjang tahun 2016 sampai ke Ramadan di tahun 2017, saya berobat ‘segila-gila’nya orang sakit. Makan pisang awak sudah tidak terkontrol. Ke dokter juga demikian. Sampai badan saya naik beberapa kilogram. Efek dari semua itu, puasa tahun 2017 - kemudian 2018 dan 2019 - begitu aman untuk saya lakoni.

Sungguh berbeda dengan Ramadan tahun 2020. Baru 4 hari puasa, saya mulai mencium bau-bau tak sedap dari tahun 2015 dan 2016. Mual mulai terasa begitu berbuka dan sahur. Badan mulai lemas sepanjang hari.

Antisipasi yang penting, saya minum obat pereda nyeri dan kemudian makan pisang awak. Yakin pada apa yang telah saya lakukan beberapa tahun lalu, Tuhan akan mengamini di tahun ini.

Harapan saya di tahun 2020 tak lain bisa puasa sampai ke idulfitri. Barangkali orang sakit lambung lain juga memiliki harapan yang sama. Saya tidak mau muluk-muluk; sehat saja, itu harapan terbaik agar bisa berpuasa dengan penuh.

Tips dari Saya Untuk Penderita Lambung selama Puasa

Saya memang bukan dokter. Saya cuma belajar dari pengalaman di tahun 2015 dan 2016. Tulisan ini mungkin tidak mampu menjabarkan rasa sakit, sengsaranya selama orang puasa kita tidak, pikiran yang tidak tenang, dan segala macam perasaan lain, yang cuma saya ketahui - dan orang sakit lambung lainnya.

Tetapi, jangan sampai orang lain merasakan hal serupa. Jika sudah ada gejala; seperti perut berangin, mual dan ingin muntah, segera berobat. Jangan biarkan rasa mual itu menumpuk yang kemudian membuat perut makin sakit dan sakit lambung tak terkendali.

Pucat orang sakit lambung sungguh berbeda dengan orang berpuasa. Mual disertai muntah saat berbuka; kamu telah ada di fase lambung parah. Segeralah berobat dengan caramu tersendiri.

Saya cuma mau bersaran saja. Selama puasa ini, lebih baik kita penderita lambung berobat alami saja. Pisang awak sangat mudah didapat, murah dan praktis. Praktikkan seperti yang saya sarankan, Insya Allah, rasa sakit yang kita rasakan akan segera diangkat oleh-Nya!

Sumber: lendah.kulonprogokab.go.id
Sumber: lendah.kulonprogokab.go.id

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Jalan Braga Bandung, Ketika Bebas Kendaraan!

7 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun