Dibuka dengan sedikit aksi 'curang', A Taxi Driver mengalir menjadi film yang tak ingin ditinggal begitu saja. Begitulah pelaku dunia hiburan Korea Selatan, seolah tak ingin bermanja dengan satu tema universal -- asmara -- sehingga film yang dilahirkan sangat beragam. Apik dan menawan tentu saja. Saya hanyut dalam scene pembuka dengan sebuah kecurangan tersebut; mencuri rejeki orang yang kemudian membawa malapetaka!
Song Kang Ho sangat tidak menarik jika selama ini kita hanya terbuai dengan tokoh utama drama Korea Selatan, yang mulus bagai persolen. Kang Ho adalah pria gemuk yang tidak tampan bahkan memiliki daya tarik lain dari segala bentuk fisiknya.
Namun, sebagai Kim Man Seob, sopir taksi yang mengalami krisis keuangan panjang setelah istrinya meninggal, menjadikan sosok Kang Ho sebagai tokoh penting dalam kesuksesan film ini. Sopir taksi yang selalu sepi penumpang ini harus membiayai hidupnya dan juga anak perempuannya -- 11 tahun -- yang selalu ditinggal sendiri di rumah kontrakan, dengan pemilik rumah semena-mena terhadapnya.
Mula dari kericuhan hatinya itu, saat Man Seob ingin membelikan sepatu untuk putrinya. Di sisi lain, rongrongan pemilik kontrakan juga menjadi sebuah 'teguran' panjang untuk dompetnya. Mulailah babak pilu dalam sebuah dialog di warung makan, di mana sopir taksi berkumpul untuk makan siang.
Man Seob mencuri cerita dari meja lain, lantas cerita itu yang kemudian mengantarnya berkenalan dengan penumpang berharga. Turis Jerman yang tak lain adalah seorang wartawan, Jurgen Hinzpeter, diperankan Thomas Kretschmann seorang bule yang telah banyak bermain dalam film lintas negara.
Man Seob mencuri start menuju Hinzpeter yang telah memesan taksi sebelumnya. Pendengarannya yang peka, iming-iming ongkos yang menggiurkan, Man Seob menarik pedal gas dengan kencang sekali menuju 100.000 won. Senang hati Man Seob berubah senyap saat pada scene-scene berikutnya.
Man Seob yang tidak tahu-menahu, memacu kendaraan reotnya menuju Provinsi Gwangju pada musim dengan daun-daun berterbangan di Mei tahun 1980. Taksi hijau miliknya menembus jalanan sepi menuju tempat yang diinginkan oleh Hinzpeter. Wartawan yang bosan dengan berita bahagia di Jepang menapak tilas ke Korea Selatan dengan satu tujuan utama; membuka tabir kebengisan militer di Provinsi Gwangju, dan itu tidak diketahui oleh Man Seob.
Pria gemuk itu hanya tahu dirinya mengantarkan Hinzpeter ke tempat yang jauh dari Seoul, lalu pulang dengan membawa ongkos taksi yang lebih dari cukup untuk membeli sebuah sepatu cantik lalu diberikan kepada putrinya yang sedang bahagia menanti!
Jang Hoon mengarahkan A Taxi Driver menjadi film yang lucu dan sedikit 'konyol' tetapi menegangkan pada beberapa bagian. Eom Yu Na menulis dialog-dialog yang menegangkan bahkan mengelikan antara Man Seob dan Hinzpeter. Sopir taksi hampir paruh baya itu seolah berbicara dengan dirinya sendiri dalam dialog bahasa Inggris yang terkumur-kumur.
Hinzpeter yang tidak mengerti dan bahkan terjadi kesalahpahaman antara keduanya, membawa kepada pertengkaran kecil yang kemudian menggunung saat mereka dihadang oleh jalan yang ditutup. Man Seob sempat menghentikan taksinya, berdialog lagi dengan Hinzpeter dalam bahasa isyarat panjang namun juga tidak curiga apa yang terjadi di depan matanya nanti.
Hinzpeter adalah wartawan yang membidik rahasia sampai ke ubun-ubun hatinya. Tak terbersit sedikit pun bahwa mereka akan menuju ke medan 'perang' kepada sopir taksi yang emosi dan meringis sendiri. Man Seob juga seakan bodoh dengan kamera yang dipegang wartawan itu; karena kembali lari kepada berapa won yang akan ia terima.