Asam: Campuran Bom yang Siap Meledak Siang Hari
Pedas dan asam adalah dua senjata paling mematikan untuk saya. Jika pedas langsung membuat perut sakit dalam beberapa detik, maka asam memproses data terlebih dahulu sebelum ditransfer menjadi bom yang siap diledakkan. Sama-sama memiliki jurus yang serupa, tiba saya makan makanan keasaman atau minuman sejenis jus jeruk, maka siap-siap saya ke toilet berulangkali.
Perut menjadi tidak keruan karena asam seolah-olah menumpuk di dalam lambung. Bahkan, saya bolak-balik ke toilet tidak bisa menyembuhkan seketika rasa perih itu. Solusinya adalah tidak menyentuh 'asam' dalam menu-menu kesukaan sekalipun.
Pesan Ibu tidak hanya soal menu pedas yang harus saya hindari tetapi juga menu asam. Saya terkadang merasa kasihan kepada Ibu yang harus memasak dua menu tiap hari. Kuah asam pedas -- masam keueng dalam bahasa Aceh -- adalah menu favorit kami di sini. Ikan dimasak asam pedas dengan belimbing dipotong keci-kecil adalah nikmat yang pas. Kamu bisa habis nasi bermangkuk jika mencicipinya sekali.
Saat Ibu memasak kuah asam pedas ini, maka Ibu juga harus memasak menu yang tidak pedas dan asam untuk saya. Gulai asam pedas memang perpaduan yang 'cocok' sekali untuk penderita sakit lambung. Bahkan, ini bisa melebihi bom di Hiroshima dan Nagasaki untuk menetralisir Perang Dunia. Saat kamu mencicipi, enak, makan terus, lalu terbirit-birit ke toilet atau bahkan tersedu-sedu sepanjang waktu menahan perih di lambung.
Begitulah, pesan Ibu tidak boleh diabaikan, kawan. Meskipun saya tidak makan pedas dan asam, puasa saya tetap lancar. Meskipun menu terbaik kami di Aceh adalah gulai asam pedas, saya tetap bisa puasa hanya dengan ikan digoreng biasa dan sayur rebus. Bukankah itu lebih sehat? Bagi saya iya. Toh, lancar puasa lebih penting daripada menu bertumpuk di meja tetapi membawa pengaruh terhadap kesehatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H