Bali layak menjadi salah satu contoh kota bersih. Bersih di Bali menghadirkan senyum berlebih kepada Pesona Indonesia yang sedang diagung-agungkan oleh pemerintah kita. Bali tidak lagi dalam tahap membenah diri tetapi telah masuk ke ranah mempertahankan keelokan yang selama ini telah bernyali.
Bersih yang dipasangkan dengan senyum lebih dari layak untuk memulai hari. Budaya bersih – sekali lagi – tak selalu berkaitan dengan teori sampai penuh halaman buku catatan harian, ucapan dari para pakar, anjuran dari dokter maupun larangan dari pemerintah. Kita buat saja budaya bersih lebih sederhana, di mana kaki dijejak, di situ pula kita menaati segenap aturan. Jika tidak mau memungut sampah orang lain, simpan saja sampah bekas minuman milik sendiri lalu buang pada tempatnya. Sesederhana ini akan membawa pengaruh lebih besar pada kita. Pria yang sebelumnya kurang peka terhadap penampilan, akan rutin memakai minyak rambut dan menyisirnya. Jika sebelumnya mandi lima menit, sekarang lebih dari itu dengan menyabun badan berkali-kali. Dulu tak pernah pakai minyak wangi, saat ini telah wajib menyemprot ke badan agar melekat diterbangkan angin ke indera penciuman orang lain.
Bukankah setelah itu akan tersirat sebuah senyum?
“Oh, abang itu wangi sekali?”
“Abang itu sangat rapi!”
Tentu, orang akan mendekati lalu berkenalan. Mana mungkin kita berdekatan dengan orang tak peduli kebersihan sepanjang hari. Mana mungkin pula kita mendaki gunung mencapai tempat wisata apabila sampai di sana semak belukar yang dilihat. Tubuh kita ibarat tempat wisata. Pintar menjaga, banyak pula yang mendekati. Bersih terlihat, nyaman dikunjungi. Bersih dari diri atau dari orang lain, tinggal kita yang memilihnya!