Mohon tunggu...
Bai Ruindra
Bai Ruindra Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger

Teacher Blogger and Gadget Reviewer | Penulis Fiksi dan Penggemar Drama Korea | Pemenang Writingthon Asian Games 2018 oleh Kominfo dan Bitread | http://www.bairuindra.com/ | Kerjasama: bairuindra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sandiwara Radio dari Tsunami Aceh yang Bernilai Edukasi

1 September 2016   16:14 Diperbarui: 2 September 2016   10:11 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak main air kala banjir - Photo by Bai Ruindra

Booming sandiwara radio dipelopori oleh Saur Sepuh, sebuah kisah yang ditulis oleh Niki Kosasih. Nama-nama seperti Ferry Fadly, Eli Ermawati dan Ivonne Rose merupakan nama yang akrab di telinga pendengar saat itu. Merekalah para pengisi suara tokoh Brama Kumbara, Mantili dan Lasmini dari Kerajaan Madangkara. Keberhasilan Saur Sepuh diikuti oleh sandiwara lain seperti Tutur Tinular, Misteri dari Gunung Merapi, dan sebagainya.” (Kompasiana, 2016).

Keberhasilan sandiwara radio seperti Misteri dari Gunung Merapi atau Tutur Tinular menjadi track record untuk memvisualisasi naskah drama radio ke layar kaca. Terbukti bahwa kedua sandiwara radio ini pernah berjaya di televisi Indonesia. Siapa yang tidak kenal Nek Lampir? Brama Kumbara yang gagah? Walaupun serial televisi sukses, pendengar radio tetap memvisualisasikan sendiri rupa kedua tokoh ini.

Pengaruh sandiwara radio pada masa jayanya itu yang kemudian harus kembali terjadi di masa kini. Sandiwara radio yang berbentuk layanan masyarakat seperti Hikayat Peut Rakan masih bisa dilahirkan. Radio-radio di Indonesia masih belum “mati” sepenuhnya. Di era digital pun radio telah berkembang pesat melalui jaringan streaming. Radio swasta memang enggan membuat sandiwara radio berbentuk layanan masyarakat karena slot “iklan” di mereka akan berkurang. Namun, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) punya andil kuat untuk melahirkan sandiwara radio kembali di tengah-tengah kita. Asmara di Tengah Bencana bisa menjadi sebuah sandiwara radio termutakhir abad ini jika diputar oleh radio-radio besar di Indonesia, disebar ke radio-radio di daerah dan disiarkan juga di radio online

Sandiwara radio Asmara di Tengah Bencana yang “dibagikan” ke radio-radio swasta dianggap sebagai “iklan” sehingga untung sama untung. Kerjasama ini tentu membuat BNPB harus memiliki budget khusus sehingga sandiwara radio bisa kembali berkuasa. Intinya, jam putar dari sandiwara radio ini harus serentak pada hari dan jam yang sama dalam seminggu sekali. Misalnya, pada hari Minggu pukul 16.00 WIB, Asmara di Tengah Bencana mengudara selama 15-30 menit. Siaran berskala nasional dengan radio jaringan akan berdampak cukup besar terhadap siaga bencana yang tengah dibidik oleh BNPB.  

Saya sendiri yakin Asmara di Tengah Bencanabisa mengudara dengan baik. Kerjasama BNPB dengan Riri Riza & Mira Lesmana membuktikan bahwa lembaga pemerintah ini serius dalam mengkampanyekan siaga bencana. Dua sineas Indonesia yang tidak diragukan lagi eksistensinya setelah Ada Apa Dengan Cinta, telah membuat film tentang kebencanaan pada tahun 2012 dan 2015, Pesan dari Samudra dan Nyanyian Musim Hujan, masing-masing tayang di Metro TV dan SCTV.

Bagaimanapun, media tetap menjadi nomor satu dalam menginformasikan apapun. Sudut pandang yang berbeda membuat kekuatan media semakin tak terkalahkan. Media mempunyai posisi belum terpatahkan dalam memberitakan isu bencana.

“Media mampu mempengaruhi keputusan politik, mengubah perilaku, dan menyelamatkan nyawa manusia.” (UNISDR, 2011).

Kekuatan media masih kuat di Indonesia mengingat negara kita sebagai negara yang berada di pertemuan lempeng Eurasia dan Hindia-Australia. Pertemuan kedua lempeng ini membuat Indonesia rawan terhadap gempa dan tsunami. Tsunami besar memang telah berlalu di 2004, namun gempa berulangkali terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Media memberitakan setiap inci kejadian dari bencana sehingga tersampaikan ke masyarakat. Masyarakat tidak hanya membutuhkan informasi bencana alam saja, masyarakat juga sangat membutuhkan sosialisasi siaga bencana sehingga saat terjadi bencana tahu pertolongan pertama pada dirinya dan keluarga.

“Wilayah Indonesia rawan terhadap gempa bumi, baik dari jalur subduksi maupun sesar yang ada di daratan. Penataan ruang pada daerah rawan gempa sangat berperan penting. Sebab bukan gempa yang menyebabkan korban, tapi kualitas bangunan yang menyebabkan korban jiwa. 153 kabupaten/kota berada di zona bahaya tinggi; 60,9 juta jiwa 232 kabupaten/kota berada di zona bahaya sedang; 142,1 juta jiwa. Indonesia juga rawan tsunami, antara tahun 1629 sampai 2014 terdapat 173 kejadian tsunami besar dan kecil.” - DR.Sutopo Purwo Nugroho, M.Si., APU, Kapusdatin Humas BNPB, dalam Workshop Knowledge Management, Jakarta, 26 Juli 2016. (Kompasiana, 2016).

BNPB telah melancarkan strategi dalam sosialisasi siaga bencana. Sandiwara radio merupakan salah satu dari yang lain.

Strategi Media dari BNPB - kompasianadotcom
Strategi Media dari BNPB - kompasianadotcom
Pemanfaatan Media oleh BNPB - kompasianadotcom
Pemanfaatan Media oleh BNPB - kompasianadotcom
Harapan saya, dengan kondisi Indonesia seperti yang telah dipaparkan oleh Kapusdatin Humas BNPB, media apapun yang disalurkan oleh lembaga pemerintah ini, masyarakat harus tahu. Sandiwara radio yang telah layu, tak ada salahnya kembali dipupuk sehingga mekar kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun