Mohon tunggu...
Bai Ruindra
Bai Ruindra Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger

Teacher Blogger and Gadget Reviewer | Penulis Fiksi dan Penggemar Drama Korea | Pemenang Writingthon Asian Games 2018 oleh Kominfo dan Bitread | http://www.bairuindra.com/ | Kerjasama: bairuindra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Payudara Lepuh

1 April 2016   17:09 Diperbarui: 1 April 2016   17:32 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kutahu, aku belum mati. Aku berada di rumah sakit. Zaki sudah tidak mendengar alasan apapun dariku. Semenjak pingsan di kamar mandi kantor karena melihat bercak nanah keluar dari payudaraku, tanpa kompromi lagi Zaki langsung mengangkat kedua payudaraku.

Entahlah. Ini jalan terbaik atau bukan. Aku mau tertidur lagi seperti sediakala. Biar saat terbangun bisa kudapati bahagia selama-lamanya seperti dalam film-film kartun.

Kucoba pejamkan mata. Fisikku memang sudah lemah, tapi mataku tidak mampu menarik tidur yang sedang sembunyi entah di mana. Kucoba dengan cara lain, mengkhayal hal-hal indah setelah ini, tidak bisa pula mengantarkan mataku pada rasa kantuk. Akhirnya, aku memilih membayangkan hidupku setelah ini, baik dan buruk. Hal terpuruk tentu saja kanker payudara yang baru saja dibuang dari tubuhku. Mahkota wanita berharga milikku sudah tidak ada lagi, nanti tubuhku tidak akan berbeda dengan pria mana pun. Tidak bisa kubayangkan bagaimana kelak kujalani hidup.

Kanker ini merenggut banyak nyawa. Siapa pun memang akan mati. Apa rasanya saat payudara tidak ada lagi? Satu alasan yang kupertahanan sejak dulu. Aku tidak akan sempurna sebagai wanita jika dadaku rata. Terapi sampai ke luar negeri sudah kujalani dengan pengobatan mahal. Kuakui, walau aku bekerja di lembaga swasta tetapi gajiku melebihi pegawai negeri dengan dana tambahan mengalir begitu saja dari donatur luar negeri jika proyek yang kami kerjakan berhasil.

Semuanya sudah tidak penting, tabunganku terkuras habis. Badanku lelah. Kanker ini pun tidak pernah hilang dari tubuhku. Tetap saja harus dihilangkan jejaknya selamanya.

Benarkah hilang seutuhnya?

***

Aku belum bisa menerima kekurangan yang kumiliki kini. Sudah lebih sebulan pula aku cuti dari kantor. Aku belum berani menampakkan diri di lingkungan banyak pandangan. Walau mereka tidak akan tahu tanpa kukasih tahu. Aku tetap saja merasa tidak percaya diri.

“Aku kesepian tanpa kau di kantor, Ai!” ujar Butet saat berkunjung. “Jangan lama-lama kau mengurung diri di rumah, makin tak sedap dipandang kau nanti!”

Butet benar. Aku masih bisa bekerja. Kembali. Kekurangan ini akan kujadikan senjata buatku ke depan. Kita tidak benar-benar tahu, siapa lagi sasaran penyakit ini!

Belum terangkat seutuhnya tubuhku dari kursi ruang keluarga, ponselku bergetar. Sebuah pesan masuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun