Mohon tunggu...
Bai Ruindra
Bai Ruindra Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger

Teacher Blogger and Gadget Reviewer | Penulis Fiksi dan Penggemar Drama Korea | Pemenang Writingthon Asian Games 2018 oleh Kominfo dan Bitread | http://www.bairuindra.com/ | Kerjasama: bairuindra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saya Tidak Terlahir sebagai Anak Asuransi  

24 Oktober 2015   22:08 Diperbarui: 25 Oktober 2015   07:54 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sama sekali tidak nyaman dan aman. Saya selalu dalam kondisi sulit. Jika tahu demikian, saya akan kerja saja sambil sekolah di kampung untuk menutupi ansuran asuransi pendidikan sehingga ketika kuliah saya bisa goyang-goyang kaki saja.

Kuliah tidak mudah. Dengan berbagai tuntutan tugas yang harus selesai dalam waktu cepat. Hapalan ini dan itu. Tugas kelompok yang bersemak. Masuk praktikum di hari libur. Semuanya menjadi beban tersendiri bagi saya yang juga memikirkan biaya hidup di perantauan.

Oh, ayolah. Hidup di rantau tak hanya memikirkan biaya SPP saja,  biaya makan sehari tiga kali justru lebih besar pengeluarannya. Belum lagi biaya pembuatan tugas mandiri, tugas kelompok, tugas praktikum, tugas antah-berantah yang tiba-tiba diberikan dosen secara mendadak.

Kuliah sambil kerja cukup rumit sekali. Di antara segerombolan masalah di atas, saya dihadang masalah besar lagi. Waktu seakan tak pernah memihak. Saya membagi waktu untuk mengajar di sebuah lembaga pendidikan, saya ikut membantu di sebuah lembaga kemanusiaan sebagai relawan, saya menjadi penyiar ecek-ecek sampai dini hari.

Pulang ke kos, tepar!

Tugas kuliah keesokan harinya? Entahlah. Mungkin tertinggal di mimpi buruk.

Benarlah demikian. Terkadang, saya lupa sedang ujian tengah semester. Saya lupa tugas kelompok sehingga teman-teman sekelompok mencoret nama baik saya dari cover depan makalah yang telah berada di tangah dosen. Saya tak ingat hapalan-hapalan yang harus disetor sesegera mungkin karena program siaran radio yang membutuhkan saya membaca banyak informasi.

Masa kuliah lama

Teman-teman seangkatan satu persatu “gugur” di medan pertempuran. Saya masih melayang-layang di atas helikopter atau masih terapung-apung di tengah lautan lepas bersama kapal bermesin reot. Saya pun tidak tahu kapan waktu mendarat yang cocok bagi tubuh yang hampir ringkih di usia muda.

Sejak bekerja di awal semester perkuliahan, saya cenderung lebih fokus pada pekerjaan yang menuntut profesionalisme dibandingkan “main-main” semata. Saya memang bekerja freelance sebagai penyiar maupun pengajar. Namun lembaga mana yang mau menerima alasan tiap saat. Saya berhenti sebagai penyiar, SPP akan tak terlunasi di semester berikutnya. Saya tak mengajar, jatah makan kosong melompong. Menggabungkan gaji dari kedua tempat ini tidak hanya menutupi biaya SPP tetapi bisa membeli beberapa buku, biaya kos, uang makan, dan sesekali ngopi bersama teman-teman. Aktivitas terakhir biasanya hanya berada di kolong tempat tidur pengap karena saya tak punya uang.

Akhirnya, perkuliahan saya terus bergeser ke tahun-tahun berikutnya. Saya tak sempat konsultasi tugas akhir karena sibuk bekerja. Saya tak sempat ikut tes bahasa inggris sebagai syarat kelulusan karena sedang menjadi relawan. Saya lupa memperbaiki coretan dosen di tugas akhir karena siaran sampai tengah malam dan harus siaran lagi di pagi hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun