[caption id="" align="aligncenter" width="420" caption="Sumber: Kompasiana"][/caption]
Tampaknya, KB masih tabu pada kalangan tertentu. Istilah Keluarga Berencana sesuai teori kesehatan dengan penggunaan alat kontrasepsi masih termasuk ke dalam perbuatan “haram” dari pandangan hukum Islam. Dasar hukum Islam terdapat dalam al-Quran Surat al-Isra’ ayat 31 dengan arti, “Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepada kalian!”
Berpegangan pada kutipan ayat tersebut, para pemuka agama Islam masih meletakkan KB sebagai perbuatan disengaja dan tidak dibenarkan. Definisi lebih luas, dengan menggunakan alat kontrasepsi maka kelahiran sudah dihambat secara terencana bukan karena kuasa Ilahi. Beragam penangguhan kelahiran konvensional belum tentu menjamin penundaan kehamilan. KB alami secara kasar dapat saya katakan dengan ejakulasi di luar vagina (senggama terputus). Penjelasan ini saya peroleh pada satu kesempatan mengaji kitab kuning di salah satu pesantren tradisional. Hal tersebut juga terdapat dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, “Dari Jabir ra. berkata, ‘Kami melakukan azl (mengeluarkan air mani di luar vagina istri) di masa Rasulullah saw. dan Rasulullah mendengarnya tetapi tidak melarangnya.” Dengan pegangan ayat dan hadis maka wajar ulama menolak melakukan KB.
Mengutip dari laman Wikipedia Indonesia, Keluarga Berencana (KB) diartikan sebagai “gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran.” Gerakan KB sendiri didirikan di Indonesia sekitar akhir tahun 1970. Sedangkan dalam buku Kesehatan Reproduksi Untuk Remaja Islami disusun oleh TIM PKBI mengemukakan bahwa, “Tahun 1957 beberapa anggota masyarakat terdiri dari dokter, tokoh atau pimpinan masyarakat dan ahli hukum menggagas sesuatu yang waktu itu tidak popular bahkan bertentangan dengan kondisi sosial kemasyarakatan yaitu Keluarga Berencana (KB).” Hal ini dicetus mengingat banyaknya kasus kematian ibu dan anak, mengatur kesehatan reproduksi setelah melahirkan, mengatur jarak anak, maupun keselamatan jiwa. Alat-alat kontrasepsi yang dapat digunakan berupa kondom, spiral maupun IUD.
KB dan Sebuah Keluarga
Terlepas dari perdebatan, saya mengenal sebuah keluarga dari pemuka agama. Jika Anda ingin mengetahui identitas keluarga tersebut, mohon mengirim pesan secara pribadi. Di sini, saya berbagi sedikit cerita tentang mereka. Saya tidak bermaksud merendahkan kedudukan maupun keilmuan ulama tersebut. Namun, ada banyak keinginan muncul karena melihat kesenjangan. Filosofi banyak anak banyak rejeki masih dipegang teguh oleh sebagian keluarga apalagi ulama yang sangat paham kaidah agama.
Sejenak saya melihat kebahagiaan dari keluarga ulama ini. Suami istri tersebut mempunyai 6 orang anak. Rentang kelahiran anak adalah tahun 1991, 1994, 1999, 2003, 2007 dan 2011. Memang, jarak antara kelahiran pertama dengan kelahiran berikutnya cukup jauh jika dinilai dari kesehatan organ reproduksi setelah melahirkan. Jangka waktu 2 tahun adalah masa produktif untuk kembali mengandung dan melahirkan.
Masalah yang muncul ke permukaan saat sang suami sibuk dengan aktivitas sendiri dan sang istri juga demikian. Sebagai seorang ulama dan mengurus pesantren tradisional, jadwal mengajar kitab kuning maupun mengisi ceramah agama cukup menyita waktu beliau. Sedangkan istri, sebagai ibu rumah tangga saja. Istri tidak punya wewenang penting dalam mengurus pesantren apalagi sampai mengisi pengajian khusus ibu-ibu. Istri ulama yang tidak bisa saya sebutkan namanya ini, lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan cukup jarang berinteraksi dengan dunia luar. Saya tidak tahu apa yang dilakukannya selama di dalam rumah.
Lantas, bagaimana dengan keenam anak ulama ini? Satu sisi saya cukup bangga mengenal beliau dan ilmu agamanya. Keenam anak tersebut menjalani kehidupan layak dibawah pengawasan ulama itu seorang diri. Istri dan ibu mereka kurang peka terhadap perkembangan keenam anaknya. Keenam anak ini juga menempuh pendidikan formal sama halnya dengan anak-anak lain. Malam harinya mereka juga ikut belajar kitab kuning sesuai jenjang pendidikan, kecuali tiga anak terakhir yang masih kecil. Anak pertama, ketiga dan keempat merupakan qariah yang mampu mendendangkan ayat-ayat al-Quran dengan berbagai irama. Ketiganya juga pernah memenangkan lomba tingkat kecamatan sampai kabupaten. Hal ini tentu dipengaruhi oleh didikan ulama tersebut kepada ketiganya.
Anak kedua merupakan satu-satunya anak laki-laki dalam keluarga ini. Entah bagaimana saya mendefisinikannya, pada intinya pergaulan anak kedua masih belum termasuk ke dalam garis putih sebagaimana layaknya anak seorang ulama. Wajar saja saat sore dia bermain bola atau kebut-kebutan di jalan karena perhatian kurang dari kedua orang tuanya.
Kedua anak terakhir, masih berada di barisan anak-anak. Anak kelima memiliki peragai yang meminta perhatian dari sebagian besar orang lain. Dalam kehidupannya, hanya satu perintah yang ditakuti, yaitu kata jangan atau tidak dari ulama tersebut. Pulang sekolah dia akan bersepeda, bermain di rumah teman-temannya, makan siang di rumah siapa saja, bahkan pulang ke rumah begitu senja tiba jika tidak ada yang mencarinya. Anak keenam adalah seorang anak yang tidak pernah saya lihat digendong ibunya. Untuk kategori anak berusia lebih 3 tahun saya mengerut kening melihat tingkah lakunya yang sering membantah, mencubit balita lain, atau ikut bermain bersama kakaknya (anak kelima) hingga sore.
Cerita ini cuma sedikit dari apa yang saya lihat, mungkin di daerah lain hal serupa juga dialami oleh orang-orang biasa. Kebetulan saya bertemu seorang ulama yang mengalami masalah demikian. Kebetulan juga program KB masih ditentang oleh ulama-ulama salafi. Ulama tidak salah. Program KB pun tidak salah. Anda bisa mengartikan sendiri kaitannya dengan KB. Bagi saya pribadi, agama sudah melarang KB disengaja namun perhatian dan kasih sayang kepada anak jauh lebih penting.
Rencana Keluarga
Lalu apa pentingnya sebuah rencana kelahiran dalam keluarga? BKKBN memperkirakan pertambahan penduduk Indonesia akan melaju kencang antara tahun 2015 sampai 2035. Perkiraan ini bisa jadi benar dan bisa jadi tidak. Kelahiran dan pertumbuhan penduduk tetap mengacu pada keputusan Ilahiah yang sudah menentukan hidup mati manusia. Pemerintah menyiasati kelahiran dikarenakan dampak ekonomi Indonesia supaya lebih merata di setiap jenjang.
Sebuah keluarga tidak hanya ramai tawa dan tangis anak. Saya mencatat dua faktor penting dalam mendukung kesejahteraan sebuah keluarga. Hal ini juga berkesinambungan dengan program KB.
1.Kesehatan Ibu dan Anak
Isu kesehatan selalu menjadi topik terhangat di berbagai tempat. BKKBN sebagai lembaga resmi pemerintah maupun PKBI sebagai sebuah LSM, sudah menggalakkan program KB ke setiap elemen masyarakat. Tema kesehatan mereka jalankan berhubungan dengan kehamilan maupun kesehatan reproduksi.
Kehamilan sangat erat kaitannya dengan kesehatan reproduksi seorang perempuan. Saya mengibaratkan sebuah mesin, jika mesin tersebut terus-menerus memproduksi suatu produk tidak tertutup kemungkinan akan cepat rusak. Demikian juga dengan rahim dan organ reproduksi perempuan lainnya. Rahim merupakan bagian terpenting yang akan mengandung janin hingga sembilan bulan. Di dalam rahim itu pula segala jenis kebutuhan diproduksi sehingga seorang bayi dilahirkan akan tumbuh normal. Bisa kita bayangkan ketika dokter memvonis rahim seorang perempuan bermasalah, maka pencetak generasi tersebut akan terputus harapannya.
Program KB yang sudah dicanangkan puluhan tahun lalu berimbas pada pemahaman tersebut. Tujuannya agar perempuan tidak tersiksa kesehatannya saat melahirkan anak dalam kurun waktu berdekatan. Saya memahami bagaimana rasa lelah seorang perempuan saat mengandung dan melahirkan. Perjuangan dan pengorbanan perempuan berakibat pada rasa sakit fisik dan batin. Jika ditambah permintaan menambah keturunan dalam waktu dekat, atau ingin punya banyak anak, kita bisa prediksi mesin waktu akan membawa kelelahan dalam diri perempuan. Kita tidak bisa menganggap perempuan sebagai sebuah mesin sehingga rasa egois terus menghantui diri laki-laki. Kepekaan terhadap kesehatan jauh lebih penting dari pada melahirkan anak.
Kenapa? Karena kesehatan anak akan didapat dari sehat badan seorang ibu. Seorang perempuan tidak berhenti sampai melahirkan saja, program ASI setidaknya berlangsung selama setahun lebih. Selama memberi ASI, perempuan harus berbagi asupan makanan antara dirinya dengan bayi. Makanan yang sehat akan menyehatkan diri perempuan dan si bayi. Makanan yang jauh dari 4 sehat 5 sempurna akan berdampak sangat signifikan buruk pada kesehatan keduanya. Kita lihat sendiri kasus kekurangan gizi yang dialami oleh masyarakat di berbagai daerah.
BKKBN sudah memfasilitasi program KB dan memberikan bantuan alat kontrasepsi melalui pihak berwenang (bidan desa atau puskemas). Sekarang, tinggal pada kemauan laki-laki atau perempuan. Laki-laki yang sayang akan kesehatan istrinya. Perempuan yang mencintai tubuh dan keturunannya. Ada baiknya kelahiran itu benar-benar direncanakan, bukan?
2.Pendidikan Anak
Seseorang tidak hanya dikenal karena tampan atau cantik saja. Faktor utama seseorang disegani karena pendidikan tinggi. Anda bisa lihat sendiri bagaimana penerimaan sebuah instanti atau perusahaan terhadap pelamar kerja. Untuk saat ini, perusahaan mana pun akan menerima calon pegawai minimal berpendidikan sarjana strata satu.
Pendidikan dasar bermula dari keluarga. Pemerintah memang sudah memberi jaminan pendidikan gratis hingga SMA. Keluarga memiliki peranan khusus dalam memberikan pendidikan terbaik, baik psikologis maupun materi. Secara psikologis ayah dan ibu mengajarkan baik buruk kepada anak melalui sikap dan tingkah laku. Anak akan mencontoh semua perlakuan yang dialamatkan kepada semua orang di dalam sebuah keluarga. Kasih sayang orang tua akan berbeda saat sebuah keluarga dengan banyak anak dan sedikit anak. Berkurangnya kasih sayang antara satu anak dengan anak lainnya akan berdampak pada kecemburuan sosial pada saudara kandung tersebut.
Dalam pandangan materi, tidak ada yang bisa menjamin pendidikan anak sama rata. Saat orang tua masih kuat mencari rejeki, anak pertama begitu mudahnya mendapatkan pendidikan hingga perguruan tinggi. Begitu anak terakhir lahir, orang tua sudah lelah bekerja dan tidak ada tabungan maupun dana pensiun maka pendidikan anak tersebut akan terkatung-katung seorang diri. Jika beruntung masih bisa berharap pada kakak-kakaknya, jika kurang beruntung saudaranya yang lebih tua bisa jadi sedang mengurus istri dan anaknya sendiri.
Di akhir artikel ini, perkenankan saya memberikan sedikit saran untuk BKKBN supaya program KB dalam rangka mewujudkan visi “Penduduk Tumbuh Seimbang 2015” bisa tercapai.
a.Melakukan penyuluhan kesehatan. Walaupun selama ini BKKBN sudah pernah melakukan kegiatan serupa namun sosialisasi sangat penting. Generasi terus berganti dan pengetahuan mengenai KB belum terjangkau kaum muda yang akan atau baru menikah. Penyuluhan mengenai alat kontrasepsi tidak hanya dilakukan di daerah perkotaan semata, daerah pedalaman justru termasuk ke dalam golongan yang mendapatkan garis merah mengenai pengaturan keturunan sesuai anjuran satu keluarga dua anak.
b.Pendekatan ulama. Mengingat masih perdebatan dalam agama, BKKBN punya wewenang khusus dalam memberikan pemahaman kepada para ulama. Ulama masih memiliki peranan penting di dalam suatu kelompok masyarakat, di mana petuah ulama sering dijadikan acuan dalam kehidupan sehari-hari. Sinkronisasi teori KB dari BKKBN dengan ilmu agama dari ulama akan menguatkan penjelasan saat berada di tengah-tengah masyarakat kritis berpendapat.
c.Penyuluhan ke pesantren tradisional. Barangkali, hal ini membutuhkan dukungan yang kuat dari pemilik pesantren. Alasan sosialisasi perlu dilakukan ke pesantren mengingat pemahaman agama mereka masih belum membenarkan program KB. Pendekatan ke pesantren bukan berarti BKKBN mendikte seluruh santri untuk mengikuti KB setelah mereka menikah, paling tidak memberikan pemahaman mengenai pengaturan keturunan.
d.BKKBN memiliki tanggung jawab besar di tengah masyarakat Indonesia yang multikultur. Program KB selalu bertentangan dengan agama dan budaya sehingga tugas BKKBN tak lain dengan melakukan pendekatan kedua ranah tersebut.
***
Sumber:
1. Wikipedia Indonesia --> http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga_Berencana
2. BKKBN --> http://www.bkkbn.go.id/ViewProfil.aspx
3. Tim Penyusun PKBI, Kesehatan Reproduksi Untuk Remaja Islami, Jakarta: PKBI, 2006.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H