Sebagaimana diceritakan diakhir kisah novel "Selamat Tinggal" Tere Liye. Bisnis buku bajakan milik Paklik Maman dan Bulik Ningrum semakin menggila. Semakin besar, tanpa adanya kerugian sedikitpun. Toko online mereka di berbagai marketpalce terus tumbuh.Â
Bahkan penjualan tahunannya bisa mencapai 200.000 ekslempar buku. Sangat menyedihkan sekali bukan?. Cukup dengan beberapa lembar kertas merah, semua aparat seolah olah buta dengan peristiwa menyedihkan ini. Dan terus berlanjut entah berkahir sampai kapan.
Sebenarnya bagi pemiliki lokapasar (marketplace) sebagai produsen, tidaklah sulit untuk mengendalikan pelapak ilegal seperti yang dijelaskan. Hanya yang dibutuhkan adalah kepedulian dan keseriusan dalam menertibkannya. Jika terjalin kerjasama antara penerbit, penulis dan pemilik marketplace, Â bisa mengantisipasi penyebaran buku buku bajakan yang banyak merugikan berbagai pihak, khususnya penulis.Â
Oleh karena itu, kita sebagai pembaca diharapkan memiliki rasa peduli dalam menghargai dan menghormati karya orang lain. Jika tidak, hanya soal menunggu waktu industri penerbit buku legal di negeri ini akan mati, karena perilaku keji pencurian karya orang lain yang didukung oleh kita sebagai penikmat bacaan sampah dengan membeli barang yang sudah pasti hasil pencurian.
Maka dari itu, sesuai pesan novel "Selamat Tinggal" Tere Liye, ia menyuguhkan makna penting yang terletak pada setiap tokoh yang terikat dengan segala kepalsuan dalam hidupnya. Sintong, Bunga, Mawar, Babe Na'im dan Sutan Pane yang berani untuk mengucapkan selamat tinggal pada sebuah kepalsuan dan bentuk bajak yang pernah terikat dengan kehidupan mereka masing masing.Â
Mereka mempunyai nyali besar untuk meninggalkan semua kepalsuan. Dengan begitu, mereka bisa melanjutkan kehidupan yang lebih baik. Â Jika tidak sekarang kita meninggalkan semua kepalsuan hidup, jadi kapan lagi?
"Kita tidak pernah sempurna. Kita mempunyai banyak keburukan dan kesalahan. Tapi beruntunglah bagi mereka yang mau berubah. Berjanji tidak melakukannya lagi, berani memperbaikinya dan berani menebus kesalahan tersebut. Dan berani menagatakan "Selamat Tinggal" (Tere Liye)
Masihkah kita akan menjadi pambaca sampah dari barang hasil curian?. Beranilah mengatakan "Selamat Tinggal" pada kebodohan dan ketidakpedulian. Dan dengan tegas mengatakan kita "BUKAN PEMBACA SAMPAH"
17.20
Baiq Wahyu Diniyati Hidayatillah,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H