Melawan Ketidakadilan dengan Pendidikan: Kekuatan di Tangan Rakyat
Pernahkah Anda mendengar kutipan ini: "Jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar, maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan"? Kutipan ini mengandung pesan mendalam tentang pentingnya pendidikan dalam membentuk kekuatan seseorang. Dengan ilmu pengetahuan, kita mampu menghadapi berbagai persoalan, termasuk melawan ketidakadilan. Pendidikan menjadi landasan bagi semua sektor kehidupan, mulai dari hukum, ekonomi, hingga bisnis. Orang yang terdidik cenderung lebih memahami langkah yang perlu diambil untuk menghadapi tantangan.
Kini, pendidikan semakin diakui sebagai alat strategis melawan ketidakadilan dan struktur kekuasaan yang menindas. Lebih dari sekadar media transfer pengetahuan, pendidikan telah menjadi arena advokasi, perubahan sosial, dan pemberdayaan masyarakat. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pendidikan kritis memegang peran penting dalam mendorong keadilan sosial dan kesetaraan.
Menurut Chang (2023),pendidikan multikultural kritis mampu mengatasi ketidakadilan struktural dengan mempromosikan keberagaman dan menantang dinamika kekuasaan yang tidak adil. Cohen (2023) menyoroti keberhasilan pendidikan inklusif, khususnya bagi pengungsi, dalam mengurangi diskriminasi dan meningkatkan kesadaran sosial-politik.
Di Indonesia, penelitian Fitrayatra et al (2023) menegaskan pentingnya komunikasi efektif dalam organisasi pendidikan untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan memberdayakan. Hal ini sejalan dengan kajian Husaeni (2023) yang menekankan peran pendidikan moral kritis dalam menantang narasi kekuasaan dominan.
Secara global, Gao & Cui (2022) menyoroti pentingnya kepemimpinan guru dalam reformasi pendidikan untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih adil. Selain itu, penelitian Freelon (2018) menunjukkan bahwa keterlibatan orang tua dalam pengambilan keputusan sekolah mampu mengangkat suara-suara yang terpinggirkan.
Tantangan serupa juga dihadapi di Asia Timur, sebagaimana diungkapkan oleh Yang (2023), yang membahas dinamika kekuasaan global dalam pendidikan tinggi. Di Afrika Selatan, Roberts (2021) menunjukkan peran pendidikan dalam mengatasi warisan apartheid dan menciptakan masyarakat yang inklusif. Sementara itu, Fattah & Camellia (2017) menyoroti bagaimana pendidikan sensitif gender dapat mengubah norma sosial yang menindas perempuan.
Melalui pendekatan kritis, inklusif, dan multikultural, pendidikan tidak hanya menjadi sarana transfer ilmu, tetapi juga alat perlawanan terhadap ketidakadilan. Pendidikan membuka peluang untuk transformasi sosial yang signifikan, menjadikan dunia ini lebih adil dan setara.
Referensi:
Chang, J. (2023). Anti-Oppressive Classrooms Critical Framework of Multicultural Education. Lecture Notes in Education Psychology and Public Media, 23(1), 266–272. https://doi.org/10.54254/2753-7048/23/20230473
Cohen, E. (2023). “We Aren’t Only Here to Teach”: Caring Practices of Teachers in the Context of Inclusive Refugee Education in Jordan. American Educational Research Journal, 60(1), 3–35. https://doi.org/10.3102/00028312221138267