Mohon tunggu...
Muhammad Baiquni
Muhammad Baiquni Mohon Tunggu... -

Nama saya Muhammad Baiquni, terlahir sebagai anak terakhir dari 3 bersaudara yang berarti saya anak ke empat dan satu-satunya anak lelaki di keluarga saya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Namaku Kathmandu

10 Mei 2011   19:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:52 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Burung-burung itu terus berputar. Mereka ada ribuan, membentuk pusaran hitam yang begitu besar. Namun, aku tidak takut. Kerinduan dan jawaban serta keinginan bertemu Tuhan tidak membuatku takut sedikit pun.

“AKU DATANG UNTUK KALIAN!” Selaksa suara nan gagah memenuhi ruang-ruang langit.

“AKULAH KERINDUAN! KEMARI, TEMUI AKU!”

Aku terpana. Agak samar aku rasakan, perasaan gatal menjalari punggungku. Namun aku tidak menggaruk. Kerinduan, keterpanaan, telah menghipnotisku. Dari punggungku, sepasang sayap hitam, kokoh, dan lebar telah tumbuh. Aku mencoba mengepakkannya. Awalnya agak berat, namun semakin dikepak, semakin ringan.

Kepakanku semakin kuat dan cepat. Aku semakin terangkat ke atas. Bisa aku melihat, Aini ternyata telah memiliki sayap yang sama denganku dan dia pun telah mencoba untuk terbang. Tetapi aku tidak peduli. Aku telah begitu tersihir oleh kerinduan, dan sekarang aku akan segera bertemu dengan Dia yang aku rindukan.

Aku terus terbang ke langit. Terbang dengan kecepatan yang melebihi cahaya. Melintasi seluruh galaksi, bahkan ujung dari semesta. Hingga pada suatu titik, aku terhenti, kepak sayapku terhenti sendiri. Aku kini berada di ruangan yang serba terang. Terang yang sama seperti awal langit terbuka tadi. Cahaya yang penuh dengan kerinduan.

Tetapi aku melihat cuma aku yang ada di sana. Kemana Aini? Lelaki yang mengajakku untuk bertemu dengan kerinduan. Lelaki yang merapalkan nama “El” dalam setiap detik kehidupannya. Seharusnya dia bersamaku, atau dia di langit yang lebih tinggi lagi? Karena kerinduannya jelas melebihi kerinduanku.

“HANYA KAMU YANG BERSAMAKU. TEMANMU HANYA INGIN MEMBUKTIKAN AKU ADA, MAKA AKU TELAH MEMBUKTIKAN APA YANG DIA INGINKAN. SEDANGKAN KAMU MEMANGGILKU DENGAN IRAMA KERINDUAN.”

Lututku gemetar. Aku pun bersujud. Tidak berani mengangkat wajahku. Namun, di bawah lututku pun, di hadapan wajahku yang sedang bersujud, Kerinduan tetap ada. Saat itu pikiran tentang nama yang keseratus pupus. Aku tersadar, cinta, kerinduan, kadang tidak perlu nama untuk diucapkan. Bahkan dalam kebisuan, Tuhan akan selalu tahu bahwa engkau sedang menyebut nama-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun