Mohon tunggu...
Baiq RekaYustika
Baiq RekaYustika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Financial

Kondisi Bank Muamalat 2017-2022: Permasalahan dan Strateginya

28 Mei 2023   10:10 Diperbarui: 28 Mei 2023   10:19 2911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Bank Muamalat Indonesia merupakan bank pertama di Indonesia yang mulai beroperasi pada 1 Mei 1992 dan mendapat kepercayaan dari Bank Indonesia sebagai Bank Devisa. Bank Muamalat muncul sebagai penggerak pertama lembaga keuangan berdasarkan syariah, keadaan ini seharusnya mampu menjadikan Bank Muamalat sebagai salah satu bank yang berpengalaman dalam hal pengelolaan operasionalnya. Namun perkembangan dan pergerakan operasional Bank Muamalat mengalami permasalahan dan mulai tertinggal dari bank syariah lainnya saat ini. 

Dimana pada tahun 2017-2022 Bank Muamalat mengalami penurunan pada aset yang mana jika hal tersebut terjadi secara berkelanjutan akan menyebabkan dampak tidak baik pada kinerja suatu bank sehingga berakibat pada penurunan return on asset (Fadhila & Christiana, 2020).

Kesulitan Permodalan: Pencarian investor baru di Bank Muamalat menarik perhatian publik semenjak 2017. Bank Muamalat mengalami masalah permodalan yang tak kunjung selesai yang dikarenakan dua hal. Pertama, pemegang saham existing tak kunjung menambah modal. Kedua, investor baru pun tak kunjung masuk, karena berbagai alasan.

Pemegang saham terbesar Bank Muamalat adalah Islamic Development Bank (IDB) sebesar 32,74 persen, Nasional Bank of Kuwait dan dan Bank Boubyan sebesar 30 persen, SEDCO Holding sebesar 17,91 persen dan sisanya sekitar 19 persen adalah pemilik perorangan. Nasional Bank of Kuwait dan dan Bank Boubyan selaku pemegang saham terbesar juga sedang terlilit masalah dan saat ini mereka sedang melakukan konsolidasi. Sementara, SEDCO sudah menyatakan tidak ingin menambah suntikan modal pada tubuh bank syariah tersebut.

Penguatan permodalan sangat dibutuhkan karena sebagai pionir bank syariah di Indonesia sangat wajar apabila Bank Muamalat memutuskan untuk tumbuh dan berkembang lebih optimal, perlunya mencari sumber pendanaan baru atau ajukan rencana restrukturisasi modal kepada pemegang saham (Wimboh, 2018). Pada tahun 2022, pertumbuhan bisnis Bank Muamalat mulai menemukan momentumnya kembali, menyusul rampungnya proses peningkatan modal melalui PMHMETD dan penerbitan sukuk. Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebagai pemegang saham pengendali memperkuat permodalan Bank melalui rights issue dan penerbitan sukuk subordinasi, total senilai Rp3 triliun.

Sampai dengan akhir tahun 2022, Bank Muamalat terus memperkuat kapabilitas dan sinergi, memperluas ekspansi bisnis dengan menggencarkan layanan perbankan ke ekosistem haji dan umroh serta berbagai sektor di ekosistem halal/Syariah, dan berhasil membukukan peningkatan kinerja yang signifikan dari tahun sebelumnya. Bank Muamalat mengalami kesulitan permodalan di tengah kondisi tingginya non performing financing (NPF) atau pendanaan bermasalah alias kredit macet.

Pembiayaan Bermasalah/ kenaikan NPF (Non Perfoming Financing): Bank Muamalat pernah bergulat lama dengan pembiayaan bermasalah hingga bertahun-tahun. Menurut laporan keuangan Bank Muamalat, rasio NPF gross mengalami kenaikan sejak Desember 2016 dari 3,83 % menjadi 4,43 % (2017), kembali turun pada 2018 menjadi 2,87 %. Pada kuartal IV 2019 bahkan NPF gross nya mencapai 5,22%. Bank Muamalat tergerus lonjakan pembiayaan bermasalah atau NPF di mana levelnya sempat di atas 5%, lebih tinggi dari batas maksimal ketentuan regulator. NPF yang ideal sesuai peraturan bank Indonesia yaitu NPF yang memiliki nilai dibawah 5% (kasmir, 2004). 

Lalu di 2020 mulai membaik dan turun menjadi 4,81%. Kemudian pada September 2021 Perusahaan Pengelola Aset (PPA) mengambil alih sekitar Rp10 triliun aset-aset bermasalah Bank yang membuat NPF turun menjadi hanya 0,67% di akhir 2021. Hingga kuartal II 2022, Bank Muamalat mencatatkan NPF net 0,66%, jauh lebih baik dari periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai 4,39%. Sedangkan untuk NPF gross berada di posisi 0,66% turun dari 3,97% di kuartal II 2021.

Ambruknya laba bersih perusahaan: Ambruknya laba bersih perusahaan terjadi seiring dengan tekanan terhadap pos pendapatan utama perusahaan. Dapat dilihat bahwa dalam kurun waktu 6 tahun terakhir, laba bersih yang diperoleh Bank Muamalat mengalami fluktuasi yang cukup signifikan.

Pada tahun 2017 laba bersih mencapai Rp 249.390.000.000. Pada tahun 2018 mengalami penurunan hingga Rp 41.348.000.000. Namun pada 4 tahun 2019 anjlok kembali, laba bersih yang didapatkan sebesar Rp 15.511.000.000. Pada tahun 2020 laba bersih yang diperoleh mencapai Rp 29.532.000.000. Terjadi penurunan kembali pada tahun 2021 yaitu mencapai Rp 19.638.000.000. Hingga tahun 2022 mampu mencatat laba bersih senilai Rp. 26.5800.000.000 (Muamalat, 2022)

Dalam menangani masalah ini Bank Muamalat dapat melakukan diversfikasi pendapatan dengan menawarkan beragam produk dan layanan keuangan syariah. Diversfikasi ini dapat mencangkup pembiayaan usaha, produk investasi syariah serta produk perbankan lainnya. Dengan mengembangkan portofolio produk yang beragam, Bank Muamalat dapat menoptimalkan pendapatan dari berbagai sumber.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun