Mohon tunggu...
Baiq Dwi Suci Angraini
Baiq Dwi Suci Angraini Mohon Tunggu... Penulis - Menulislah Untuk Mengubah Arah

Pegiat dan penikmat karya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

A Day With Sendang Drajat

21 Agustus 2020   11:21 Diperbarui: 22 Agustus 2020   05:17 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kutipan kekata Raden Ahmad alias Sendang Drajat, seorang pendekar silat pada tahun 1565-an, ia berucap dengan khidmat "Islam itu penuh aturan, tapi kan gunanya untuk menertibkan umat manusia. Tanpa ketertiban, umat manusia akan berlaku sombong, adigang adigung adiguna. Lihat saja kelakuan manusia yang sombong, sangat memuakkan dan membikin masyarakat tidak tentram."

Kata-kata yang dilontarkannya bukan tanpa ilmu, ia adalah seorang pendekar muslim yang paling diakui kekuatannya semasa 1500-an silam, namun telak hanya digunakan untuk memberangus kejahatan yang marak sekali saat itu, ia kembalikan manusia ke jalan islam, dikenalkannya pada agama yang membawa kedamaian, di sinilah awal mulanya islam mulai bersinar di tanah Lamongan, resmi setelah Majapahit mengalami keruntuhan bersama dengan ajaran Hinduismenya.

Aih! Membaca novel ini membawaku napak tilas ke masa-masa di kampus dulu, sekurang-kurangnya enam tahun yang lalu seorang karib menceritakan sejarah dan keadaan singkat sebuah wilayah, namanya Sedayulawas. 

Tepat di daerah Lamongan, melebar ke setiap desa dusunnya, berawal sejak Majapahit runtuh atas ajaran Hindu Budhanya, muncullah para petarung yang memperkaya islam dengan lisan dan pedang. 

Bahkan, mata pendekar mengerumuni islam dengan berkelana sepulau Jawa. Hingga akhirnya aku bisa menyimpulkan, pengelana terbaiklah yang akan mempertaruhkan islam dengan kematiannya. 

Saat itu, setiap prajurit sangat menyenangi syahid fi sabilillaah. Termasuk Raden Ahmad alias Pendekar Sang Drajat, tokoh protagonis yang santun lagi lembut, tegas dan kukuh perangainya dalam menerapkan syariat Allah.

Ia seorang pengelana, senang berkelana dan menyebarkan dakwah islam dengan sebilah pedang Syaifullah yang setia menemani. Di masa ini Padepokan sibuk membina santri, pelabuhan ramai oleh pedagang, sedangkan musuh malah datang dengan arak dan ceruti di kapalnya, sehingga kaum pribumi geram dan melibas rokok juga khamr yang mereka tawarkan. 

Maka berlompatanlah para penebas ke tengah hutan, sampai kaki mereka menendang-nendang perompak di belantara, yang tertinggal hanya dua mata keping emas, syahid dan kemenangan di pihak yang benar.

Saya kutipkan juga separagraf ucapan Pendekar Sendang Drajat ketika berhadapan dengan kebathilan, ia menyenandung dahsyat seperti ini bunyinya, "Seandainya seluruh dunia ini masuk islam semua dan masuk surga semua, surga Allah hanya terpakai sebagian kecil saja untuk menampung semuanya, karena Maha Luasnya surga Allah. Tapi sebaliknya juga, bila tak ada stupun orang yang percaya kepada Allah, dan tak sejengkal tanah surga pun yang terpakai untuk menampung manusia, Allah sama sekali tak merasa rugi."

See! Manusia lah yang membutuhkan kasih sayangNya, sebab DIA tak sama sekali butuhkan kita untuk patuh atau membangkang, karna hanya diri ini sajalah yang sejatinya serius butuh kembali pada surganya yang Maha Luas itu.

Menemukan buku ini seperti menarikku berjalan mundur ke masa-masa perkuliahan, momen ketika seorang kerabat mengisahkan keadaan Lamongan sekarang dengan cukup apik. Novel bergenre dakwah heroik ini banyak membuka pemahaman dan wawasanku mengenai sejarah masa lalu. 

Betapa kayanya peradaban islam Nusantara, sarat sekali dengan perjuangan dan pergolakan disana-sini. Ada sastra yang menggelitik dalam setiap fragmennya, sontak membuatku selalu tertarik mengejar keunikan sejarah yang tak sedikit sering dikerangkeng faktanya.

Ah, sebetulnya Nusantara ini punya pahlawan-pahlawan muslim yang tak kalah kuatnya daripada superhero imajinasi kaum Barat. Aku tercengang, terkesima, kemudian tergerak untuk berwisata ke Lamongan, menjelajah nusantara. Barangkali masih tersedia banyak tempat yang tak utuh disebutkan, Paciran, Sedayu, Langitan. Betapa hebatnya islam tersebar hingga kemari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun