Mohon tunggu...
Baiq Cynthia
Baiq Cynthia Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger, Content Writer, dan Mom to Be

Menulis membuatmu ada. Email: Baiq_cynthia@yahoo.com IG : BaiqCynthia Facebook : Baiq Cynthia Sribulancer : Baiqcynthia

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sebelum Waktunya Tiba Pasti Butuh Persiapan

20 Januari 2022   06:06 Diperbarui: 20 Januari 2022   06:12 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Esoknya aku lebih awal balik. Sudah ketar-ketir dengan keadaan Nenek yang kata pamanku enggak mau pakai popok, berjalan ke kamar mandi juga enggak bisa. Akhirnya pamanku membawa kursi roda yang dimodifikasi.

Aku sedih, kaget, bercampur aduk ketika sampai rumah. Kondisi tubuh nenek semakin ringkih, tidak ada yang merawat semenjak aku tinggal. Hingga akhirnya ia jatuh, kesandung karpet. 

Mata ini mulai panas, mulai berair dan aku kadang merasa bersalah tidak bisa membawa ke rumah baruku. Nenekku juga tipikal tidak kerasan di tempat baru. Belum lagi suhu udara di Ambulu lebih dingin daripada Situbondo.

Tempat tinggalnya sudah seperti kapal pecah, dan maklum pamanku hanya tinggal berdua dengan Umik. Maka hari itu aku dan adikku mulai merawat umi. Kami yang jarang bertemu akhirnya bisa merasakan kebersamaan. Terlebih pas lebaran ia tidak pulang.

Satu momen yang tidak bisa aku lupakan menemani Umik yang sejak muda cerita beliau yang bekerja keras, kini ia sudah berbaring saja. Sudah waktunya istirahat. Entahlah, beban apa yang masih ditanggung di usianya yang sudah hampir 80 tahun. 

Terkadang yang diucapkan olehnya itu tentang anak-anaknya. Walaupun anaknya sibuk dengan dunianya, menjenguk jarang-jarang. Tapi, samar-samar kudengar suaranya. 

Seakan mendoakanku, mendoakan anak-anaknya yang sudah memiliki cucu bahkan cicit. Aku terharu, dengan sosoknya yang Masyaallah. Ia terbaring lemah, tetapi yang dipikirkan justru kebahagiaan anak-anaknya.

Sebulan berlalu, Umik tetap tidak bisa duduk. Tulang tuanya makin rapuh, didatangkan beberapa tabib dan ahli syaraf maupun pengobatan tradisional. Tukang urutnya bilang kalau posisi tulang paha keluar dari pangkalnya. Sehingga ia tidak bisa duduk lama, apalagi berdiri. 

Mustahil bisa kembali, karena bagian otot ligamen sudah kendor. Pun kami berunding untuk pengobatan Umik di masa pandemi. Ternyata anak-anaknya lebih memilih suaranya sendiri-sendiri. 

Tidak ada yang mau mengalah, yang satu ingin dibawa ke mantri, satunya ke dokter umum, satunya mendatangkan tukang urut yang ahli dan terakhir mau bawa ke RS untuk diterapi. Kacau! 

Semuanya punya pandangan berbeda dan masing gak mau kalah dengan pendapatnya. Hingga Umik semakin bertambah parah penyakitnya. Ia pernah berkata padaku, "Aku Ridha kalau anak-anak mau ambil hartaku, tetapi tidak Ridha kalau berantem satu sama lainnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun