Mohon tunggu...
Bain Saptaman
Bain Saptaman Mohon Tunggu... Administrasi - guru

aku adalah ..Musik....liverpool...the beatles...kopi....sepeda..vegetarian...... "AKU BERONTAK....maka aku ADA"....

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pernah Merasa Diplagiasi? (Mahalnya Sebuah Ide)

21 Februari 2014   05:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:37 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda Pernah Merasa Diplagiasi?

Minggu ini kita dikejutkan dengan mundurnya dosen UGM Anggito Abimanyu terkait kasus Plagiasi. Sebuah harga yang amat mahal harus dibayar oleh beliau. Sebetulnya tindak plagiasi semua berasal dari satu hal, yakni : ide. Beliau bisa berkilah kesamaan ide. Namun AA tentunya KALAH TIMING. Munculnya sebuah tulisan (terlepas apa pun bentuk dan mutunya) tentunya bermula dari ide. Terkadang, pada benak tiap orang bisa saja memiliki kesamaan ide. Oleh karenanya mereka yang “menang” adalah mereka yang terlebih dahulu menuangkan ide tersebut dalam bentuk tulisan. Karena itu, perlu diketahui apa yang harus dilakukan setelah kita mendapat ide atau inspirasi?

1.

Ungkapkan ide tersebut dalam bentuk tulisan

Ide bisa datang begitu cepat begitu juga dengan hilangnya. Kadang datangnya pun tak diduga-duga. JK Rowling pernah mengungkapkan idenya menulis Harry Potter pun datang secara tiba-tiba saat dia menaiki kereta api dari Manchester ke London tahun 1990. Tak perlu waktu lama ide itu diungkapkannya dalam bentuk tulisan yang kelak mengguncang dunia. Menunggu mengungkapkan ide itu sampai esok berarti bersiap kehilangan. Atau paling tidak ide tersebut kita nyatakan dalam poin-poin. Hingga, kelak saat kita mendapat mood, kita bisa menuliskannya secara utuh. Sejak gabung di Kompasiana Februari 2010 (4 tahun lalu) ide atau inspirasi datang begitu cepat dan menggebu dan jadi tulisan kurang dari 5 menit! (terutama humor). Semua HANYA berasal dari percakapan antar teman, membaca komen teman dan menikmati tulisan rekan Kompasianer lain. Saya sendiri heran, dalam 4 tahun bisa menulis 1200-an artikel (meski sebagian besar sampah...hahahahaha). Jadi, andaikan ada Kompasianer bilang kesulitan ide mungkin beliau kurang banyak silaturahim ke lapak teman-teman.

2.

Posting atau publish secepatnya.

Di sinilah terkadang masalah plagiasi berawal. Saya pernah menuliskan sebuah postingan dalam Kompasiana tentang edukasi. Ternyata ide saya mirip sekali dengan apa yang AKAN dituliskan oleh rekan Kompasianer juga, Pakde Sakimun. Dan secara humor beliau mengunbgkapkannya dalam tulisan “Kompasianer Bain Saptaman Mencuri tulisan Saya” Hehehehe. Jelas, saya tidak plagiasi. Andai pakde Sakimun pun menuliskannya itu juga bukan plagiasi karena adanya kesamaan ide. Dan hal ini seringkali dialami oleh para Kompasianer. Beberapa waktu lalu saat ramai tulisan tentang Usman dan Harun, Kompasianer Muhammad Armand menulis “ Singapura, Terima Kasih Kawan”. Saya terkaget membaca judul dan isinya mirip dengan ide yang sudah saya tuliskan separuh. Apa boleh buat, postingan tentang Usman dan Harun itu saya batalkan. Di Kompasiana sepertinya seringkali terjadi Ide yang ada dan hendak dituangkan ternyata didahului oleh Kompasianer lain.

So......tuliskan dan postinglah sekarang....hahahahahah

.........

Poentjakgoenoeng, 20-2-14

gambar

Tumben...tulisan guwe waras ya?????

Semoga aku belum sembuh dari Kenthir...amin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun