Puasa ramadhan ini mencoba menarik simpul-simpul pemikiran kita untuk bersikap lebih peduli terhadap saudara-saudara kita yang keadaannya tidak seberuntung kita.Â
Salah satunya dengan adab yang lebih sosialis supaya mereka bisa mendapatkan akses untuk kehidupan yang layak. Terlebih di tengah wabah dan bulan ramadhan saat ini negara sudah menggelontorkan bantuan-bantuan pangan dalam bentuk jaring pengaman sosial (JPS) yang dihajatkan untuk menjamin kehidupan warga negara.
Tentu saja banyak polemik yang muncul terkait distribusi itu. Apakah saudara-saudara kita yang masih menunggu uluran tangan di jalanan tidak mendapatkan itu, hal ini kembali lagi ke moralitas pemimpin-pemimpin, bahkan pemimpin terbawah yaitu RT yang diamanahkan untuk mendata saudara-saudara kita.
Jika yang disyaratkan yang dapat hanya yang mempunyai KTP atau dokumen identitas kependudukan lainnya, tentunya ini menjadi masalah ketika saudara-saudara kita yang mengemis di jalanan, mereka tidak peduli lagi dengan dokumen kependudukan. Yang mereka pikirkan hanyalah bagaimana mendapatkan sesuap nasi untuk hari itu.
Setelah cukup lama berkeliling mencari kebutuhan yang awalnya mau dibeli, ternyata masih ada tersisa uang di kantong jaket. Langsung terpikir sosok tua penjual sawo dengan gerobaknya di bawah pohon pinggir jalan itu. Saya bergegas putar balik lagi dengan harapan bisa bertemu untuk mengembalikan keuntungannya yang "tertunda" tadi.Â
Sembari mengingat lokasi tepatnya saya terus menelusuri pinggir jalan itu bahkan sampai jauh dari tempat kami bertransaksi, berharap menemukan beliau yang mungkin sudah berpindah, mendorong gerobaknya karena hari hampir gelap.
Sampai jauh memutar lagi saya berkeliling, sosok itupun tak ketemu jua, sedangkan uang yang masih di kantong sudah terniatkan untuknya. Menunggu sampai esok hari mungkin tidak ada kesempatan untuk keluar lagi. Tentunya juga mengikuti anjuran untuk tidak terlalu banyak keluar, demi menghindari wabah corona.Â
Sembari berpikir, mata saya tertuju pada seorang ibu paruh baya dengan pakaian lusuh bersama anaknya yang masih kecil duduk di trotoar menunggu uluran tangan para dermawan.
 Tanpa berpikir panjang lagi, uang yang di kantong jaket itu saya pindahkan ke mereka, untuk mengurangi beban karena itu semestinya menjadi hak sosok tua penjual sawo tadi. Semoga beliau ridha dengan bagian lainnya lagi untuk saudara kita yang juga membutuhkan.
*Pengajar di Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Mataram.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H