Mohon tunggu...
Abdul Rahim
Abdul Rahim Mohon Tunggu... Freelancer - pengajar di Fakultas Ushuluddindan Studi Agama UIN Mataram, Pegiat Rumah Belajar dan Taman Baca Kompak, Lombok Timur

I'm the moslem kontak 087863497440/085337792687 email : abdulrahim09bi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Puasa dan Solidaritas Sosial

18 Mei 2020   20:23 Diperbarui: 19 Mei 2020   09:46 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pribadi Atin Kuswarini (Facebook)

Solidaritas dalam bentuk kepedulian sosial yang tinggi atas orang lain, inilah yang menjadi harapan sebagai suatu kekuatan dari masyarakat Islam untuk benar-benar bertekad bersama menunjukkan jargon rahmatan lil alamin.

Konteks puasa sebagai momen untuk menggembleng solidaritas sosial itu pun nyatanya bukan hanya muncul dari masyarakat Islam sendiri. 

Sumber: dok. Pribadi Atin Kuswarini (Facebook)
Sumber: dok. Pribadi Atin Kuswarini (Facebook)

Bahkan masyarakat non-muslim pun berlomba-lomba menyediakan makanan untuk berbuka bagi masyarakat muslim sebagai tetangganya atau dibagikan di jalan-jalan di mana orang yang membutuhkan itu, terlebih di tengah wabah yang sedang melanda saat ini.

Apakah ini akan menjadi sebuah ironi, ketika masyarakat non-muslim begitu tingginya solidaritas sosial mereka untuk berbagi tanpa peduli agama apa orang yang diberikan. 

Sementara masyarakat muslim justru kehilangan spirit solidaritas itu. Bahkan semakin berusaha menimbun harta/barang berguna sebagai pihak yang disebut mendustakan agama dalam konteks surat Al Ma'un: 6, atau yang selalu bermegah-megahan dengan itu dalam konteks At Takatsur: 1, pada surat Al Qur'an yang lain.

Memupuk Solidaritas

Tentu ini menjadi sebuah titik balik peradaban kita ke arah kemunduran. Di saat semua kalangan masyarakat sedang bersolidaritas bahkan di tengah wabah saat ini, semestinya masyarakat muslim muncul di garda terdepan untuk memupuk nilai-nilai solidaritas itu menjadi semakin mapan. 

Jika seorang muslim yang patuh dan sangat meyakini bahwa bersedekah di jalan Allah itu ibarat menanam 1 biji lalu menumbuhkan 7 tangkai, lalu pada tiap tangkai itu ada 100 biji (dalam Surat Al Baqarah : 261), maka untuk apa lagi keraguan itu masih bersemayam. Logika matematika pun tidak bisa digunakan dalam konteks solidaritas sosial melalui sedekah.

Puasa di tengah wabah kali ini menjadi momentum untuk menunjukkan itu. Apakah keyakinan kita dalam beragama sudah mapan untuk membangun solidaritas sosial itu semakin kuat, ataukah bias-bias perbedaan masih menjadi hal yang bersemayam dalam diri kita. 

Masyarakat muslim senantiasa dituntut juga untuk menjadi kaya (Quwwatul maal, kekuatan harta) sebagaimana itu menjadi salah satu kekuatan yang mesti dipersiapkan dalam konteks surat Al Anfal :60 (Wa'a'iddu mastatho'tum min quwwatin). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun