Mohon tunggu...
Abdul Rahim
Abdul Rahim Mohon Tunggu... Freelancer - pengajar di Fakultas Ushuluddindan Studi Agama UIN Mataram, Pegiat Rumah Belajar dan Taman Baca Kompak, Lombok Timur

I'm the moslem kontak 087863497440/085337792687 email : abdulrahim09bi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Karma untuk Sang Lelaki Bermata Sayu

23 Juni 2016   21:34 Diperbarui: 23 Juni 2016   21:39 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : gambarzoom.com

Sepertinya inilah kesalahan pertama dari sang lelaki bermata sayu yang baru disadari. Bagaimana tidak dia langsung menyimpulkan tentang simpati dari sang perempuan itu sebagai sebuah cinta, ketika kebaikannya terus berdatangan dan sepertinya meminta timbal balik dengan bantuan-bantuan yang dia butuhkan dan selalu dipenuhi sang lelaki. Dan kini ketika ada orang lain yang sepertinya lebih baik di pandangan sang perempuan dari pada sang lelaki bermata sayu, sang perempuan pun berbalik arah dengan meninggalkan benih cinta yang baru mulai tumbuh di hati sang lelaki bermata sayu. Terlanjur sudah benih itu pun dijaga oleh sang lelaki yang akhirnya membuahkan kecewa dalam dada. Padahal seandainya saja simpati itu tidak dipersepsikan sejauh itu mungkin hatinya dapat kembali merasakan ketenangan seperti biasanya. Ataupun dia masih memiliki banyak kesempatan untuk mencari yang lebih baik dari sang perempuan, yang akhirnya jelas mengukuhkan hati bersama orang lain.

Benang yang tadinya kusut di kepala sang lelaki bermata sayu itu sepertinya menemukan ujung pangkalnya. Dia tersadar juga sepertinya akan sebuah karma yang telah dia lakukan ketika membuat janji dengan seorang gadis sederhana beberapa waktu lalu. Dia dengan mudahnya mengabaikan janji dan mengulur waktu sehingga membuat sang gadis menunggu cukup lama. Masih dengan setianya menunggu di sebuah masjid tepat di dekat tangga tempatnya sekarang, sang gadis masih terpekur dengan bacaannya ketika sang lelaki bermata sayu datang setelah lewat satu setengah jam lebih dari waktu yang telah mereka sepakati.

Entah kenapa, malam itu sang lelaki bermata sayu menemukan wajah yang biasanya ceria sepertinya memendam beberapa kekecewaan yang tak tersampaikan dari sang gadis. Tatkala hembus angin semakin melenakan di senja tadi, seolah terlupa bahwa janji yang mestinya ditepati terlewatkan begitu saja, lalu tanpa merasa bersalah sedikitpun janji itu tidak tersampaikan jua.

Tergambar jelas senyum yang dipaksakan, dengan konsistensi bak idealisme yang tidak bisa diganggu gugat dari sang gadis, wajah itu pun memintanya untuk berlalu tanpa perlu menunggunya. Sepertinya janji adalah sesuatu yang cukup sakral baginya, hingga maaf yang terucap darinya pun sepertinya hambar bagi sang gadis

Teringat suatu malam ketika sang gadis, pemilik wajah ceria itu menanyakan tentang konsistensi dan tanggung jawab padanya, pun se-detail tentang janji dia ungkit ketika pernah juga sekali tak tepat ditunaikan sang lelaki bermata sayu. Setidaknya dia telah berusaha dan itulah yang tidak mampu dipertanggung jawabkan di hadapan sang gadis. Persepsi dari sang gadis pun tak bisa diutak-atik. Setidaknya tentang konsistensi dan tanggung jawab banyak tersadur darinya. Maaf pun kembali tersampaikan untuknya dari sang lelaki bermata sayu.

Hingga kini, keadaan itu berbalik menimpa sang lelaki bermata sayu, dia menunggu tanpa kepastian untuk sang perempuan yang telah memilih jalan yang tidak mungkin lagi searah dengannya. Sesal mau dikata tak mungkin menyumpahi sang perempuan, orang lain, atau pun sang gadis yang telah dia abaikan atas sebuah janji. Dan mata yang tadinya sayu kini mengatup pelan disertai tarikan nafas yang dalam, pertanda kepasrahan atas keadaannya. Lalu kalimat terakhirnya sangat mencengangkan bagiku, " Terimakasih telah membuatku patah hati, setidaknya Tuhan masih menganugerahkanku cinta untuknya, yang terdalam dari pada cinta seorang hamba, yang membuat sujudku lebih tenang dan lebih dekat dengannya". Lantunan Adzan maghrib menyadarkan kami bahwa hari sudah gelap,dan kujabat erat tangannya yang terasa dingin, dan membantunya bangkit menuju tempat berwudhu untuk melaksanakan shalat Maghrib.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun