Mohon tunggu...
Abdul Rahim
Abdul Rahim Mohon Tunggu... Freelancer - pengajar di Fakultas Ushuluddindan Studi Agama UIN Mataram, Pegiat Rumah Belajar dan Taman Baca Kompak, Lombok Timur

I'm the moslem kontak 087863497440/085337792687 email : abdulrahim09bi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penjual Sapu Tunanetra

10 Mei 2016   15:38 Diperbarui: 10 Mei 2016   15:52 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti pengalaman beberapa bulan lalu ketika bertemu dengan seorang penjual keset Tunanetra di Pelataran Masjid Mardhiyah RS. Sardjito UGM (Baca: Kejujuran, Modal Sosial yang Sangat Berharga) ,kali ini beda lagi dan menyentak hati saya yang sepertinya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan perjuangan mereka.

Alangkah romantisnya mereka, di siang yang cukup terik, terlihat dua orang suami-istri Tunanetra bergandengan tangan menyusuri jalan di depan Fakultas Ilmu Sosial UNY dengan membawa beberapa batang sapu ijuk dan pengelap meja yang terbuat dari tali rapia. Dengan tongkat yang dipegang suami di depan sebagai penunjuk arah, mereka terus saja berjalan meraba-raba tak peduli raungan sepeda motor yang lalu lalang di samping maupun di depan mereka.

Hingga akhirnya langkah pelan mereka dihentikan oleh teriakan 3 orang mahasiswi yang memarkirkan sepeda motornya tak jauh dari trotoar tempat saya berdiri, mereka pun mendekati pasangan suami istri tersebut. Mereka sempat berbincang-bincang sebentar dengan Ibu tersebut, selanjutnya menanyakan harga sapu yang dibawa, dan dijawab oleh sang istri dengan Bahasa Jawa, yang sempat saya pahami bahwa harga satu sapu tersebut Rp. 8.000.

dok. pribadi kampus UNY
dok. pribadi kampus UNY
Tanpa menawar, mereka bertiga sepakat membeli sama-sama satu sapu ijuk tersebut. Dan ketika membayar 2 orang mengeluarkan selembar 10 ribuan dan satunya selembar 20 ribuan.

" Uangnya berapa ini nduk?". Tanya sang ibu menanyakan nominal uang yang mereka gunakan untuk membayar, sementara sang suami diam saja sambil mengelap keringat yang membasahi lehernnya.

"Ndak apa-apa bu, di bawa saja kembaliannya". jawab salah seorang di antara mereka. Padahal niat mereka bertiga sepertinya ingin berbagi sedikit rizki dengan suami-istri tersebut, namun sang istri tetap mendesak ingin tahu nominal uang tersebut. Lalu dijelaskanlah oleh sang suami, istrinya ingin tahu nominal uang tersebut supaya mudah untuk memisahkannya antara lembaran tersebut sesuai nominalnya, jadi ketika ada yang membutuhkan uang kembalian, mereka tidak kerepotan dan tidak membuat pembeli lama menunggu. 

Sang istri pun menghitung dan menyebutkan nominal yang akan dikembalikan kepada 3 orang pembeli tersebut, namun mereka cepat-cepat memotong, bahkan memasukkan kembali tangan berkeringat ibu tersebut ke dalam tas lusuh tempat menyimpan hasil jualannya, lalu bergegas beranjak meninggalkan mereka.

Ucapan terimakasih dari suami-istri tersebut masih terdengar meski 3 mahasiswi tadi telah berada di seberang jalan tempat sepeda motor mereka terparkir. Sang istri meraih kembali tangan suaminya, melanjutkan perjalanan di tengah teriknya siang itu.

dok. pribadi
dok. pribadi
Hati saya seperti mendapatkan tamparan keras di hari Banyaknya Ucapan Selamat HARDIKNAS, ketika melihat perjuangan pasangan tersebut. Bagaimana tidak, saya yang seharusnya masih di kelas untuk 1 sesi lagi, malah lebih memilih untuk pulang, padahal tugas kita hanya belajar, dan sudah mendapatkan dana pula. 

Sementara mereka dengan kondisi kekurangan seperti itu tetap istiqomah berusaha untuk mencari rizki, bagaimana mungkin saya yang sudah rizkinya diberikan berkecukupan tidak istiqomah untuk belajar.

Terkadang Tuhan menegur secara halus dengan kejadian-kejadian yang mungkin kita anggap biasa saja. Dan salah satu tanda bahwa seorang hamba yang berpikir akan sebuah kejadian, maka itulah sebuah pembelajaran berharga yang menjadi kiasan akan sebuah ayat-ayat Tuhan yang pernah kita baca. Seperti halnya ayat tentang telah diaturnya rizki seorang hamba," Dan tidak ada satu binatang melata-pun di dunia ini kecuali Allah sudah tentukan rizki baginya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (QS. Hud : 6)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun