Mohon tunggu...
Abdul Rahim
Abdul Rahim Mohon Tunggu... Freelancer - pengajar di Fakultas Ushuluddindan Studi Agama UIN Mataram, Pegiat Rumah Belajar dan Taman Baca Kompak, Lombok Timur

I'm the moslem kontak 087863497440/085337792687 email : abdulrahim09bi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menulis: Babak Baru dalam Budaya Masyarakat

1 Desember 2015   07:46 Diperbarui: 1 Desember 2015   07:55 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada Rubrik sastra juga banyak diterbitkan kiriman-kiriman tulisan dari siswa-siswa yang menjadi kebanggan bagi suatu sekolah yang karya siswa mereka dimuat di majalah Asyik. Namun sangat disayangkan majalah tersebut tidak bertahan cukup lama, tergeser dengan budaya visual televisi, yang sempat menjadikan anak-anak sekolah menjadi malas membaca dan lebih gandrung dengan acara-acara televisi yang lebih banyak menjadikan karakter siswa kita menjadi hedonis dengan konten-konten yang ditampilkan di TV.

"Menulis adalah salah satu jalan mengabadikan nama kita untuk dikenang" ( Baim Lc), setidaknya kata-kata inilah yang menjadi motto yang saya tuliskan dalam lembar motto dan persembahan skripsi. Jika saja filsuf-filsuf besar, Ilmuan Muslim, ataupun ilmuan besar lainnya tidak menulis, maka tidak ada yang akan mengenang mereka. Imam Gazhali dengan Ihya' ulumuddin yang tersohor sampai dijadikan rujukan oleh filsuf-filsuf besar lainnya, nama beliau masih tetap hidup sampai sekarang karena budaya menulis yang beliau tanamkan pada diri sendiri. begitu pula Ibnu Sina, al farabi, Ibnu Rusyd, Al kindi dan lainnya dapat kita kenal sampai saat ini karena mereka menulis dan mencatatkan nama mereka di antara jajaran Ilmuan muslim yang mempunyai karya besar dan relevan sampai sekarang.

Bahkan Al Qur'an yang agung dapat kita kaji sampai detik ini dalam bentuk Utuhnya sebuah kitab, muncul karena budaya Menulis yang ditakutkan akan hilang jika tidak ditulis. Karena wahyu yang diterima Rasulullah bukan dalam bentuk tulisan akan tetapi ilham-ilham maupun bisikan (lisan) yang langsung dapat dihapal oleh beliau. Barulah ketika masa khalifah Abu Bakar setelah terjadinya perang Yamamah (Perang melawan Nabi Palsu, Musailimah Al Kadzab), banyak di antara penghafal Al Qur'an yang wafat, ketakutan akan hilangnya Al qur'an inilah yang membuat Umar Bin Khattab tergerak untuk mengumpulkan para sahabat penghapal Al Qur'an untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan. Ilham untuk menuliskan Al Qur'an ini sudah pasti dari Allah SWT sesuai dengan firman-Nya " Sesungguhnya kami lah yang menurunkan Al Qur'an dan kami pula yang akan menjaganya (Al Hijr : 9). Secara tersirat penulisan al qur'an ini sebagai ibroh ( pelajaran) bahwa dengan tulisan sesuatu dapat bertahan bahkan dalam kurun waktu yang cukup lama.

Sebut saja penulis-penulis besar yang cukup berpengaruh di Indonesia dalam dunia kepenulisan, seperti Buya Hamka, Chairil Anwar, Pramoedya, A.A Navis dan lainnya, nama mereka sampai saat ini masih menjadi rujukan dalam kajian-kajian keilmuan, baik sejarah maupun semangat gerakan perjuangan yang digaungkan melalui tulisan mereka. Melalui Tulisan, Pramoedya membingkai sejarah revolusi bangsa kita yang sekarang telah dikenal luas, sehingga melejitkan nama Pram dengan slogan, Dari Indonesia Untuk Dunia.

Dengan tulisan pula semangat perjuangan yang digaungkan para pahlawan bangsa kita dapat kita tahu dan tergerak untuk mengenangnya. Karena sejarah yang tidak dituliskan hanya akan menjadi ingatan yang hilang ditelan zaman.

Maka pantas saja salah seorang Budayawan NTB, Salman Faris, dengan novel budaya dan novel sejarah yang dibingkai dengan sastra pernah mengatakan, " Tulisan itu lebih abadi, bahkan melebihi anak kita sendiri", dan itu sudah terbukti, tulisan-tulisan ber-abad-abad lalu masih dapat kita nikmati sampai saat ini. Lebih lanjut beliau mengatakan, bahwa penulis sudah pasti orang yang berilmu, bukan orang bodoh, dan janji Allah sudah pasti bagi orang yang berilmu " Sesungguhnya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu di antara kamu beberapa derajat". (Al Mujadalah : 11), karena tulisanlah banyak orang-orang biasa yang bukan orang kaya atau pun bangsawan dapat dikenal luas, sebagaimana halnya mahfuzhat Imam Syafi'i di atas.

Menulis merupakan salah satu cara mengorganisir pikiran, maka tidak menutup kemungkinan menulis juga merupakan salah satu refleksi untuk menenangkan pikiran. Dengan menuangkannya melalui tulisan setidaknya pikiran yang menjadi beban akan terasa lebih ringan walaupun hanya dibaca oleh diri kita sendiri. Menulis bukan hanya untuk mendapatkan pujian, atau juga kepedulian dari pembaca, akan tetapi dengan menulis, pikiran maupun ide-ide yang tersimpan dalam otak kita mendapatkan ruangnya untuk ditumpahkan dan seakan lebih hidup dari pada hanya tersimpan di otak.

Salah satu Buku "menyikapi krisis Inovasi Daerah, yang merupakan buah karya dari seorang birokrat, mantan Wakil Gubernur NTB, Badrul Munir menuliskan tentang Inovasi-inovasi yang seharusnya dilakukan oleh daerah sebagai sebuah strategi dalam percepatan pembangunan, lebih khusus pada buku tersebut tentang pembangunan sosial dan pengentasan kemiskinan.

Salah satu sub judul isi buku tersebut yaitu " Kaya sarjana Miskin Karya", setiap tahun kampus-kampus kita di daerah mengeluarkan ribuan sarjana, namun butuh bertahun-tahun menunggu satu orang yang mengeluarkan karya besar. Perguruan Tinggi pun hendaknya melakukan Inovasi untuk mencetak sarjana-sarjana yang menyumbangkan karya untuk daerah.

Jika dalam buku tersebut yang dibahas hanya inovasi dalam bidang sosial dan pengentasan kemiskinan, maka inovasi dalam bidang Pendidikan, Literasi dan Budaya hendaknya dipertimbangkan juga untuk tercapainya percepatan pembangunan. Salah satu Inovasi dalam bidang pendidikan dan Budaya yaitu budaya menulis yang seharusnya mendapat ruang apresiasi dan diakomodir oleh pemerintah Daerah yang notabenenya sebagai wakil dari Negara untuk membentuk sebuah lembaga sebagai wadah apresiasi suatu karya.

Penyediaan wadah apresiasi dari sebuah karya dapat dilakukan dengan menyediakan penerbitan berskala Nasional yang merupakan bagian dari lembaga Kepemerintahan Daerah, serta dengan diintensifkannya lomba-lomba penulisan karya. Secara sederhananya Pusat Perbukuan untuk daerah merupakan sebuah Inovasi yang cukup baik untuk membangun budaya Literasi. Banyak kita temukan penulis-penulis daerah yang bertalenta berbagi inspirasi melalui tulisan menerbitkan karyanya pada penerbit-penerbit luar yang didominasi di pulau Jawa. Itupun kadang menggunakan Biaya sendiri dengan sistem penjualan pribadi dari karya tersebut, padahal kapasitas Pemerintah Daerah untuk mengelola penerbit sendiri yang berskala Nasional bisa saja digulirkan di bawah pengawasan lembaga Pemerintah Daerah seperti BAPPEDA, Perpustakaan Daerah, atau Kantor Bahasa yang membidangi Literasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun