Mohon tunggu...
Bailando al Sol
Bailando al Sol Mohon Tunggu... Freelancer - MENJEMPUT FAJAR DENGAN BANGKIT

Keabadian adalah ukiran waktu dalam keniscayaan ruang terbatas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Covid 19 dalam Sejarah Pandemis Dunia

29 Maret 2020   00:51 Diperbarui: 30 Maret 2020   14:02 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada temaram senja yang kini hampir terbenam, semua senyap berpadu dalam ikatan hati yang satu dan sama dengan jarak raga yang penuh waspada oleh disposisi yang wajar demi sebuah kenyataan yang lebih nyaman. Kita tinggalkan kegelisahan jarak raga, karena kita memang tidak sedang berhajatan hanya untuk menyatukan kekuatan raga, melainkan sebaliknya, kita diundang untuk memasrahkan raga dalam semangat yang menghidupkan, memberikan elan vital yang baru untuk bangkit menerjang pandemi bumi kita.

Kita diundang untuk menyusuri aliran daya elan vital kita bersama yang membual dan beriak  meminta kita menimba dari "sumur kemanusiaan" universal yang terpatri dalam gaya dan daya  juang kebebasan mencapai kebaikan bersama.

Situasi pandemi Covid-19 menjadi satu moment mencedokkan timba niat kita pada "sumur kemanusiaan" kita lalu meneteskannya pada dahaga perjuangan actual, terisitimewa dalam menerjang situasi pandemis dunia saat ini.

 Kisah pilu dunia oleh peristiwa non alam telah menemani ziarah manusia setiap  zaman. Kisah dunia membentangkan sebuah narasi mengenai kenyataan bahwa manusia beriringan bersama wabah yang senantiasa berubah daya tantangnya dari endemic kepada epidemic. Situasi ini sangat mempengaruhi semua elemen kehidupan kita, mulai dari aspek sosio-politik sampai kepada hal paling esensial yakni mengenai diri yang terlempar lama kenyataan ketakberdaan.  Ulasan sejarah ini sedikitnya kita boleh menoleh kepada apa yang terjadi pada abad pertama kehidupan bumi yang dilanda wabah Antonina (tahun 165-180) dengan korban berjumlah lima jutaan nyawa.  Tiga setengah abad berikutnya dunia dilanda wabah Justinian (tahun 541-542) dengan korban sekitar 30-50 juta jiwa.

Tak berhenti di sana, dunia kemudian dilanda wabah Hitam (Negra) pada tahun 1347-1351 dengan jumlah korban 200 ribu orang. Wabah lainnya adalah Cacar yang terjadi pada tahun 1520 dengan 5000 orang korban. Lalu beberapa wabah lainnya yang juga menelan korban ribuan orang. Lalu pada abad XIX: Wabah Colera yang bermula pada tahun  1817 dan terus berlangsung dalam jangka waktu yang lama sehingga menelan korban ribuan nyawa. Seabad kemudian mewabah juga  Flu Spanyol (1918-1919) dengan jumlah korban semakin agak berkurang. Seabab berselang lagi kita sekarang menjumpai COVID-19, yang telah didahului dnegan wabah-wabah lain seperti Malaria Kuning, HIV-AIDS, SARS, MERS, EBOLA, dll. 

Namun, dengan nada optimistik, kita melihat pada statik jumlah korban. Dari abad ke abad, dari tahun ke tahun jumlah korban secara perlahan mulai berkurang. Inilah kenyataan yang kita temui sebagai hasil dari daya juang manusia melawan daya senyap kematian yang senantiasa mengintai manusia. Di sini juga kita menemukan bagaimana perkembangan daya cipta manusia menemukan elan vitalnya menghadapi hantu senyap wabah tak kasat mata ini dalam seluruh sejarah bumi yang semakin menua ini. Jangan takut, karena kita bukanlah generasi penyerah, melainkan generasi pejuang yang terus melangkah meski dalam kekalutan, namun terus melampaui kesenyapan mikrobilogis yang mengancam kita. Salam perjuangan menuju kemenangan dalam sejarah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun