Pelaksanaan Pilkada di Aceh 2017 dalam rangka untuk memilih Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur sebentar lagi akan dimulai. Walaupun sampai saat ini belum masuk tahapan kampanye, tetapi masing-masing kandidat sudah berupaya untuk mencari dukungan, baik dukungan dari Pemerintah Pusat, Partai Politik, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama sampai masyarakat biasa. Kegiatan semacam itu tentunya selalu menjadi santapan sehari-hari baik dimasyarakat maupun di media cetak dan elektronik.
Apa yang aku sampaikan disini merupakan penglihatan sendiri, sewaktu aku masih menjadi seorang pedagang di sebuah pasar di Banda Aceh
...kiranya kejadian seperti ini, sudah tidak ada lagi menjelang Pilkada 2017 di Propinsi Aceh
Persaingan perebutan kursi kekuasaan untuk menjadi nomor satu di tingkat propinsi, tentunya akan sangat banyak menguras energi, materi, pikiran dan waktu dari parakandidat (calon gubernur, calon wakil gubernur) dan para pendukungnya. Dalam perjalanan menuju kekuasaan tersebut, tidak jarang permainan kotor akan melekat menjadi satu, demi tercapainya tujuan para sang kandidat nantinya. Kepentingan politik yang menjadi cita-cita para kandidat dilampiaskan secara membabi buta dengan menciptakan teror disana-sini dan jarang sekali para kandidat tersebut untuk melihat kedepan, apa efek yang terjadi dari apa yang sudah mereka lakukan.
Pemandangan semacam ini akan menjadi santapan masyarakat sehari-hari, dimana korban-korban akibat aksi teror dan intimidasi dari motor-motor penggerak para kandidat yang ingin berkuasa selalu siap setiap saat, tak perduli siapa yang akan menjadi korban. Tatkala korban-korban tersebut berjatuhan, semua seolah-olah menutup mata dan menutup telinga yang mana masyarakat yang belum menjadi korban, lidahnya menjadi kelu untuk mengatakan yang sebenarnya. Memang ada sebagian atau beberapa orang yang menyampaikan atas apa yang telah mereka lihat dengan kepala sendiri, tetapi apa yang sudah mereka sampaikan, kepada orang yang mereka anggap untuk bisa mengatasi peristiwa tersebut, ternyata diluar harapan mereka.
Ketakutan yang mereka rasakan, semakin hari semakin menjadi-jadi. Setiap hari pikiran yang ada di kepala mereka, selalu dihantuii oleh rasa kecemasan dan ketakutan, sehingga kalimat yang ada dipikiran mereka tidak lain seperti ini.............. “ apakah diriku adalah korban berikutnya? ”.
Pasukan rahasia dari para kandidat, sudah siap untuk menerima proyek TEROR,INTIMIDASI dan PROPAGANDA dari sang Bos Besar. Waktu dan tempat sudah direncanakan serta dipetakan oleh Bos Besar. Sang pasukan rahasia tinggal menunggu, kapan proyek itu dimulai. Seiring dengan perjalanan waktu menjelang pelaksanaan Pilkada, banyak masyarakat yang menjadi korban-korban kehausan dan kelaparan kekuasaan dari para kandidat. Dibalik ruangannya yang mewah, ternyata para kandidat tersebut...tertawa terbahak-bahak...dan setelah itu mereka...tersenyum lebar...atas apa yang sudah dilakukan oleh sang pasukan rahasia yang sudah mereka kerahkan.
Ketika para kandidat dan para pendukungnya hadir ditengah-tengah masyarakat, dimana kehadiran mereka semua diabadikan dengan hadirnya beberapa wartawan dari berbagai media,...tiba-tiba timbul ekspresi yang lain dari wajah-wajah mereka. Ada guratan dari wajah mereka yang sedikit aneh, tatkala mereka mendengar apa yang telah terjadi terhadap masyarakat yang telah menjadi korban tersebut.............ternyata kita bisa tertipu,...atas ekspresi wajah dari para kandidat dan para pendukungnya..........Dengan menunjukan sikap empati mereka atas masyarakat yang telah menjadi korban, mereka juga dengan jiwa laksana sebagai seorang ksatria menyampaikan kata-kata...kutuk...marah...sedih...
atas apa yang telah terjadi terhadap korban. Mereka juga laksana pahlawan yang mengobarkan kata-kata...damai...bersatu....Sungguh ironis sekali peristiwa semacam ini
Namun sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang jiwanya sudah mati, walaupun mereka masih hidup...
Dalam nash Quran surat Al A'raf ayat 179, Allah SWT berfirman: