Mohon tunggu...
Abdul Jabbar Al Baihaqi
Abdul Jabbar Al Baihaqi Mohon Tunggu... Atlet - Mahasiswa

Hidup Berakal Mati Beriman

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Resensi Buku Homo Sapiens: Riwayat Singkat Umat Manusia

4 Juni 2021   10:50 Diperbarui: 5 Juni 2021   18:34 1355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia (Sapiens) adalah satu-satunya spesies Homo yang masih bertahan hidup hingga sekarang. Bukan dikarenakan oleh fisik Sapiens yang terkuat diantara Homo lainnya (karena Neanderthal masih lebih besar dan kuat dari segi fisik), melainkan dari kemampuan membuat cerita/realitas yang membuat manusia unggul. 

Buku yang ditulis Yuval Noah Harari, seorang pakar sejarah ini, membahas sejarah aktor utama dalam kehidupan di dunia saat ini: sapiens, yaitu manusia, Harari berusaha untuk menelusuri mengapa Sapiens dapat menjadi aktor utama dalam panggung kehidupan ini. Alasan dari unggulnya Sapiens dibandingkan dengan spesies Homo lainnya tidaklah disebabkan oleh faktor kepintarannya belaka. 

Jika diukur dari segi kepintaran, 1 juta tahun yang lalu manusia (yakni spesies Homo) sudah menjadi makhluk paling cerdas di dunia, tetapi tetap tidak memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap bumi seperti sekarang.
Alasan manusia kini mendominasi bumi karena kemampuan manusia untuk bekerja sama secara fleksibel dalam jumlah besar. Kepintaran dan keterampilan membuat alat juga penting, namun tidaklah cukup. 

Mungkin ada yg bertanya, "semut dan lebah juga bisa menjalin kerjasama dan membentuk koloni dalam jumlah besar jauh lebih dahulu daripada manusia, terus mengapa lebah dan semut tidak bisa mendominasi dunia dengan sistem "monarkinya"? Karena lebah dan semut tidak cukup fleksibel seperti manusia dalam bekerja sama. Lebah dan semut tidak bisa mengubah sistem sosial menjadi yang baru dalam waktu semalam. Lebah dan Semut tidak bisa mengkudeta ratunya dan melakukan revolusi. 

Namun, monyet bisa bekerja sama jauh lebih fleksibel daripada lebah dan semut, tetapi mereka hanya bisa melakukannya dalam skala masyarakat yang kecil saja, lebih-lebih hanya sebesar lingkar teman dekatnya saja karena didasarkan atas pendekatan personal.

Kemampuannya untuk membuat sistem sosial dengan jumlah tidak terbatas dan fleksibel menjadi faktor utama penjelasan mengapa Sapiens dapat menguasai planet ini, but how? Ya tentu saja kemampuannya untuk mendongeng, bercerita, membuat realitas baru. Karena kita adalah satu"nya makhluk di planet ini, yang bisa menciptakan dan mempercayai cerita fiktif, dan selama setiap orang mempercayai cerita yang sama, setiap orang akan mengikuti dan mentaati peraturan yang sama, serta nilai dan norma yang sama. 

Berbeda dari bahasa spesies-spesies Homo maupun hewan lainnya yang hanya dapat digunakan untuk menyampaikan informasi, bahasa baru itu memungkinkan Sapienss ber-bicara tentang hal-hal yang belum pernah mereka lihat, sentuh, atau cium. Jika banyak hewan dan spesies manusia pada masa itu bisa mengisyaratkan "Awas, ada buaya!" kepada kawanannya dalam bahasa masing-masing. Sapiens, sanggup berkata, "Buaya adalah ruh pelindung suku kita. Dan apabila kita tidak memberikannya sesajen, dia akan marah dan membawa bencana pa-da kehidupan kita, dan setelah mati, ruh buaya ini akan menyiksa kalian di neraka". 

Jika kalian percaya pada cerita yang saya karang ini, kalian akan mengikuti norma, nilai, yang sama, dan kalian akan bisa bekerja sama dengan baik. Hanya Sapienss yang dapat melakukan hal tersebut

Di tataran religi, kita bisa melihat umat manusia bekerja sama, membangun peradaban secara masif dengan mempercayai keyakinan yang sama. Jutaan orang membangun masjid, pura, wihara, gereja, melakukan jihad, dan perang salib, karena mereka percaya pada keyakinan yang sama. Hukum juga bekerja berdasarkan mekanisme yang sama. Kebanyakan sistem hukum di dunia didasarkan pada kepercayaan akan adanya Hak Asasi Manusia atau biasa HAM. Namun, apakah sebenernya HAM itu? 

HAM realitanya hanyalah sebuah cerita yang manusia ciptakan berdasarkan pengalaman hidup mereka. HAM itu melekat pada manusia sejak ia dilahirkan. Namun, Ketika kita membedah tubuh manusia, kita akan menemukan organ tubuh, tetapi tidak ada wujud HAM disana. Satu-satunya tempat HAM itu ditemukan hanya ada dalam cerita yang umat manusia ciptakan dan sebarkan selama beberapa abad terakhir.

Politik juga sama, salah satu faktor politik yang paling penting yang diketahui adalah bangsa dan negara, namun bangsa dan negara itu tidak benar-benar ada. Gunung Batur yang terletak di Bali benar benar ada secara fisik (obyektif). 

Akan tetapi, negara-negara seperti Indonesia, Amerika, Filipina pada realitanya tidak benar-benar ada. Itu adalah cerita atau keyakinan yang orang-orang terdahulu buat dengan memanfaatkan perasaan senasib, misalnya karena memiliki rasa penderitaan yang sama secara kolektif karena dijajah bangsa eropa, atau karena persamaan ras, dan lain-lain. Pemahaman secara kolektif itu, yang sangat melekat dari diri kita. 

Kemampuan untuk menceritakan fiksi itulah, menurut Harari, yang merupakan fitur terunik bangsa Sapiens. Fiksi tidak hanya memungkinkan manusia mengkhayalkan berbagai hal, tetapi juga mengkhayalkannya secara kolektif.

Sayangnya, buku ini tidak bisa dijadikan sumber yang cukup terpercaya untuk keperluan penelitian ilmiah. Perlu dicatat bahwa buku sains populer ini tidak murni berisi kumpulan fakta-fakta sejarah. Di dalamnya sudah tercampur dengan opini pribadi Harari. Jadi, pembaca perlu untuk memisahkan antara fakta sejarah dan opini penulisnya. Namun setidaknya ada 3 opini utamayang diungkapkan Harari di dalam buku ini:

Sapiens sudah melewati tiga revolusi penting dalam sejarah panjang umat manusia yaitu revolusi kognitif, agraria dan saintifik.

Tiga hal yang membuat sapiens berbeda dengan spesies manusia lainnya adalah kemampuan berbahasa, kemampuan bekerja sama dan kepercayaan akan hal-hal abstrak.

Meskipun sudah melewati tiga revolusi besar, kehidupan manusia modern tidak lebih baik dibandingkan dengan kehidupan manusia 50.000 tahun yang lalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun