Mohon tunggu...
Baidhody Muchlis
Baidhody Muchlis Mohon Tunggu... Editor - Pemerhati isu lingkungan hidup, energi dan pertambangan.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kekayaan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Belum Terima Pesangon, Puluhan Buruh Tuntut Perusahaan dan Desak Polisi Turun Tangan

22 Juni 2023   22:53 Diperbarui: 23 Juni 2023   18:05 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung PN Jakpus. (Dok/Humas)

Puluhan bekas buruh PT Mulia Raya Prima menuntut perusahaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Musababnya, perusahaan importir dan pemasok buah yang dinyatakan pailit oleh Kurator Dito Sitompul itu, dinilai tidak berkomitmen soal penyelesaian pesangon.

Menurut salah seorang buruh, Siti Suraeni menjelaskan, Kurator Dito Sitompul memberi porsi harta pailit kepada Lie Po Fung sebagai pemegang saham mayoritas dengan porsi besar. Padahal, seharusnya hak buruh lebih diutamakan dari pembagian harta pailit tersebut.

"Hak karyawan merupakan hak yang harus didahulukan dalam pailit. Kami mendengar harta pailit telah diambil dalam porsi jumbo oleh Lie Po Fung. Untuk itu kami melakukan gugatan ke pengadilan," kata Suraeni ketika dijumpai seusai persidangan, Kamis (22/6/2023).

Nama Lie Po Fung disebutkan dalam laporan di Polres Metro Jakarta Pusat dengan tuduhan perkara penggelembungan tagihan pailit. Penggelembungan tersebut diduga memuat upaya pemalsuan tanggungan PT Mulia Raya Prima.

Laporan tersebut tercatat dengan Nomor LP/BL/275/II2023/SKPT Polres Metropolitan Jakpus. Secara tertulis, Lie Po Fung dilaporkan atas perkara memalsuan akta otentik, memberikan keterangan palsu, dan mengajukan tagihan palsu. Dari situ muncul kerugian berupa kenaikan tagihan hutang PT Mulia Raya Prima.

"Kami meminta polisi bergerak cepat mengusut laporan itu, supaya hak-hak kami dapat terbayarkan. Perusahaan belum memenuhi kewajiban membayar gaji, pesangon, dan hak dari 94 orang karyawan selama hampir setahun pada 2021 lalu." pungkas Suraeni.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun