Generasi kedua penghuni rumah berasitektur China ini kemudian berganti ke Oei Joe King yang memiliki usaha andong. Karena usaha ini rumah Oei di era awal 1900-an sempat terkenal sebagai koplak (terminal kuda).Â
Rumah itu kemudian dihuni oleh Oei Gwat Le bersama istri yang mengembangkan usaha batik. Beberapa batik sisa usaha ini masih terlihat dipajang di ruang tamu keluarga.
 Setelah Oei Gwat Le, rumah yang memiliki halaman dalam yang luas ini dihuni oleh kerabat jauh. Hal ini disebabkan anak Oei Gwat Le, Oei Tiong Djioe memilih berkiprah di Semarang Oei Tiong Djioe sendiri aktif dalam pergerakan sebagai lothia (pemimpin warga Tionghoa Semarang).Â
Bahkan, dia juga terlibat aktif membantu pejuang di Pertempuran Lima Hari di Semarang. Oei Tiong Djioe kembali memiliki rumah di Lasem itu setelah membeli hak atas Rumah itu kemudian diasuh oleh anak keempat Oei Bie Kiem.Â
Oei Bie Kiem kemudian meneruskan rumah itu kepada generasi ke tujuh Oei Oei Lee Giok (Grace Widjaja). Selama jaman Orde Baru Rumah Oei  sempat terbengkalai.Â
Namun setelah Presiden Abdurrahman Wahid membuka pintu bagi identitas China, Roemah Oei kembali mengeliat.Â
Puncaknya pada 2016, Grace Widjaja mulai merenovasi kembali Roemah Oei. Selain memorabilia keluaraga, di rumah itu juga mulai dibangun kedai-kedai, penginapan hingga ruang khusus untuk berkesenian.
Selama berada disini jangan lewatkan kesempatan untuk menambah pengalaman berbeda yang tidak didapatkan ditempat ngopi lainnya. Sebab dapat mempelajari kebudayaan akulturasi China -- Jawa ini Roemah Oei menjelma seperti museum keluarga yang terjaga apik.Â
Selain menambah pengetahuan sejarah, beberapa hal menarik yang recommended dilakukan ketika mengunjungi rumah yang menjadi bagian dari saksi sejarah pecinan Lasem ini akan penulis jabarkan dibawah ini:
1. Mencoba berbagai kuliner lokal