Hedonisme Pejabat dibalik anggaran Rakyat
Berdasarkan data Kementerian Keuangan 2024, penerimaan pajak Indonesia masih sangat bergantung pada PPN, yang menyumbang sekitar 35 persen dari total penerimaan pajak negara. Rinciannya, PPN Dalam Negeri berkontribusi Rp275,69 triliun (23,04 persen), sementara PPN Impor menyumbang Rp176,33 triliun (14,74 persen). Sebaliknya, pajak yang umumnya dibayarkan oleh kelompok berpenghasilan tinggi, seperti Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi, hanya menyumbang Rp11,44 triliun, atau kurang dari satu persen—sekali lagi, satu– dari total penerimaan pajak. Ketergantungan yang besar pada PPN itu menunjukkan bahwa masyarakat umum menjadi tulang punggung utama sistem perpajakan Indonesia. Hal itu menciptakan beban yang tidak proporsional, mengingat PPN adalah pajak konsumsi yang bersifat regresif—membebani masyarakat berpenghasilan rendah secara relatif lebih besar daripada kelompok kaya.Â
Sistem perpajakan yang ada saat ini secara tidak langsung menciptakan subsidi terselubung dari rakyat jelata kepada orang kaya. Kenaikan PPN menjadi 12 persen hanya akan memperparah ketimpangan ini, sementara kontribusi dari kelompok berpenghasilan tinggi tetap rendah. Kondisi ini mencerminkan kegagalan pemerintah dalam mengoptimalkan sumber-sumber pajak yang lebih adil dan progresif. Ditengah polemic kenaikan pajak, Pemerintah Provinsi Banten justru merencanakan Pembangunan Gedung 8 lantai DPRD yang menyedot anggaran Rp. 40 milliar. Pembangunan ini justru menjadi bukti acuhnya pemerintah Provinsi Banten terhadap permasalahan yang ada, yaitu pengangguran dan angka kemiskinan yang masih tinggi. Menurut BPS, jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Banten yaitu 5,84 persen atau 791,61 ribu dari total penduduk 12.431,39 ribu jiwa. Kemiskinan terjadi salah satu penyebabnya yaitu tingginya angka pengngagguran, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Banten masih menududuki peringkat pertama di Indonesia yaitu 6,68 persen. Hal ini disebabkan salah satunya yaitu Pembangunan ekonomi yang tidak merata. Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan harus berujung pada naiknya tingkat kesejahteraan seluruh masyarakat. Berarti, bukan hanya pendapatan saja yang meningkat, ketimpangan pendapatan antar penduduk atau antar kelompok masyarakat juga harus berhasil diturunkan. Bila tidak berhasil diturunkan, pasti akan menimbulkan berbagai masalah sosial di tengah masyarakat. Terbukti dengan kebijakan pemerintah yang lebih memilih membangun Gedung mewah untuk kalangan elit dibanding untuk mensejahterakan Masyarakat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H