Penyebaran Covid-19 di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Per hari  senin 30 Maret 2020 sudah 1414 orang yang terjangkit virus yang menyerang sistem respirasi tersebut, 122 di antaranya meninggal dunia sementara pasien yang dinyatakan sembuh berjumlah 75 Orang. Indonesia tidak hanya tinggal diam, berbagai solusi sudah diterapkan oleh pemerintah seperti anjuran untuk social-distancing, himbauan kepada pemerintah daerah untuk menutup tempat kerja, sekolah dan tempat umum seperti tempat wisata, sampai pelaksanaan rapid test.
Pelaksanaan rapid test sudah dilaksanakan efektif sejak 24 maret 2020 dimulai di DKI Jakarta pada sekitar 10.000 orang dan hasilnya, pemda DKI menemukan 121 orang yang dinyatakan positif.Â
"Hingga tanggal 27 Maret 2020, telah dilakukan 10.459 rapid test, dengan hasil 121 orang dinyatakan positif," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Widyastuti melalui siaran resminya yang dikutip dari CNNIndonesia, Minggu (29/3/2020).
Metode Rapid test ini adalah metode serologi yaitu dengan mengambil sampel darah dan melihat apakah terdapat imun untuk melawan covid-19 yang terbentuk didalam darah. Jika ditemukan, maka kemungkinan orang tersebut terkena virus covid19 yang kemudian dilakukan tes PCR/swab dan dilakukan rujukan ke RS atau anjuran untuk mengisolasi diri selama 2 pekan.
Pelaksanaan rapid test akan terus berlanjut mengingat Indonesia sudah mengimpor 500.000 alat rapid test dan kemungkinan akan menambah tes kit lagi dari Korea Selatan. Tentu ini sedikit membuat masyarakat lega dan berharap rapid test dapat dilakukan seluas mungkin sehingga pasien positif akan segera diketahui dan ditangani. Ketika pasien covid19 sudah tertangani maka tidak akan ada lagi penularan virus.
Namun harapan masyarakat tersebut bisa saja memunculkan kekhawatiran mengingat rapid test yang dilakukan oleh Indonesia ini hanyalah screening pasien dan bukan merupakan diagnosis sehingga tidak bisa memastikan pasien positif atau negatif. Dokter spesialis paru-paru Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, dr Erlina Burhan dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) mengatakan bahwa orang yang terinfeksi namun tidak bergejala bisa saja dinyatakan negatif dari hasil pemeriksaan rapid test ini.
"Kalau seseorang dalam masa inkubasi, kemudian diperiksa rapid test serologi belum terdeteksi, nanti jadi seolah-olah negatif, ini disebut negatif palsu," ujar Erlina.
Jika memang demikian, maka ada kemungkinan terdapat masyarakat yang terjangkit tak ber-gejala menunjukan hasil negatif pada rapid test. Orang tersebut tidak akan mendapat anjuran oleh petugas medis untuk mengisolasi diri selama 14 hari. Orang tersebut bisa beraktifitas seperti biasa dan menyebarkan virus corona lebih lanjut lagi.
Dengan kemungkinan tersebut maka perlu dipertanyakan mengenai kebijakan pemerintah melakukan rapid test serologi ini. Apakah rapid test ini solusi yang sesuai untuk Indonesia menghadapi Covid 19?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita harus mengetahui alasan mengapa Indonesia menjadikan rapid test sebagai solusinya.
Indonesia melakukan rapid test merujuk pada Korea Selatan yang juga melakukan tes secara massal kepada warga negaranya. Korea Selatan menjadi negara yang terdampak paling besar selain China di asia. Negeri ginseng ini bergerak cepat dengan memproduksi tes kit secara besar-besaran.