Mohon tunggu...
Bahtiar Hayat Suhesta
Bahtiar Hayat Suhesta Mohon Tunggu... wiraswasta -

Penulis, konsultan IT.

Selanjutnya

Tutup

Money

Berkah Memilih KPR BTN Syariah iB

30 Oktober 2009   10:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:29 14773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Rumah adalah tempat dimana kita membina keluarga ini," kata saya pada istri tercinta pada suatu hari di pertengahan 2005, empat tahun yang lalu. "Tempat dimana anak-anak tumbuh dan dibesarkan. Alangkah indahnya jika mereka dibesarkan dalam lingkungan yang bersih dan menentramkan." Istri saya tersenyum. "Aku setuju, Mas. Tidak hanya makanan dan minuman mereka yang harus bersih dikonsumsi, halal dan thayib, tetapi juga rumah, tempat yang dibangun untuk mereka tumbuh dan dibesarkan." Saya memandang wajahnya sungguh. "Bagaimana kalau kita membeli rumah Bu Darwoto itu lewat KPR bank syariah saja?" Ia lagi-lagi tersenyum. Senyum terindah dari senyum-senyum terindahnya sepanjang masa. "Tidak ada alasan buatku untuk tidak setuju. Memang kenapa kalau di bank syariah? Sulit?" "Bukan," jawab saya. "Prosesnya sama saja. Tetapi, katanya cicilan per bulannya meski flat, tetapi lebih besar dari KPR di bank konvensional." "Kalau itu sih tak mengapa," kata wanita tercantik saya itu. "Menumbuhbesarkan anak-anak dalam naungan rumah yang menentramkan jauh lebih penting daripada rupiah yang kita keluarkan." Saya menggangguk. Saya setuju. "Dengan niat baik itu, semoga Allah memudahkan kita mengangsurnya setiap bulan. InsyaAllah," tambahnya penuh pengharapan. "Kapan kita ke bank syariah?"

***

Suatu hari di bulan Juli 2005. Setelah berkeliling ke berbagai bank syariah yang menyediakan produk KPR, akhirnya pilihan kami jatuh ke KPR BTN Syariah Cabang Surabaya di jalan Embong Kenongo. Pertimbangan kami, selain masa angsuran bisa lebih lama daripada bank lain (saat itu hanya BTN Syariah yang menyediakan KPR hingga 10 tahun atau bahkan lebih), BTN telah memiliki pengalaman mengelola KPR lebih baik dibandingkan dengan bank-bank lainnya selama ini. Pak Wahyu, pegawai BTN Syariah untuk urusan KPR kala itu, dengan semangat membantu saya memproses administrasi pembelian rumah Bu Darwoto, rumah ketiga di sebelah kanan rumah kontrakan saya yang akan habis masa kontraknya sebulan lagi. Bu Darwoto setuju rumahnya yang dua lantai (tidak penuh) saya beli seharga 150 juta rupiah. Pembiayaan KPR BTN iB, begitu nama produk KRP BTN Syariah itu, adalah pembiayaan yang diberikan kepada calon nasabah yang akan membeli rumah, ruko, ataupun tempat tinggal lainnya secara mengangsur. Pembiayaan KPR BTN iB didasarkan pada prinsip Murabahah, yakni akad jual beli barang dimana harga perolehan dan keuntungan (margin) sama-sama disepakati oleh penjual dan pembeli. Itu artinya, pembeli mengetahui harga perolehan penjual dan margin yang diambil penjual ketika menjual barang itu kepada dirinya. Karena itu, harga jual adalah harga beli ditambah margin keuntungan yang disepakati. Transaksi Murabahah cocok diterapkan pada proses pembelian rumah melalui KPR ini. Tetapi memang sebenarnya ada skim-skim lain yang diperlukan sehingga suatu proses KPR itu bisa terlaksana. Ambil contoh proses KPR terhadap rumah yang saya beli. Mula-mula saya telah bersepakat membeli rumah Bu Darwoto dengan harga 150 juta rupiah. Saya tidak memiliki uang sebanyak itu dan Bu Darwoto tentu saja tidak mau saya mengangsurnya dalam rentang tahun yang panjang. Saya lalu pergi ke BTN Syariah dan mengikat janji akan membeli rumah Bu Darwoto itu dari BTN Syariah. Janji ini disebut wa'ad, yang mengikat saya secara sepihak dan tidak mengikat BTN Syariah. Tetapi pengingkaran terhadap wa'ad tak bisa dituntut, sehingga kalaupun saya tidak jadi membeli rumah itu, BTN Syariah tentu tidak bisa menuntut saya. Toh tidak ada yang dirugikan. Lalu BTN Syariah mewakilkan pembelian rumah Bu Darwoto kepada saya menggunakan akad wakalah, yakni mewakilkan kepada saya untuk membeli rumah itu dari Bu Darwoto atas nama BTN Syariah seharga 150 juta rupiah. Setelah BTN Syariah mendapatkan rumah Bu Darwoto itu, barulah ia menjualnya kembali kepada saya dengan akad murabahah. Saya bersedia membayar uang muka 51 juta rupiah dan sepakat dengan margin BTN Syariah kala itu sebesar 8,7% per tahun untuk sisanya (99 juta rupiah) jika saya mengangsurnya selama 4 tahun. Sehingga harga jual BTN Syariah kepada saya = 51 juta + (8.7% x 4) x 99 juta; yakni 51 juta + 133.452.000 = 184.452.000 rupiah. Inilah harga jual BTN Syariah kepada saya atas rumah itu. Berarti margin BTN Syariah atas penjualan rumah ini kepada saya adalah sebesar 34.452.000 rupiah. Sisa setelah uang muka 51 juta yang saya bayarkan adalah 133.452.000 rupiah yang dapat saya angsur selama 4 tahun. Sehingga, angsuran saya per bulan sebesar 133.452.000 rupiah : (4 x 12), yakni 2.780.250 rupiah. Tentu saja proses di lapangan dipermudah. Artinya, proses wa'ad dan wakalah berikut murabahah itu diselesaikan dalam waktu yang bersamaan ketika saya, Bu Darwoto, dan perwakilan dari BTN Syariah melaksanakan jual beli rumah itu di hadapan seorang Notaris. Setelah seluruh akad ditandatangani, maka BTN Syariah membayar harga rumah 150 juta rupiah kepada Bu Darwoto, saya melunasi uang muka dan mulai mengangsur per bulan kepada BTN Syariah sesuai dengan harga yang disepakati.

***

Ada yang menarik ketika saya pertama kali mengangsur rumah itu ke BTN Syariah mulai Agustus 2005. Laporan Ekonomi Bulanan Kadin Indonesia edisi Juli 2005 menyebutkan adanya fenomena terus melemahnya rupiah, naiknya harga minyak dunia, kelangkaan BBM, kenaikan harga barang, kenaikan tingkat suku bunga perbankan, dan terus menyusutnya cadangan devisa di Bank Indonesia yang mewarnai kondisi perekonomian Indonesia dalam dua bulan terakhir. Pada 20 Juli 2005, kurs tengah Bank Indonesia pernah berada pada level Rp 9.830,- yang merupakan nilai kurs terendah dalam 40 bulan terakhir ini. Bahkan melihat grafik kurs mata uang rupiah berdasarkan Laporan Perekonomian Indonesia tahun 2005 yang ditulis Bank Indonesia di bawah ini, rupiah terlihat semakin melemah melewati ambang batas 10.000 rupiah mendekati akhir 2005. Di sisi lain, hasil survei konsumen Bank Indonesia pada Juli 2005 menunjukkan bahwa Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) turun 2,8 poin dari 101,7 menjadi 98,9. Ini berarti terpuruk lagi ke kondisi pesimis (indeks di bawah 100), setelah sempat sedikit optimis sebulan sebelumnya setelah terpuruk pasca kenaikan BBM. Tetapi melihat grafik IKK sejak 2003 hingga pertengahan 2005 di bawah ini terlihat bahwa kondisi pesimis itu lebih mendominasi. Kenaikan terus-menerus suku bunga BI hingga akhir 2005 membawa dampak pada kenaikan suku bunga KPR perbankan. Kenaikan suku bunga BI hingga 11% pada Oktober 2005 misalnya, telah membuat bunga KPR Bank Niaga naik dari semula 12,25% pada Juli, kemudian September dinaikkan menjadi 13%, dan Oktober tersebut dinaikkan lagi menjadi 13,9%. Sedangkan untuk kredit multiguna, Bank Niaga menetapkan bunga 15%. Hal yang sama terjadi pada bank-bank lainnya. BII misalnya, bunga KPR mereka menjadi 14,9%. Sementara Bank Bumiputera malah 16%. Kenaikan rata-rata 16-18% dari semula 12% pada akhir 2005 itu tentu membuat nasabah KPR menjerit. Andaikan saja saya menggunakan KPR bank konvensional dengan bunga setara 12% saat akad kredit bulan Juli, lalu pada Oktober bunga KPR menjadi 16%, maka cicilan saya akan naik dari semula 2,7 juta rupiah menjadi 3,7 juta rupiah! Naik hampir 1 juta rupiah! Apa tidak pusing kalau ini terjadi? Beberapa teman sekantor kala itu mengeluhkan cicilan mereka yang membengkak, sementara tidak ada kenaikan gaji dari perusahaan.

***

Alhamdulillah saya telah memilih Pembiayaan KPR BTN iB yang berbasis akad murabahah berdasarkan prinsip syariah. Alhamdulillah, di tengah konsumen makin tercekik dengan kenaikan bunga KPR, cicilan saya tetap dan tidak akan naik hingga lunas nanti. Jika ternyata kemudian bunga KPR konvensional bisa naik gila-gilaan seperti fenomena akhir 2005 itu, maka tengara bahwa KPR bank syariah jauh lebih mahal boleh dikaji ulang. Lebih dari itu -- dan ini jauh lebih penting -- dengan cicilan yang tetap membuat saya lebih tenang dalam membuat perencanaan keuangan dibandingkan menghadapi cicilan yang fluktuatif alias tak bisa diprediksi. Dalam bahasa agama, kenyataan itulah yang dimaksud dengan gharar dalam jual beli, yakni transaksi jual beli yang mengandung unsur ketidakjelasan, pertaruhan, atau bahkan perjudian. Sementara kata Nabi saw., transaksi yang mengandung gharar terlarang, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar. (HR. Muslim, Kitab Al-Buyu, Bab: Buthlaan Bai' Al-Hashah wal Bai' Alladzi Fihi Gharar, 1513)

Jika sudah jelas demikian, maka pertanyaannya adalah: kita lebih memilih mana, kejelasan atau ketidakjelasan? Ketenangan atau was-was alias ketidaktenangan? Dan ini yang lebih penting, keberkahan atau kemadharatan?

***

Alhamdulillah, Agustus 2009 yang lalu cicilan KPR saya yang ke-48 selesai sudah. Dengan demikian, cicilan itu kini telah lunas. Banyak suka dan duka saya dan istri lewati ketika menyelesaikan cicilan bulan demi bulan. Dengan cicilan memakan porsi lebih dari sepertiga take-home-pay bulanan saya -- sementara kami memiliki 6 orang anak, dapat dibayangkan betapa ngoyo-nya kami melunasi itu. Mungkin lebih dari 40 kali sudah customer service BTN Syariah menelepon pada hari terakhir saya harus membayar cicilan tiap bulan; karena belum juga membayar. Boleh dibilang 50% diantaranya saya telat membayar 1-5 hari dari jadwal. Rekening saya juga selalu tak genap saldonya hingga 2x cicilan sebagaimana syarat yang diminta BTN Syariah. Tetapi semuanya itu kini telah terlewati. Bahkan saya merasa waktu 4 tahun mengangsur itu seperti sebentar saja. Tiba-tiba lunas begitu saja. Tiba-tiba saya sudah memiliki rumah yang kami idamkan -- seperti pada gambar di samping ini, lunas, tanpa punya hutang lagi kini pada siapapun. Semuanya itu, InsyaAllah, adalah berkah dari pilihan kami menggunakan KPR berbasis syariah untuk memberikan tempat bernaung yang bersih dan menentramkan bagi anak-anak kami untuk tumbuh menggapai cita-cita mereka. Semoga pengalaman sederhana ini menginspirasi.

***

Keterangan. Sumber gambar dan referensi saya dapatkan dari link-link berikut ini: - http://one.indoskripsi.com/node/1210 - http://www.itb.ac.id/news/548.xhtml - http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Survei/Survei+Konsumen/SK+Juli+2005.htm - http://kadin-indonesia.or.id/id/doc/LaporanEkonomiBulananJuly05.pdf - http://kadin-indonesia.or.id/id/doc/LaporanEkonomiEdisiJuni06.pdf - http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Laporan+Tahunan/Laporan+Perekonomian+Indonesia/lpi_2005.htm - http://www.housing-estate.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1100&Itemid=122 - http://www.suaramerdeka.com/harian/0510/13/eko01.htm - http://www.detikfinance.com/read/2005/10/27/121500/470078/5/bunga-kpr-melonjak-nasabah-menjerit - http://www.suaramerdeka.com/harian/0511/08/eko11.htm - http://nibrahosen.multiply.com/journal/item/32/bay_al_murabahah - http://www.btn.co.id/produk_syariah.asp?intProductID=50 - http://www.ekonomisyariat.com/fikih-ekonomi-syariat/mengenal-jual-beli-gharar.html Sementara gambar rumah kami saya ambil dari foto koleksi pribadi di blog saya http://bahtiarhs.net. Artikel ini bisa dibaca pula di blog http://ifinance.bahtiarhs.net

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun