Monitoring kasus tuberculosis dilakukan selama 1 periode pengobatan yaitu 6 bulan. setelah 6 bulan seorang kasus yang lengkap menjalani pengobatan (dot hijau) dan sembuh melalui pemeriksaan laboratorium maka warna kasus berubah jadi putih.Â
Namun jika proses pengobatan tidak dilakukan dengan lengkap, maka warna kasus merah bulat, berubah menjadi merah lonjong. Titik merah lonjong menunjukan bahwa kasus tuberculosis adalah kasus tuberculosis MDR atau tuberculosis laten di populasi.
Jarak terdekat dan terjauh kasus dari puskesmas juga perlu dipetakan dalam peta. Hal ini dilakukan untuk memahami apakah faktor jarak ke puskesmas berkontribusi terhadap ketidak lengkapan (kepatuhan) pengobatan.Â
Selain itu, pemetaan juga memperlihatkan kepadatan rumah dalam suatu wilayah tertentu dan kondisi lingkungan pemukiman. Faktor-faktor ini berkontribusi terhadap penularan tuberculosis di populasi.
Pemetaan kasus tuberculosis juga memberikan gambaran sumber penularan dalam populasi. Jika program tahun lalu kasus tuberculosis tidak sembuh dalam populasi dan tahun ini atau tahun yang akan datang dari lokasi kasus muncul kasus baru tuberculosis, maka dapat diduga sementara bahwa kasus tersebut adalah tb MDR.Â
Dengan informasi ini, paisen tuberculosis baru tersebut dapat direkomendasikan untuk pemeriksaan tuberculosis MDR sebelum dilakukan pengobatan. Yang terjadi selama ini adalah petugas DOTS berpatokan pada hasil pemeriksaan sputum laboratorium. Jika hasil laboratorium puskesmas menunjukan sputum + maka akan langsung diberikan pengobatan tuberculosis dengan dosis kasus baru.Â
Dalam hal kasus tuberculosis memang adalah kasus baru, tentu tidak ada masalah. namun jika kasus adalah MDR maka dengan pengobatan 6 bulan yang diberikan tidak akan berdampak pada kesembuhan kasus. Dengan demikian, kesalahan dosis pengobatan karena salah diagnosa dapat dihindari.
Luaran pemetaan kasus tuberculosis dalam PKM ini difokuskan pada empat indikator utama yaitu: 1) kelengkapan pengobatan, 2) tingkat kesembuhan, 3) angka drop out kasus, dan 4) angka kematian kasus.
Dari hasil uji statistik menunjukan terdapat perbedaan kelengkapan pengobatan sebelum dan sesudah intervensi program pemetaan kasus tuberculosis berbasis google earth dengan peningkatan kelengapan pengobatan sebesar 18,3%. Hal ini menunjukan bahwa tingkat efektifitas intervensi pemetaan kasus tuberculosis berbasis google earth terhadap kelengkapan pengobatan.Â
Kelengkapan pengobatan ini disebabkan karena adanya motivasi kasus tuberculosis untuk sembuh. Motivasi ini muncul karena pengaruh pengisisan dokumentasi kalender sebagai salah satu alat self-monitoring  kausus tuberculosis.
Hasil penelitian juga menunjukan bahwa terdapat perbedaan kesembuhan kasus tuberculosis sebelum dan sesudah intervensi pemetaan berbasis google earth dengan peningkatan tingkat kesembuhan mencapai 15,9%. Peningkatan ini tidak terlepas dari kelengkapan kasus tuberculosis dalam proses menelan obat.