Mohon tunggu...
Adi Guna
Adi Guna Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Manusia pembelajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Emansipasi Bagendul

12 Agustus 2016   18:59 Diperbarui: 13 Agustus 2016   22:00 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Berarti wanita berpindidikan tinggi itu penting ya ndul?, dan tidak serta merta pendidikan tinggi itu untuk karir wanita saja? Gitu?. Berarti nanti kalo kita memilih istri harus hati-hati ndul, kita harus mencari perempuan dengan visi yang sama yaitu membangun keluarga kecil bahagia, cerdas dan tangguh” Balas Jumeni sambil membuang abu rokoknya di asbak yang berada di tengah meja unyil di depan mereka.

Bagendul menghela nafas panjang, matanya melihat ke atas, dia seperti sedang mengingat-ingat sesuatu yang penting yang dia cari dalam labirin ingatannya, lalu menimpali Jumeni. “Iya Jum. Aku jadi ingat dosenku dulu Jum, beliau pernah bilang satu kalimat yang sampai saat ini masih terngiang di kepalaku. Pekerjaan utama seorang perempuan itu adalah menjadi ibu dan istri, pekerjaan wanita yang menghasilkan uang itu adalah pekerjaan sampingan di keluarga”

“Wah hebat tenan dosenmu itu. Berarti sebenarnya ndak apa-apa wanita itu bekerja, asal ndak lupa kodratnya sebagai seorang Ibu dan seorang istri.”

“Kodrat dan fungsinya dalam keluarga, kira-kira begitu Jum. Emansiapsi kan bukan paham yang disarikan dari kultur kita Jum, emansipasi kan yang memperkenalkan orang-orang barat Jum, bukan orang-orang arab, hahaha. Kenapa persamaan hak? Kenapa tidak persamaan kewajiban saja? karena menuntut ilmu hingga tinggi itu kan kewajiban semua manusia, tidak peduli pria atau wanita. Banyak orang menuntut hak tapi lupa kalau punya kewajiban”. Bagendul berdiri sejenak dan membenarkan celanya yang agak mlorot karena tidak pakai sabuk, lalu dia duduk lagi. Malam itu ucapannya bagai orator di depan Jumeni.

Jumeni meluruskan kaki sebentar, sepertinya dia kesemutan karena dari tadi duduk silo, lalu ia duduk lagi. “Hemmm, bener-bener. Eh tadi kamu bilang kalau wanita yang mandiri dan bisa menghasilkan banyak uang itu biasanya Jomblo. Tapi kamu kan belum mandiri dan gak bisa menghasilkan banyak uang, tapi kenapa kamu juga jomblo enam tahun Ndul?”, Jumeni melontarkan pertanyaan sindiran yang membuatnya tersenyum nerucus yang membuat bibirnya maju kedepan seperti agak monyong.

“Asem, pertanyaamu loh. Tapi titeni ya, sak mandiri-mandirinya perempuan, sak tangguh tangguhe perempuan,  mereka bakal merindukan lelaki perhatian dan penyayang macam aku Jum, titenono!”

Bagendul dan Jumeni tertawa nerucus agak kecut, hampir bersamaan mereka menyeruput kopi yang yang tinggal separuh itu, Jumeni menyulut batang rokok keduanya. Lalu mereka terbawa dan tenggelam Kota Malang yang semakin malam, semakin dingin dan semakin ramai hampir di tengah malam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun