Mohon tunggu...
Bahrun Naim
Bahrun Naim Mohon Tunggu... -

Aku adalah rumput yang bergoyang. Bukan goyang dangdut, apalagi goyang poco-poco. Cuman sekedar rumput yang tertiup angin. Bukan angin puting beliung krn kedatangan WNA China, maupun angin sepoi-sepoi isu PKI yg jelas dilarang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjadi Teroris atau Preman

3 Januari 2017   17:17 Diperbarui: 3 Januari 2017   18:40 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suatu hari, si Fulan hendak mencuri buah mangga di tumbuh ranum di samping rumah beliau. Saat itu si Fulan mengira beliau sedang beristirahat siang. si Fulan memanjat pagar rumah beliau setinggi 2 meter dan mulai memetik beberapa mangga yang tumbuh subur tersebut. Tak berapa lama, ternyata muncul beliau KH. Ruhani Abdul Hakim datang membawakan tangga untuk si Fulan seraya berpesan "Nak... naiklah tangga ini. Nanti kalau kamu jatuh, harga berobat ke rumah sakit lebih mahal dari harga mangga itu". Si Fulan lalu turun dan segera pamit. Tapi dicegah oleh KH. Ruhani Abdul Hakiim, dan beliau sendiri akhirnya yang memetik mangga tersebut dan diberikan kepada preman yang hendak mencuri tersebut.

Lalu apakah preman tersebut menyesal menjadi preman, dan saya menyesal menjadi teroris? Tidak...

Preman tersebut akhirnya tewas saat berkelahi dengan sesama preman dengan luka bacokan yang menyebabkan tewasnya. Saya sendiri menyesali dalam diri sendiri, mengapa preman yang bisa menangis dihadapan jenazah seorang ulama, namun tidak dapat 'menangis' dihadapan manusia yang masih hidup? Jangan-jangan preman tersebut menjadi preman karena ulah kita, dan preman tersebut justru lebih diterima disisi Allah daripada kita yang menjadikan orang baik menjadi preman? atau jangan-jangan kitalah yang sejatinya preman tersebut?

Wallahu a'lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun