Mohon tunggu...
Bahrul Muna
Bahrul Muna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa aktif yang memiliki minat besar terhadap dunia kesehatan dan lingkungan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Melampaui Mitos: Merenungi Kebenaran Tersembunyi di Balik Micin

9 Juli 2024   09:20 Diperbarui: 9 Juli 2024   12:30 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini, topik mengenai micin (monosodium glutamat atau MSG) kembali menjadi sorotan publik. Banyak yang masih meyakini bahwa konsumsi micin dapat membuat orang menjadi bodoh. Namun, benarkah hal tersebut? Artikel ini akan membahas bagaimana fakta sebenarnya.

Monosodium glutamat atau lebih dikenal dengan micin, telah menjadi bumbu dapur yang sangat populer di banyak budaya kuliner dunia. Bahan ini terkenal karena kemampuannya untuk meningkatkan rasa gurih atau umami dalam berbagai masakan. Meski sering dianggap sebagai penambah rasa yang tidak sehat, micin sebenarnya memiliki sejarah panjang dalam dunia gastronomi dan kimia makanan. Namun, di balik popularitasnya micin juga membawa beban mitos yang mana seringkali menjadi kambing hitam di balik berbagai keluhan kesehatan, salah satunya anggapan yang menyebutkan bahwa konsumsi micin dapat menyebabkan kebodohan. Mitos ini telah beredar luas di masyarakat yang kemudian memicu kekhawatiran dan bahkan stigma negatif terhadap micin. Artikel ini akan mengupas tuntas apa itu micin, asal usul mitos tersebut, dan fakta ilmiah yang sebenarnya.

Micin, atau monosodium glutamat (MSG), adalah garam natrium dari asam glutamat, salah satu asam amino non-esensial yang terdapat secara alami dalam tubuh manusia dan berbagai makanan. MSG pertama kali diisolasi oleh seorang ilmuwan Jepang, Kikunae Ikeda, pada tahun 1908 dari rumput laut kombu. Ikeda menemukan bahwa asam glutamat memberikan rasa umami, salah satu dari lima rasa dasar selain manis, asam, asin, dan pahit. Sejak itu, MSG menjadi bahan tambahan yang umum digunakan untuk meningkatkan cita rasa makanan di seluruh dunia.

Lalu, dari mana asal mula mitos bahwa konsumsi micin dapat menyebabkan kebodohan atau dampak negatif lainnya terhadap kesehatan mental? Kemunculannya diduga berasal dari sebuah laporan penelitian tahun 1968 yang keliru diinterpretasikan. Beritanya mulai menyebar pada akhir abad ke-20. Salah satu penyebab utama adalah sebuah artikel yang diterbitkan pada tahun 1968 oleh Dr. Robert Ho Man Kwok di New England Journal of Medicine. Dalam artikelnya, Dr. Kwok menggambarkan gejala yang ia alami setelah makan di restoran Cina, yang kemudian dikenal sebagai "Chinese Restaurant Syndrome". Gejala tersebut termasuk sakit kepala, berkeringat, dan rasa kebas. Meskipun dalam artikelnya Dr. Kwok tidak secara langsung menyebutkan bahwa MSG dapat menyebabkan kebodohan, namun kekhawatiran masyarakat tentang efek samping MSG mulai menyebar luas, dan berbagai tuduhan tentang dampak negatifnya pun mulai bermunculan.

Studi-studi awal yang kurang kuat dan laporan anekdot juga berkontribusi pada persepsi negatif mengenai MSG. Media dan masyarakat umum mulai mengaitkan MSG dengan berbagai masalah kesehatan tanpa dukungan ilmiah yang cukup. Meskipun sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi keamanan MSG, mitos tentang dampak negatifnya terhadap otak tetap bertahan. Banyak penelitian ilmiah yang lebih lanjut telah dilakukan untuk menilai dampak MSG pada kesehatan manusia. Badan-badan pengawas makanan seperti Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat, European Food Safety Authority (EFSA), dan Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) telah menyimpulkan bahwa MSG aman untuk dikonsumsi manusia dalam jumlah yang wajar.

Berbagai penelitian yang kredibel oleh para ilmuwan telah membuktikan bahwa tidak ada bukti ilmiah yang cukup kuat yang dapat menghubungkan konsumsi MSG dengan kebodohan atau penurunan fungsi kognitif seseorang. Sebaliknya, MSG sebenarnya adalah senyawa yang umum yang secara alami hadir dalam banyak makanan seperti tomat, keju, dan daging, terutama dalam produk-produk olahan seperti produk fermentasi. Bahkan tubuh kita juga memproduksi asam glutamat secara alami. Lebih jauh lagi, penelitian menunjukkan bahwa asam glutamat memainkan peran penting dalam fungsi otak sebagai neurotransmitter. Namun, asam glutamat yang terkandung dalam MSG tidak memiliki dampak langsung pada otak karena tidak dapat melewati penghalang darah-otak (blood-brain barrier) dalam jumlah yang signifikan.

Lalu, mengapa ada anggapan bahwa micin dapat membuat orang menjadi bodoh? Hal ini mungkin terkait dengan beberapa penelitian yang dilakukan pada hewan uji coba, seperti tikus. Namun, penelitian tersebut menggunakan dosis micin yang jauh lebih tinggi daripada yang biasa dikonsumsi manusia. Dosis yang diberikan pada hewan uji coba tersebut sangat ekstrem yaitu jauh melebihi batas aman konsumsi manusia. Selain itu, banyak pakar gizi dan kesehatan juga menegaskan bahwa micin dalam jumlah wajar tidak berbahaya bagi kesehatan. Malah, micin dapat membantu meningkatkan cita rasa makanan sehingga membuat orang makan lebih banyak dan mendapatkan asupan nutrisi yang cukup. Jadi, dapat disimpulkan bahwa anggapan micin dapat membuat orang bodoh adalah mitos. Selama dikonsumsi dalam jumlah yang wajar, micin tidak akan memberikan efek negatif terhadap kecerdasan atau kesehatan seseorang. Yang terpenting adalah tetap menjaga pola makan yang seimbang dan bergizi.

Penting untuk diingat bahwa kunci kesehatan terletak pada pola makan yang seimbang dan konsumsi nutrisi yang beragam. Hindari konsumsi micin berlebihan, seperti halnya bahan tambahan pangan lainnya. Jadi, jangan ragu untuk menikmati hidangan yang menggunakan micin. Rasakan kelezatannya tanpa perlu khawatir akan mitos yang tidak berdasar. Micin atau MSG, adalah bahan yang telah digunakan selama lebih dari satu abad untuk meningkatkan rasa makanan. Mitos tentang dampak negatifnya, termasuk klaim bahwa micin dapat menyebabkan kebodohan, tidak didukung oleh bukti ilmiah yang kuat. Penelitian yang ada menunjukkan bahwa MSG aman untuk dikonsumsi dalam jumlah wajar dan tidak memiliki efek buruk pada fungsi kognitif manusia. Dengan memahami fakta ini, kita dapat menikmati makanan dengan MSG tanpa rasa khawatir yang tidak berdasar, sambil tetap mempertimbangkan asupan nutrisi kita secara keseluruhan untuk kesehatan yang optimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun