Pernah di suatu masa, bak gula yang manis rasanya, organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menjadi primadona bagai para mahasiswa baru. Nama-nama sohor alumni HMI yang sekian lama menghiasi jagat nasional merupakan daya tarik utama dari organisasi yang dibidani oleh almarhum Lafran Pane ini.
Namun, awal perkenalan saya dengan HMI sedikit berbeda. Sekitar tahun 2003, tak lama setelah orientasi mahasiswa baru di kampus UIN Jakarta, saya menyusuri gang yang berada di samping area kampus. Berharap menemukan sendiri lokasi sekretariat HMI. Pencarian saya berakhir di Kampung Utan. Ini mungkin lebih seperti anak ayam yang berharap menemukan kembali induknya. Kenyataannya, sejak saat itu saya memang merasa telah menemukan keluarga kedua.
Lalu, kisah saya berlanjut dengan rangkaian pendidikan perkaderan melalui Latihan Kader 1 (basic training), Latihan Kader 2 (intermediate training), dan Kursus Kepemanduan (Senior Course). Saya tak pernah berkesempatan melanjutkan hingga Latihan Kader 3 (Advance Training).Â
Selain lewat pelatihan, mental saya ditempa pula dengan berbagai amanah yang mesti diemban. Dari mulai terlibat dalam struktur pengurus komisariat dan cabang, ikut aksi dan mengisi diskusi, hingga mencicipi berbagai tugas dalam kepanitiaan, dan puncaknya pada gelaran Kongres Pengurus Besar HMI ke-26 di Jakarta Selatan, di mana saya ditakdirkan jadi ketua panitianya. (Fyi, ini adalah kongres ke-26 HMI MPO. Sedangkan, kongres ke-26 HMI Dipo di Palembang)
Kira-kira begitulah alur singkatnya yang mungkin hanya akan berbekas di benak saya saja hingga kelak mati atau pikun. Dari itu semua, pada akhirnya kehadiran rekan-rekan seperjuangan lah yang paling berharga. Ini terasa sekali terutama saat bertahun-tahun kemudian saya kehilangan salah seorang senior sesama alumni HMI yang ditakdirkan mendahului dipanggil oleh Sang Maha Kuasa, Allah SWT.
Kini, seperti halnya ribuan alumni HMI lainnya, setelah dahulu berhimpun di dalamnya, maka tugas saya adalah berserak. Menemukan jalan masing-masing sesuai tujuan akhir dari keberadaan organisasi, sebagaimana dahulu saya dibina. Mewujudkan tatanan masyarakat yang diridhai oleh Allah SWT.Â
Tentu saja ini bukan perkara yang mudah. Kalau hanya sekedar berserak, sejak lama jalan hidup saya sudah berserakan ke mana-mana.Â
Malahan bisa disebut ambyar juga. Namun, makna berserak di sini turut mengemban misi kenabian. Diri ini masih harus selalu ditempat lewat kehidupan nyata di tengah masyarakat, hingga mungkin suatu saat dapat mencapai derajat insan ulul albab. Dengan demikian, tujuan untuk membangun masyarakat yang diridhai Allah SWT pun akan lebih mungkin diwujudkan.
Besok, 5 Februari 2021, HMI akan berusia 74 tahun. Rasa-rasanya nafas dan eksistensi HMI di tengah-tengah bangsa Indonesia ini akan tetap panjang. Entah sampai berapa generasi lagi mereka akan tetap hidup. Namun, saya harapkan HMI akan tetap ada hingga anak-cucu-cicit saya nanti hidup. Selamat milad HMI ke-74. Bahagia HMI! Yakin Usaha Sampai.
Banjar, 4 Februari 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H