Menghentikan Jeratan Utang
Dengan demikian, utang luar negeri dengan segala bentuknya harus ditolak. Kita tidak lagi berpikir bisakah kita keluar dari jeratan utang atau tidak. Yang penting dipikirkan justru harus ada upaya riil untuk menghentikan utang luar negeri yang eksploitatif itu.
Pertama, kesadaran akan bahaya utang luar negeri harus ditumbuhkan. Bahwa utang yang dikucurkan negara-negara kapitalis akan berujung pada kesengsaraan mereka. Selama ini, salah satu penghambat besar untuk keluar dari jerat utang adalah pemahaman yang salah tentang utang luar negeri. Utang luar negeri dianggap sebagai sumber pendapatan, dan oleh karenanya dimasukkan dalam pos pendapatan negara. Kucuran utang dianggap sebagai bentuk kepercayaan luar negeri terhadap pemerintah, sehingga, semakin banyak utang yang dikucurkan, semakin besar pula kepercayaan luar negeri terhadap pemerintahan di sini. Demikian juga pemahaman bahwa pembangunan tidak bisa dilakukan kecuali harus dengan utang luar negeri.
Kedua, keinginan dan tekad kuat untuk mandiri harus ditancapkan sehingga memunculkan ide-ide kreatif yang dapat menyelesaikan berbagai problem kehidupan, termasuk problem ekonomi. Sebaliknya mentalitas ketergantungan pada luar negeri harus dikikis habis.
Ketiga, menekan segala bentuk pemborosan negara, baik oleh korupsi maupun anggaran yang memperkaya pribadi pejabat, yang bisa menyebabkan defisit anggaran. Telah banyak diketahui, sebagian dari utang luar negeri itu mengendap dalam rekening dan proyek-proyek yang berbau korupsi.
Keempat, melakukan land reform dengan menghidupkan kembali tanah-tanah mati (ardlul mawat) untuk membangun sektor pertanian khususnya produk-produk pertanian seperti beras, kacang, kedelai, tebu, kelapa sawit, peternakan dan perikanan yang masuk sembako. Begitu pula memberdayakan lahan maupun barang milik negara dan umum (kaum muslimin) seperti laut, gunung, hutan, pantai, sungai, danau, padang rumput, pertambangan emas, minyak, timah, tembaga, nikel, gas alam, batu bara, dan lain-lain.
Kelima, memutuskan impor atas barang-barang luar negeri yang diproduksi di dalam negeri, agar ketergantungan pembayaran dalam bentuk mata uang asing diminimalisasi, dan membatasi impor dalam bentuk bahan mentah atau bahan baku yang diperlukan untuk industri dasar dan industri berat yang sarat dengan teknologi tinggi.
Keenam, memperbesar ekspor untuk barang-barang yang bernilai ekonomi tinggi, dengan catatan tidak mengganggu kebutuhan dalam negeri dan tidak memperkuat ekonomi dan eksistensi negara-negara Barat Imperialis.
Ketujuh, mengangkat para pemimpin yang ikhlas, yang benar-benar memperhatikan kondisi rakyatnya, memperjuangkan kesejahteraan dan kemuliaan mereka, serta mengatur kehidupan rakyatnya itu dengan hukum-hukum yang diridloi Allah SWT.
Langkah-langkah praktis dan strategis tersebut di atas tidak akan dapat terlaksana jika sistem ekonomi, sosial, dan seluruh aspek kehidupan ini tidak berubah menjadi sistem Islam. Karena hanya sistem Islamlah yang memiliki seperangkat peraturan yang lengkap dan adil, dan wajib dipatuhi oleh seluruh rakyat maupun penguasa. Selama kaum muslimin di negeri ini tidak mau berubah dan kembali kepada sistem Islam, krisis ini tetap akan berlanjut hingga akhirnya menghancurkan eksistensi negeri ini.wallahu ‘alam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H