Mohon tunggu...
Bahrudin Achmad
Bahrudin Achmad Mohon Tunggu... Penggiat Pendidikan -

Maaf, saya sedang berselingkuh dengan kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Muslim Kagetan & Mendadak Bid'ah

13 Juli 2017   12:29 Diperbarui: 12 Mei 2022   14:59 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dahulu, ketika zaman pra-Islam atau sering kita sebut masa Jahiliyyah, alat musik rebana (terbangan, Hadrah, beduk atau sejenisnya yang terbuat dari kulit kambing, domba atau unta) digunakan untuk melakukan upacara keagamaan, mengiringi pentas kesenian para penyair, atau tarian-tarian telanjang (erotis) Jahiliyyah pada waktu itu. Kemudian, ketika Islam yang dibawa oleh Baginda Nabi SAW itu datang, tidak serta-merta melarang alat kesenian tersebut. Beliau SAW tetap memperbolehkannya dengan memasukkan unsur-unsur positif (seni Islam).

Puisi Jahiliyyah yang dulu masyhur berisi celaan, erotis, kesombongan, membanggakan diri atau suku, oleh Beliau SAW juga tidak serta merta dilarang atau diharamkan. Namun, diarahkan temanya kepada hal positif seperti pujian kepada Sang Khalik, keimanan dan akhlak.

Sudah menjadi cerita umum, dalam kajian kesusastraan Arab klasik (pra-Islam) bahwa masyarakat Arab pada waktu itu sangat menyenangi tarian-tarian erotis yang ditampilkan oleh "sinden-sinden" cantik wanita jahiliyyah. Ketika Islam datang oleh Nabi SAW tidak diharamkan, namun diubah caranya dengan digantikan oleh penari pria dengan irama gerak yang sopan dan beradab. Hingga kini kita masih bisa memainkan dan merasakan indahnya tarian yang diiringi alat musik, yang kita kenal dengan tari zapin.

Demikian cara Nabi SAW membawa Islam ke dalam sebuah masyarakat yang keras dan bahkan bejad. Sehingga mudah diterima oleh masyarakat Jahiliyyah waktu itu. Yang tentunya selain faktor akhlak beliau yang luhur dan dapat dipercaya (Al-Amin).

Kemuliaan cara Baginda Nabi SAW dalam berdakwah inilah yang dicontoh oleh para Walisongo ketika menyebarkan Islam di bumi Nusantara ini. Waktu itu, Hindu dan Budha telah menjadi agama besar yang dianut oleh seluruh masyarakat. Kemudian Islam datang dengan cara yang indah dan santun dan tidak Serta-merta menganggap sesat terhadap ritual/adat istiadat masyarakat waktu itu.

Para Walisongo berusaha membumikan ajaran Islam. Menterjemahkan ayat-ayat Al-Quran dalam bentuk yang indah dan menyentuh hati masyarakat. Budaya masyarakat waktu itu, seperti tarian, musik dan ritual adat yang ada dijadikan sarana oleh Walingsongo untuk memasukan inti ajaran Islam.

Pesan-pesan Al-Quran yang diajarkan oleh Walisongo bukan lagi pada tataran huruf dan arti, tapi tataran hakikat. Pujian-pujian, istilah sembahyang, Gong, wayang, serat, mantra dan masih banyak lagi khazanah budaya waktu itu, oleh Walisongo dimasukan nilai-nilai Islam. AlHasil, masyarakat waktu itu mampu menerima Islam sebagai ajaran yang indah, penuh kasih dan Rahmat bagi seluruh alam.

SEANDAINYA, para ulama dan Walisongo waktu itu, tentu Islam tidak akan menjadi mayoritas dan membumi seperti sekarang ini. Mungkin, bisa saja saya, Bang Mamat dan Si Kipli, atau kalian yg membaca status ini pun masih dalam keadaan "kafir" tidak mengenal apa itu Islam.

PESAN PENUTUP :

Percayalah para Walisongo dan ulama-ulama terdahulu yang telah berjasa menyebarkan Islam di bumi Nusantara ini adalah manusia-manusia pilihan. Keilmuan mereka jauh melebihi kita yang terkadang masih belajar dari Syekh google. Al-Quran, Hadits dan berbagai bidang ilmu agama Islam, bukan saja mereka hapal, namun sudah mereka kemas dengan cara yg indah, menyentuh dan membumi di hati masyarakat. Sehingga, sampai detik ini kita bisa merasakan manisnya Islam. So,.. mari menjadi muslim yang indah, tidak kagetan, dan mendadak Bid'ah.

Wallahu'alam bishowab.

Bekasi, 11 Juli 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun