Apa sih Net-Zero Emissions? Net-Zero Emissions (NZE) adalah suatu program jangka panjang negara-negara di dunia termasuk Indonesia dalam mencegah terjadinya perubahan iklim yang ekstrim dengan cara mengurangi atau bahkan menghilangkan emisi karbon yang terdapat di atmosfer.
Emisi karbon inilah yang menjadi penyebab perubahan iklim di berbagai belahan dunia yang menyebabkan sinar matahari hanya dapat dipantulkan sebagian ke luar atmosfer dan sebagian lagi terjebak di atmosfer sehingga menyebabkan suhu bumi menjadi hangat.
Lalu apa hubungannya dengan 'Blue Carbon'? mungkin istilah kata ini masih terdengar asing di telinga kita. Selama ini yang kita tahu bahwa hutan di daratan adalah satu-satunya ekosistem yang mempunyai peran penting dalam penyerapan dan penyimpanan karbon.
Tetapi ekosistem hutan di daratan hanyalah salah satu diantaranya, terdapat ekosistem pesisir dan laut yang juga berperan besar dalam penyerapan dan penyimpanan karbon. Nah karbon yang tersimpan di ekosistem pesisir dan laut inilah yang dinamakan sebagai Blue Carbon (karbon biru).
Menurut penelitian, ditemukan fakta bahwa ekosistem pesisir dan laut seperti mangrove, terumbu karang, dan padang lamun diyakini menyerap dan menyimpan gas rumah kaca seperti emisi karbon 100 kali lebih banyak dan lebih permanen dibandingkan dengan hutan yang berada di daratan.
Sekitar 55%-99%karbon yang diserap dan disimpan dalam tanah di kedalaman 6meter akan tersimpan sampai ribuan tahun lamanya. Oleh karena itu blue carbon memiliki potensi yang besar dalam adaptasi dan mitigasi dampak dari perubahan iklim di dunia.
Tidak dapat dipungkiri dalam satu dekade terakhir perubahan iklim kini semakin tampak terlihat yang ditandai dengan cuaca ekstrim yang terjadi di berbagai belahan dunia. Kebakaran hutan, gelombang panas, dan banjir di berbagai negara adalah bukti bahwa bumi sudah mengalami perubahan iklim secara global.
Melalui pertemuan COP26 (konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa) di Glasgow yang akan diselenggarakan pada 31 Oktober hingga 12 November 2021 menyerukan agar negara-negara mendukung program Net-Zero Emissions dan membatasi kenaikan suhu global sampai 1,5o C pada pertengahan abad ini (2050) untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim.
Untuk mendukung program tersebut, Pemerintah Indonesia sendiri menargetkan mencapai NZE selambat-lambatnya pada tahun 2060. Pemerintah juga saat ini sudah menerapkan kebijakan pembangunan rendah karbon di berbagai sektor terutama pada sektor energi seperti pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT), Standar Kinerja Energi Minimun (SKEM) dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
Selain menerapkan kebijakan tersebut, Pemerintah juga akan mengenakan pajak karbon untuk PLTU Batubara yang merupakan penyumbang emisi karbon yang cukup besar di Indonesia dalam rangka mengurangi emisi karbon melalui pengesahan Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) oleh DPR beberapa waktu lalu.
Tentu saja kebijakan pemerintah tersebut tidak akan berjalan optimal jika kita tidak memiliki kesadaran untuk bersahabat dengan alam dan menjalani hidup ramah lingkungan.
Lalu bagaimana peran kita dalam mendukung NZE dengan adanya potensi blue carbon dalam memitigasi perubahan iklim? Yuk mari kita simak hal-hal kecil yang berdampak besar bagi kehidupan yang dapat kita lakukan dalam rangka menjaga ekosistem pesisir dan laut sebagai penghasil blue carbon.
1. Mengurangi penggunaan sampah plastik rumah tangga
Pada tahun 2020, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan produksi sampah rumah tangga yang dihasilkan Indonesia mencapai 67,8 juta ton sampah, sebesar 17% atau 11,52 juta ton sampah diantaranya merupakan sampah plastik. Sampah-sampah plastik tersebut sebagian besar dibuang ke laut dan akan terdampar di pesisir.
Hal ini dapat menyebabkan pencemaran pada ekosistem pesisir dan laut, sehingga akan mengurangi dan menghambat ekosistem pesisir dalam menghasilkan blue carbon untuk penyerapan dan penyimpanan emisi karbon.
Lalu bagaimana cara kita mengurangi sampah plastik rumah tangga?
Yang pertama, menggunakan kantong belanja yang terbuat dari bahan kain atau bahan dari anyaman bambu ketika berbelanja. Kedua, menggunakan tumbler atau botol minuman untuk mengurangi sampah botol plastik, selain itu pastinya menghemat uang. Ketiga, mendaur ulang sampah plastik menjadi barang yang lebih bernilai.
Keempat, mengikuti kegiatan sukarelawan untuk membersihkan sampah plastik di kawasan pesisir. Kelima, tidak melakukan pembakaran sampah plastik tetapi membuang sampah tersebut ke tempat sampah yang sudah disediakan.
2. Ikut serta dalam kegiatan sukarelawan penanaman mangrove
Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai terpanjang ke-2 di dunia dan memiliki hutan mangrove seluas 3.490.000 Ha atau 21% dari luas hutan mangrove dunia.
Dengan fakta tersebut Indonesia memiliki potensi sebagai penghasil blue carbon yang besar dalam membantu penyerapan dan penyimpanan emisi karbon dunia dan selain itu mangrove juga dapat mencegah abrasi air laut. Namun saat ini luas hutan mangrove berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan mengalami penurunan luasan yaitu tercatat 3.311.208 Ha, dimana seluas 637,524 Ha hutan mangrove dalam kondisi kritis.
Untuk mencegah penurunan luasan hutan mangrove tersebut, banyak kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility) dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang mengadakan kegiatan sukarelawan penanaman mangrove. Maka dari itu kita sebagai generasi muda harus memiliki kesadaran untuk menjaga dan melestarikan hutan mangrove dengan cara ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut dan mengajak orang lain untuk ikut serta dalam melestarikan hutan mangrove.
3. Tidak membuang limbah rumah tangga ke perairan
Kondisi geografis Indonesia yang dikelilingi oleh pesisir pantai dan sungai membuat sebagian kecil masyarakat memilih untuk mendirikan tempat tinggal di pesisir dan tepi sungai karena terbatasnya lahan.
Hal ini membuat pencemaran limbah rumah tangga ke perairan bisa sangat dimungkinkan terjadi terlebih apabila kita tidak mengetahui bahwa limbah rumah tangga yang dibuang ke perairan memiliki multiplier effect (dampak berganda) termasuk salah satunya akan merusak ekosistem pesisir dan laut.
Oleh karena itu penting bagi kita untuk tidak membuang limbah rumah tangga langsung ke perairan, selain merusak ekosistem juga dapat menyebabkan sumber air bersih menjadi tercemar.
4. Menghindari bahan peledak untuk menangkap ikan
Sebagian besar penduduk Indonesia yang tinggal di pesisir pantai memiliki mata pencaharian sebagai nelayan.
Dalam menangkap ikan, banyak metode yang tidak merusak lingkungan yang bisa dilakukan oleh nelayan seperti menjaring, memancing, menombak, menjebak dan sebagainya. Namun masih terdapat oknum nelayan yang menggunakan alat yang instan dalam menangkap ikan dengan bahan peledak seperti bom ikan.
Daya ledak dari bom ikan tersebut dapat merusak ekosisitem terumbu karang dan juga padang lamun sebagai ekosistem penghasil blue carbon serta dapat menyebabkan populasi ikan di area tersebut menjadi berkurang.
Untuk mengatasi itu pemerintah melalui UU No. 45 Tahun 2009 melarang keras bagi nelayan yang menggunakan bom ikan. Apabila nelayan terbukti menggunakan bom ikan akan diancam dengan pidana 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 2 miliar.
Menurut teman-teman bagaimana cara-cara di atas dalam turut serta menjaga ekosistem pesisir dan laut sebagai cara kita mendukung program net-zero emissions, mudah untuk dilakukan bukan? Ya tentu saja. Oleh karena itu yuk mari kita menjaga lingkungan dimulai dari diri kita sendiri demi terwujudnya net-zero emissions.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H