Mohon tunggu...
Baharudin Pitajaly
Baharudin Pitajaly Mohon Tunggu... -

penikmat Kopi, peminat ikan Kakap

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pasifik Selatan dan Konsolidasi Kekuatan Berbasis Etno-Linguis

21 September 2016   13:10 Diperbarui: 21 September 2016   13:21 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber photo : mediaindonesia.com

Munculnya OPM dengan segala fariannya menjadi bukti nyata ketrlibatan AS, belum lagi peran yang di mainkan Unite Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan selalu membawah issu Ham dan ujungnya pun sudah dapat kita duga. sebagai Instrumen yang di pakai untuk menjaga pengaruhnya dalam forum-forum Internasional yang telah di kondisikan sebelumnya oleh AS dan sekutunya. Sekenario ini telah di baca oleh Jakarta namun menjadi rumit dan ketidak berdayanya Negara.

Setelah itu issu ini kembali menguat dan menjadi perhatian buplik setelah Mantan Menkopolhukam yang mulia LBP dalam sebuah statement yang telah menyingung perasaan Ras Melanesia tersebut “Luhut menyatakan agar orang Papua yang terlibat dalam United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) segera meninggalkan Indonesia.” (Jpnn, 29 /Februari/2016).

ULMWP adalah instrumen yang mewakili masyarakat PAPUA menjadi anggota penuh dalam komunitas ras Melanesia (MSG), tentu statement LBP mendapat protes yang keras. namun bisa saja statement LBP hanya mau mengukur resonansi, atas gelobang yang telah di keluarkannya dalam statement tersebut seberapa dasyat kah respon yang di berikan. Dengan Beground seorang militer berpangkat jenderal bintang empat statement tersebut tentu memiliki alasan kuat.

Dan tidak bisa di lihat sebagai sebuah pernyatan yang naif atau bahkan tidak sama sekali di mengertinya, dengan menuai protes keras menjadi alasan lain orang kemudian menganggap LBP tidak mengerti situasi, emosional dan terlalu reaktif. Atas Ras Melanesia yang lagi di mainkan perannya dalam (MSG) seperti ULMWP untuk menguatkan solodaritas dan membangun dukungan atas issu dis-integrasi PAPUA. Ras yang dengan sebaran di Timur Indonesia dari PAPUA, NTT, MALUKU, Maluku Utara. Dengan jumlah jiwa sebesar 11 jutaa bahkan ada yang menyebut 13 juta.

Makin menguatnya issu dis-itegrasi PAPUA yang di perankan oleh ULMWP baik di kanca Nasional seperti di gerakkan oleh OPM sebagai simbol, maupun ULMWP yang menuai empati dunia Internasional seperti dukungan Parlemen Eropa dan dalam komunitas ras Melanesia (MSG) sendiri akan menyita banyak energi bangsa ini kalau tidak segera di atasi, pemerintah Jokowi dalam hal ini sudah mulai mengabil peran tersebut namun belum sepenuhnya melibatkan elemen—elemn penting lainya termasuk Kesultanan Tidore.

Pegelaran yang akan berlangsung di “Provinsi Maluku di percayakan sebagai tempat pegelaran pertemuan daerah indonesia timur yang termasuk dalam rumpun melanesia. Yang di pusatkan di kota Ambon pada september 2016, pegalran tersebut akan di hadiri oleh kedubes dari sejumlah negara di kawasan pasifik selatan dengan alasan kesaamaan entno-linguis dan budaya, sekaligus menjadi awal konsolidasi dan koordinasi antara 5 provinsi di kawasan timur termasuk dalam rumpun melanesia.

Ide kawasan melanesia di Indonesia dengan menggabungkan 5 provinsi berawal dari keinginan Jokowi, yang mengirimkan mantann Menko Polhukam Tedjo Edy untuk bertemu dengan para Gubernur yang sedang mengikuti rakernas APPSI di kota ambon pada 27 februari 2015 silam. Ini seharus menjadi fokus bersama dan momentum penting khususnya rumpun Melanesia.” berita maluku, (16/Agustus/2016)

Kini kalau di perhatikan negara-negara yang berada di kawasan Pasifik Selatan, di pakai tangannya untuk memukul Indonesia dalam jarak yang cukup dekat. Salah satu yang paling mungkin di lakukan adalah dukungan penuh pada gerakan Disitegrasi PAPUA yang akhirnya menguat kembali, selain itu dukungan tersebut juga datang dari parlemen Eropa. Tentu menjadi kehawatiran tersendiri, namun sejauh ini kalau di perhatikan pendekatan yang di bagun oleh RI pun terbilang terlalu formal.

Pendekatan-pendekatan yang tidak memiliki daya endors kuat selalu di paksakan akan merusak sisitem kekerabatan berbasis Etno-linguis, dan budaya itu sendiri. berbicara masyarakat yang mendiami Papua dan kawasan Pasifik Selatan dalam konteks NKRI tentu tidak terlalu sulit di kosolidir jika Jakarta memberi dorongan penuh pada Kesultanan Tidore dalam satu soal ini. mengerakkan konsolidasi dan menghidupkan kembali ikatan kulitural-historis ini yang perlu di pertimbangkan kemudian.

Mengahadapi naiknya ekskalasi atas issu dis-itegrasi PAPUA, dan atau Menguatnya issu Melanesia hanya dampak ikutan atas kecerobohan atau kebuntuan atas masalah yang di hadapi bangsa PAPUA, lebih karena profokasi AS, dalam memaikan perang asimetris guna penguasaian SDA. Menjadi penting melihat kembali ikatan masa lalu baik kultur maupun historis yang pernah terjalain antara Kesultanan Tidore khususnya dengan kawasan di kepulauan pasifik selatan.

Kesultana Tidore, Relasi Historis-KulturalDi Papua dan Kawasan Pasifik Selatan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun