Setelah Komisi II DPR RI akhirnya mengesahkan perubahan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 mengenai Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan UU Nomor 2 Tahun 2015 mengenai Pemerintah Daerah melalui rapat paripurna. Sebagai payung Hukum penjelenggaraan Pilkada seretkah tahap ke II pada 2017. Â Â
Revisi tersebut terdapat 13 poin yang telah di sepakati, dalam poin ke 5 berkaitan dengan sarat dukungan untuk calon perseorangan di naikan 3,5% hingga nantinya treshold perseorangan antara 6,5 % - 10%. Tergantung daerah dan jumlah penduduknya. Naikanya sarat dukungan ini akan berdampak pada teknis verifikasi factual yang di lakukan.
Alokasi waktu yang di berikan berdasarkan Undang-undang no 8 2016 hasil revisi hanya 3 hari dalam verfikasi factual dukungan calon perseorangan, dan tidak ada lagi waktu tambahan untuk itu. seperti sebelumnya Undang-Undang No 8 Tahun 2015 yang belum di revisi berdasarkan pasal 48 Poin 1-5 berkaitan dengan ketentuan dan waktua verifikasi dukungan calon perseorangan.
Selain itu Menurut keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 29 September 2015, calon perorangan harus kumpulkan KTP 10% di daerah dengan jumlah daftar pemilih tetap sampai 2.000.000 orang, 8,5% di daerah dengan DPT antara 2.000.000 dan 6.000.000 orang, 7,5% di daerah dengan DPT antara 6.000.000-12.000.000 orang, dan 6.5% di daerah dengan DPT di atas 12.000.000 orang.
Untuk DKI Jakarta sendiri, kalau kita megacu pada DPT 2014 adalah 7.096.168. Artinya, jika sepasang bakal calon ingin mengajukan diri untuk maju dalam bursa gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta pada 2017 lewat jalur indepen, pasangan tersebut harus memiliki setidaknya 7,5% atau sekitar 530.000 KTP.
Aturan seperti ini akan sangat merepotkan Penyelengara Pemilu, bahkan calon Independen, Teman Ahok, serta pendukung-nya atas dukungan KTP yang di berikan. keterbatasan waktu yang di berikan dalam Undang-undang berkaitan Verifkasi factual. Serta aktifitas warga Jakarta begitu tinggi dan dinamis menamba kerumitan. Ibarat bunga yang mekar kemudian layu dan gugur jatuh ketanah, semangat mengumpulkan KTP hanyaakan menjadi sia-sia. Â Â
Bisa di bayangkan verfikasi faktual atas misalnya 530 dukangan KTP terhadap calon perseorangan, bukan perkara mudah. dengan alokasi waktu yang sangat terbatas, hingga menambah masalah lain yang terkadang menjadi kerumitan tanpa solusi. Ataukah memang revisi tersebut justru bagian dari sekenario Partai Politik dalam mejegal calon Independen seperti Ahok atau lainnya.
PDI-P Dan Peran Penting Pilkada Jakarta
Memang kalau di ikuti secara saksama Pilkada DKI Jakarta paling menarik di simak, setelah Ahok di pastikan tidak menggunakan jalur perseorangan akbita revesi UU Pilkada. Partai Politik justru merapat ke Ahok, Selain Ahok. figur lain yang ikut muncul seperti walikota Surabaya Tri Rismaharini, yang di gadang-gadang akan di usung PDI-P dalam kontestasi Pilkada Jakarat.
Atau Sadiaga Uno yang di dukung koalisi kekeluargaan (Gerindra, PKB, PKS, Demokrat, dan PAN). Â Dan Yusril Izha Mahendra yang sejauh ini belum mendapat dukungan paratai, kecuali partainya sendiri (PBB). Dalam prosesnya kontestasi Pilkada DKI cukup menguras energi akibat tarik menarik rekomendasi atau dukungan Partai atas calon. Hal ini bisa di lihat tarik ulur yang di mainkan oleh PDI-P dalam menentukan calon yang mau di usung.
Dengan waktu cukup lama dan terkesan tidak buru-buru dalam mendukung calon kepala daerah PDI-P memainkan peran pentinggnya dalam ruang politik Pilkada Jakarta. Alasan lain atas ini sering di lontarkan para petinggi PDI-P adalah menyakut mekanisme internal belum selesai di bahas, Polimik pun terjadi spekulasi dan analisis berseliweran memuhi ruang publik.